Market

Setelah Heboh TPPU, Wamenkeu Baru Jelaskan Data Sri Mulyani Sama Dengan Mahfud

Setelah heboh dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Kementerian Keuangan (kemenkeu) Rp349 triliun, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara baru menjelaskan tak ada perbedaan data.

Kepada wartawan di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Jumat (31/3/2023), Suahasil membeberkan data transaksi mencurigakan yang ‘berbau’ tindak pidana pencucian uang (TPPU), sesuai temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) senilai Rp349 triliun.

Intinya, menurut Suahasil, tidak ada perbedaan data antara Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dengan data Menkopolhukam Mahfud MD yang juga Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, yang heboh dalam rapat dengan Komisi III DPR itu.

Pada 13 Maret 2023, kata Suahasil, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani telah mendapatkan data berupa rekap dari 300 surat temuan PPATK terkait transaksi mencurigakan Rp349 triliun. “PPATK kirim ke APH (Aparat Penegak Hukum) sebanyak 100 surat dan ke Kemenkeu 200 surat,” jelas Suahasil.

Sebanyak 100 surat PPATK untuk APH itu. nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp74 triliun. Sementara, 200 surat yang diterima Kemenkeu, nilai transaksinya Rp275 triliun. “Surat PPATK yang dikirimkan kepada APH, Kemenkeu terima atau tidak? Enggak. Kalau surat dikirimkan kepada APH, Kemenkeu itu tidak terima. Yang terima adalah APH,” kata Suahasil.

Dari 200 surat tersebut terbagi menjadi 65 surat terkait transaksi mencurigakan di korporasi senilai Rp253 triliun. Ditambah 135 surat yang berkaitan dengan korporasi serta pegawai Kemenkeu senilai Rp22 triliun.

Kemudian, sebanyak 135 surat PPATK yang membeberkan transaksi mencurigakan Rp22 triliun itu, dipecah lagi menjadi dua. Sebesar Rp18,7 triliun terkait transaksi mencurigakan di korporasi, dan Rp3,3 triliun terkait pegawai Kemenkeu.

Transaksi yang melibatkan pegawai Kemenkeu itu, menurut Suahasil, berkaitan dengan mutasi, promosi, serta proses seleksi pegawai Kemenkeu. “Di dalamnya ada penghasilan resmi, transaksi dengan keluarganya, atau jual beli harta dan lainnya sepanjang 2009-2023,” ucap dia.

Dikaitkan dengan data Menko Mahfud, menurut Suahasil, ada perbedaan pengklasifikian informasi transaksi itu. Kalau berdasarkan tabel, transaksi dibagi tiga. Yakni, transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu nilainya Rp35.548.999.231.280 (Rp35,5 triliun); transaksi keuangan mencurigakan melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain termasuk korporasi, nilainya Rp53.821.874.839.401 (Rp53 triliun).

Dan, transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu (pajak, kepabeanan dan cukai) nilainya Rp260.503.313.432.306 (Rp260,5 triliun). Total jnderal nilainya

Rp349.847.187.502.987 (Rp349 triliun).

“Transaksi kategori satu dianggap berbeda, karena yang disampaikan di Komisi XI nilainya Rp22.042.264.925.101. Kenapa bisa berbeda? Karena ketika kita melihat data surat tadi, Kemenkeu itu tidak menerima surat yang dikirimkan kepada APH,” tutur Suahasil.

Dia menjelaskan, berdasarkan data Kemenkeu, transaksi kategori satu itu dipecah menjadi dua kategori, nilainya menjadi Rp22.042.264.925.101. Sedangkan surat PPATK yang dikirimkan ke APH, nilai transaksinya Rp13.075.060.152.748. Kalau dijumlahkan Rp35.117.325.077. Cara klasifikasi kami begitu,” ujar dia.

Dalam data Kemenkeu disebutkan, selain kategori tersebut, ada juga surat yang dikirimkan ke APH yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu dan pihak lain, nilainya Rp 47.008.738.267.859; ada juga surat yang dikirimkan ke Kemenkeu yang berkaitan dengan korporasi, nilainya Rp252.561.897.678; surat dikirimkan ke APH yang berkaitan dengan korporasi, nilainya Rp14.186.181.968.600.

“Kenapa angkanya secara keseluruhan mirip, karena memang kita bekerja dengan data yang sama yaitu 300 surat, nilai totalnya berapa? Rp349.874.187.502.987. Sumber datanya sama, yaitu rekap surat PPATK. Namun cara menyajikannya bisa berbeda tapi kalau dikonsolidasikan, ketemu sama,” tutur Suahasil.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button