Bolehlah film-film post-apokaliptik memberikan gambaran yang menakutkan tentang dunia setelah perang nuklir. Tetapi dalam banyak hal, dampaknya bahkan mungkin lebih buruk dari yang digambarkan di layar. Kehancuran ekosistem, kegagalan panen, kekurangan air bersih, runtuhnya sistem Kesehatan, bahkan anarki, adalah ancaman nyata yang akan dihadapi dunia.
Oleh: Darmawan Sepriyossa
Ketegangan di Timur Tengah telah mencapai puncaknya setelah Iran melancarkan serangan besar-besaran terhadap Tel Aviv, sebagai respons terhadap serangkaian provokasi yang memanas sejak tahun 2020. Bagaimana tidak disebut provokasi, kalau selama ini Israel memang sengaja membuat Iran berang?
Sejak pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani pada Januari 2020, provokasi Israel terhadap Iran semakin intensif. Pembunuhan Soleimani yang dilakukan oleh serangan udara AS di Baghdad, dengan dukungan intelijen yang sebagian besar diberikan Israel, merupakan puncak dari eskalasi ini. Sejak saat itu, serangkaian serangan terhadap tokoh-tokoh penting dan ahli Iran terus terjadi, menunjukkan upaya Israel untuk menekan pengaruh Iran di kawasan.
Lihatlah sedikit contoh ini. Pada November 2020 itu, Israel juga membunuh Mohsen Fakhrizadeh, seorang ilmuwan nuklir senior Iran yang dikenal sebagai ‘Bapak Program Nuklir Iran’. di dekat Teheran. Dua tahun kemudian, Jenderal Hassan Sayyad Khodaei, seorang pejabat tinggi Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC), ditembak mati di Teheran pada Mei 2022.
Sebelum-sebelumnya, Israel juga sudah membunuh Mostafa Ahmadi Roshan, seorang ilmuwan nuklir Iran pada Januari 2012. Saat itu bom yang dipasang pada mobilnya meledak di Teheran. Setahun sebelumnya, Darioush Rezaeinejad, seorang ahli listrik yang bekerja pada proyek pertahanan, dibunuh di Teheran pada Juli 2011. Belum lagi Mayor Jenderal Mohammad Ali Allahdadi, seorang jenderal senior dalam IRGC, tewas dalam serangan udara Israel di Suriah pada Januari 2015.
Setahun ini saja Israel telah menggelitiki lubang hidung Iran dengan membunuh mulai dari pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyah; komandan senior Hizbullah,
Fu’ad Shukr; tujuh komandan tinggi Hizbullah, hingga pemimpin tertinggi Hizbullah, Hassan Nasrallah. Serangkaian pembunuhan oleh Israel itu telah mengabrasi seluruh dinding kesabaran Iran.
Bersiap untuk PD III?
Dunia kini menghadapi risiko nyata dari eskalasi konflik yang berpotensi memicu Perang Dunia III. Dengan berbagai kekuatan besar yang memiliki kepentingan di kawasan tersebut, apakah kita akan melihat dunia terpecah ke dalam blok-blok sekutu yang berbeda, dan apakah perang nuklir yang selama ini hanya menjadi skenario di film-film akan menjadi kenyataan?
Jika Perang Dunia III benar-benar meletus, dunia mungkin terbagi menjadi beberapa blok besar:
1. Blok AS-Israel dan Eropa Barat
AS dan Israel telah lama menjadi sekutu erat, baik karena kepentingan strategis maupun faktor politik domestik di AS. Dalam skenario eskalasi besar-besaran, AS hampir pasti akan turun tangan dengan memberikan bantuan militer langsung atau membentuk koalisi internasional untuk melawan Iran.
Negara-negara Eropa Barat, yang merupakan bagian dari NATO, juga kemungkinan akan mendukung AS. Mereka melihat stabilitas di Timur Tengah sebagai hal yang penting untuk menjaga keamanan energi dan ekonomi di kawasan mereka.
2. Blok Iran-Rusia-China dan negara-negara pendukung
Di sisi lain, Iran dipastikan tidak akan berjuang sendirian. Rusia dan China akan mengutip lagu resmi klub sepakbola Inggris, Liverpool, yang diambil dari musikal Carousel karya Rodgers dan Hammerstein tahun 1945, ‘You’ll Never Walk Alone‘.
Rusia dan China memiliki hubungan dekat dengan Iran, baik secara ekonomi maupun militer. Rusia telah lama terlibat di Timur Tengah, terutama dalam mendukung rezim di Suriah, dan melihat dukungan terhadap Iran sebagai cara untuk menyeimbangkan kekuatan AS dan Barat. China, yang membutuhkan stabilitas di kawasan Timur Tengah untuk menjaga jalur perdagangan energi, mungkin akan terlibat dalam konflik ini secara diplomatis dan ekonomis.
3. Posisi negara-negara Arab: Arab Saudi, Qatar, Kuwait, dan lainnya
Negara-negara seperti Arab Saudi, Qatar, dan Kuwait berada dalam posisi sulit. Sebagai sekutu lama AS, mereka memiliki hubungan ekonomi dan pertahanan yang kuat dengan Barat. Namun, tekanan domestik dan solidaritas Muslim mungkin memaksa mereka untuk mengambil sikap yang lebih netral atau bahkan mendukung Iran secara diam-diam.
Saudi kemungkinan besar akan tetap berhati-hati untuk mencegah ketidakstabilan di dalam negeri dan di Teluk.
PD III dan Kondisi Post-Apokaliptik
Salah satu kekhawatiran terbesar dalam eskalasi konflik ini adalah risiko penggunaan senjata nuklir. Jika Iran atau Israel, yang diyakini memiliki senjata nuklir, merasa terancam eksistensinya, penggunaan senjata pemusnah massal ini dapat menjadi kenyataan yang mengerikan. Dalam hal ini, gambaran dunia setelah perang nuklir yang sering kita lihat dalam film-film post-apokaliptik seperti Terminator atau Mad Max bukan lagi sekadar fiksi ilmiah, tetapi ancaman nyata bagi umat manusia.
Dalam film Terminator, digambarkan bagaimana jaringan komputer canggih bernama Skynet memutuskan untuk memulai perang nuklir yang menghancurkan sebagian besar umat manusia. Setelah perang nuklir, dunia menjadi tempat yang tidak ramah bagi kehidupan, dengan lingkungan yang hancur, kota-kota menjadi puing, dan hanya segelintir orang yang bertahan dalam kondisi yang brutal.
Meskipun skenario Skynet mungkin tidak realistis, dampak kehancuran yang disebabkan oleh perang nuklir adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi akibat perang Iran-Israel ini. Penggunaan nuklir akan menyebabkan kehancuran infrastruktur, menyebabkan radiasi yang berbahaya, dan memicu musim dingin nuklir, di mana sinar matahari terhalang oleh debu dan asap yang dihasilkan oleh ledakan nuklir, mengakibatkan penurunan suhu global dan kegagalan panen massal.
Film lain seperti The Road atau Mad Max menggambarkan dunia pasca-perang di mana peradaban manusia telah runtuh, dan yang tersisa hanyalah perjuangan untuk bertahan hidup. Di dunia yang dikuasai kelangkaan sumber daya, hukum rimba menjadi aturan, dan kehidupan manusia berubah drastis menjadi sangat primitif.
Skenario ini dapat menjadi kenyataan jika perang nuklir melibatkan banyak negara dengan jumlah ledakan yang sangat besar, yang tidak hanya akan menghancurkan pusat-pusat perkotaan, tetapi juga mengganggu ekosistem dan rantai pasokan makanan di seluruh dunia.
Kelaparan Massal dan Chaos
Kalau pun dengan bayang-bayang kehancuran peradaban itu senjata nuklir tak digunakan, dampak perang tak bisa juga dipandang enteng. Perang di Timur Tengah, terutama yang melibatkan kekuatan besar, akan secara langsung memengaruhi pasokan energi global. Timur Tengah adalah sumber utama minyak dunia, dan setiap gangguan di kawasan ini akan menyebabkan krisis energi yang dapat memicu resesi global. Negara-negara yang sangat tergantung pada impor energi, seperti negara-negara di Eropa dan Asia, akan menghadapi tantangan berat dengan melonjaknya harga minyak dan gas.
China, dengan konsumsi energi yang sangat besar, akan terdampak secara signifikan. Mereka mungkin akan mencoba mengamankan pasokan energi melalui kerja sama dengan Rusia atau bahkan beralih ke sumber energi alternatif. Namun, dalam jangka pendek, dampak dari krisis energi ini akan sangat mengguncang ekonomi global.
Selain perang konvensional, Perang Dunia III kemungkinan juga akan melibatkan perang asimetris, seperti serangan siber dan operasi non-konvensional. Iran, misalnya, telah mengembangkan kemampuan sibernya, dan bisa menggunakan taktik ini untuk mengganggu infrastruktur Israel, AS, dan sekutunya. Serangan siber terhadap jaringan listrik, sistem komunikasi, atau infrastruktur finansial dapat menyebabkan gangguan besar dan memicu kepanikan di masyarakat.
Di sisi lain, AS dan Israel juga memiliki kemampuan siber yang sangat maju. Mereka mungkin akan menggunakan kekuatan ini untuk melumpuhkan sistem pertahanan Iran atau bahkan untuk menggoyahkan stabilitas politik di negara tersebut. Perang siber akan menjadi bagian penting dari strategi di kedua sisi, dengan dampak yang mungkin sulit diprediksi.
Dalam skenario ini, negara-negara yang tidak tergabung dalam aliansi tertentu, seperti India, Indonesia, atau negara-negara Amerika Latin, mungkin akan mencoba mempertahankan netralitas. India, yang memiliki hubungan baik dengan Rusia dan AS, mungkin akan mengambil peran mediasi untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, mungkin akan mendapat tekanan domestik untuk mendukung Iran, tetapi kepentingan ekonomi dan stabilitas kawasan akan menjadi pertimbangan utama dalam sikap diplomatiknya.
Alhasil, meskipun ada ilmuwan yang menyatakan perang berguna mengurangi populasi manusia dan persoalannya —katakanlah deretan seperti Robert Malthus, Herbert Spencer, Ludwig Gumplowicz, Friedrich Nietzsche, Garrett Hardin— dampak perang tak pernah bisa diperhitungkan di atas kertas.
Bolehlah film-film post-apokaliptik memberikan gambaran yang menakutkan tentang dunia setelah perang nuklir. Tetapi dalam banyak hal, dampaknya bahkan mungkin lebih buruk dari yang digambarkan di layar. Kehancuran ekosistem, kegagalan panen, kekurangan air bersih, dan runtuhnya sistem kesehatan adalah ancaman nyata yang akan dihadapi dunia.
Dalam skenario seperti yangikh digambarkan dalam The Book of Eli, kehidupan sehari-hari manusia berubah menjadi perjuangan untuk sumber daya yang paling dasar: air, makanan. Kehidupan masyarakat menjadi sangat terfragmentasi, dengan hukum yang tidak lagi berlaku dan kekuatan militer menjadi satu-satunya otoritas yang tersisa.
Naudzubillahi min dzalik!