Hangout

Setelah COVID-19, Diabetes Bisa Jadi Krisis Kesehatan Berikutnya

Lebih dari satu dari 10 orang dewasa, atau setengah miliar orang di seluruh dunia, menderita diabetes. Jumlahnya meningkat tiga kali lipat selama dua dekade terahir. Diabetes bisa menjadi krisis kesehatan berikutnya yang harus dihentikan secara global seperti halnya COVID-19.

Angka-angka ini, yang meningkat tiga kali lipat selama dua dekade terakhir, sangat mengkhawatirkan mengingat masalah kesehatan serius yang dapat berkembang dari diabetes, termasuk penyakit kardiovaskular, penyakit saraf, kebutaan, gagal ginjal, komplikasi mulut dan amputasi anggota tubuh bagian bawah.

Diperkirakan 6,7 juta orang meninggal karena penyebab terkait diabetes pada tahun 2021 saja. Yang lebih mengejutkan adalah kenyataan bahwa setengah dari mereka yang saat ini hidup dengan diabetes tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.

Angka ini juga berlaku untuk Asia Tenggara, yang memperkirakan akan terjadi peningkatan orang yang hidup dengan diabetes sebesar 69 persen menjadi 152 juta pada tahun 2045.

Di Singapura, 34 persen orang muda berusia 24 hingga 35 tahun diperkirakan akan terkena diabetes pada usia 65 tahun, dan 35 persen orang dengan pra-diabetes akan berkembang menjadi diabetes tipe 2.

Bagaimana di Indonesia? Data International Diabetes Federation (IDF) Atlas tahun 2021 menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-5 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia.

Angka ini meningkat hampir dua kali lipat hanya dalam waktu dua tahun, dibandingkan tahun 2019 sebesar 10,7 juta. Jumlah serangan diabetes di Indonesia mencapai 18 juta pada tahun 2020. Pada saat itu, prevalensi kasus tersebut meningkat 6,2 persen dibandingkan tahun 2019.

Dilaporkan sejak tahun 2014, diabetes adalah tiga tertinggi penyakit penyebab kematian di Indonesia. Hal ini dianggap cukup mengkhawatirkan, karena diabetes merupakan ‘ibu’ dari berbagai penyakit serius yang bisa meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas pasien.

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. DR. Dr. Aman B. Pulungan, Sp.A(k), FAAP, FRCPI (Hon) mengungkapkan penyakit diabetes melitus meningkat tujuh kali lipat di Indonesia.

“Jadi rata-rata itu peningkatan diabetes meningkat tujuh kali lipat diabetes melitus pada anak sepuluh tahun terakhir. banyak terdiagnosis ada diabetes melitus tipe 1 dan 2,” ujarnya saat temu media virtual awal pekan ini.

Masih menurut Prof. Aman, penyakit diabetes meningkat pada anak sering kali menjadi masalah dalam hal mendiagnosis dikarenakan terlambat periksa. Pasien yang datang sudah dalam kondisi berat seperti ketoasidosis diabetikum (KAD) yang merupakan komplikasi serius diabetes ditandai dengan tingginya kadar keton dalam tubuh.

IDF menyatakan bahwa diabetes telah menjadi pandemi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang berputar di luar kendali dan salah satu keadaan darurat kesehatan yang tumbuh paling cepat di abad ke-21. Jika ingin mengekang darurat kesehatan global, dunia perlu bersama-sama melakukan pencegahan, mendeteksi, dan mengobatinya sejak dini, terutama di kalangan anak muda.

Penanganan diabetes terlupakan

Diabetes di Indonesia dikenal dengan istilah penyakit kencing manis atau penyakit gula. Penyakit ini terjadi saat tubuh tidak bisa memproses semua gula (glukosa) di dalam aliran darah; menimbulkan komplikasi yang dapat menyebabkan serangan jantung, tekanan darah tinggi, kebutaan, gagal ginjal dan amputasi anggota tubuh bagian bawah.

Diabetes merupakan kondisi kronis serius yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin (tipe 1) atau tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya (tipe 2). Diabetes tipe 2 menyumbang sebagian besar kasus di seluruh dunia (90 persen) tetapi ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa diabetes dapat ditunda atau bahkan dicegah dengan intervensi yang tepat.

Liz Henderson, Wakil Presiden Senior APAC di Merck Healthcare, mengutip CNA mengungkapkan, pandemi COVID-19 telah menjadi perhatian dunia dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi beban berat bagi sektor kesehatan hampir di semua negara.

Penanganan terhadap pelayanan dan pencegahan penyakti diabetes pun menjadi terlupakan. Selama tahun pertama pandemi, sebuah penelitian di Eropa menemukan bahwa satu dari lima pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit dengan diabetes meninggal dalam waktu 28 hari setelah masuk.

Di Asia Pasifik, hampir setengah dari semua negara yang disurvei oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) melaporkan sebagian atau seluruhnya terganggu layanan untuk pengobatan diabetes dan komplikasi terkait diabetes.

Studi pendahuluan juga menemukan hubungan antara COVID-19 dan peningkatan insiden diabetes remaja, yang membuatnya semakin penting untuk melakukan intervensi guna mengekang peningkatannya penyakit ini pada generasi muda.

Sebuah survei terhadap 8.000 orang dewasa di delapan negara, yang ditugaskan oleh YouGov atas nama Merck, juga memberikan pandangan tentang bagaimana pandemi COVID-19 berdampak pada risiko orang terkena diabetes melalui perubahan gaya hidup mereka. Hasilnya sangat terpolarisasi; beberapa negara telah memperbaiki faktor risiko selama pandemi, yang lain berkinerja lebih buruk.

Sementara pilihan gaya hidup yang dipicu oleh pandemi beragam, empat dari lima responden (79 persen) yang mengejutkan tidak merasa yakin bahwa mereka akan tahu ke mana harus mengakses informasi medis yang dapat dipercaya tentang risiko diabetes, atau bagaimana merawat kondisi tersebut jika diperlukan.

COVID-19 mungkin telah menjadi perhatian dunia dalam 2-3 tahun ini dan kini pandemi telah mereda. Sekaranglah waktunya untuk melakukan lebih banyak pekerjaan untuk mengatasi krisis global kesehatan terkait penyakit diabetes ini.

Tindakan terbaik, bagi siapa yang merasa rentan terpapar diabetes adalah menguji kadar gula darah secara teratur. Terutama bagi mereka yang berusia 40 tahun ke atas, dan memiliki kecenderungan kelebihan berat badan, gaya hidup tidak aktif, tekanan darah dan kadar kolesterol tinggi, atau memiliki riwayat keluarga diabetes.

Sementara cara individu meringankan penyakit diabetes atau bebas dari penyakit ini bukanlah formula ajaib. Ini adalah saran yang sama yang pernah kita dengar, yakni berolahragalah lebih banyak setidaknya 150 menit latihan aerobik sedang per minggu dan makan lebih sehat dengan lebih banyak biji-bijian dan buah-buahan serta sayuran segar. Juga berhenti mengonsumsi karbohidrat olahan, gula rafinasi, alkohol dan merokok serta jangan lupa untuk tidur yang cukup setiap malam.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button