Si Jenius Demis Hassabis: Dari Desainer Game ke Pemenang Nobel


Saat sebagian besar remaja menghabiskan waktu mereka bermain video game, namun Sir Demis Hassabis, penerima Hadiah Nobel terbaru dari Inggris, justru menggunakan masa mudanya untuk mengembangkan game.

Mengutip The Guardian, pada tahun 1994, di usianya yang ke-17, Hassabis menciptakan terobosan besar sebagai salah satu desainer game Theme Park, sebuah permainan di mana pemain merancang dan menjalankan taman hiburan.

Lahir di London dari ayah berdarah Yunani-Siprus dan ibu dari Singapura, perjalanan Hassabis tidak berhenti di sana.

Ia meraih gelar ganda dalam ilmu komputer dari Universitas Cambridge, mendirikan perusahaan video game sendiri, menyelesaikan gelar PhD dalam ilmu saraf kognitif, dan mendirikan DeepMind, startup kecerdasan buatan yang dibeli Google pada 2014 seharga 400 juta poundsterling.

Hassabis dianugerahi gelar ksatria untuk jasanya dalam pengembangan AI pada tahun ini di usianya yang ke-48.

Sebagai CEO Google DeepMind, pencapaian utamanya dalam menggunakan AI untuk memprediksi struktur protein memberinya penghargaan Nobel Kimia bersama rekan-rekannya, John Jumper dan David Baker dari AS.

post-cover
Kecintaannya pada video game dan catur membawa Hassabis ke dunia kecerdasan buatan (AI). (Foto: X/@TechBroDrip)

Hassabis mengaitkan minat awalnya pada AI dengan kecintaannya terhadap video game dan catur. Sebagai seorang ‘bocah ajaib’ dalam catur, ia terinspirasi oleh bagaimana komputer bisa belajar bermain catur.

“Banyak anak-anak memulai dengan bermain game, seperti saya, kemudian masuk ke pemrograman dan menggunakan komputer untuk menciptakan sesuatu,” katanya dalam sebuah wawancara.

Perusahaan DeepMind-nya menciptakan gelombang global dengan mengembangkan AI yang mampu bermain di tingkat tertinggi dalam permainan seperti Go, catur, dan Starcraft II.

Pencapaiannya menjadikannya figur yang sangat dicari dalam berbagai pertemuan ilmiah, termasuk memberikan nasihat dalam respons pandemi COVID-19 di Inggris pada tahun 2020.

post-cover
Hassabis bersama dua rekannya menerima Nobel Kimia 2024 dengan menggunakan AI untuk memprediksi struktur protein. (Foto: Phys.org)

Sebagai pemimpin dalam pengembangan AI global, Hassabis menyadari potensi dan bahaya teknologi ini. Ia menandatangani peringatan tentang ancaman AI yang bisa setara dengan risiko kepunahan akibat pandemi atau perang nuklir.

Namun, ia tetap optimistis tentang AI, terutama dalam konteks kebaikan, seperti dengan pencapaian AlphaFold DeepMind yang membantu memprediksi struktur protein, membuka jalan untuk penemuan-penemuan di dunia biologi.

Meski sadar akan risiko AI, Hassabis percaya teknologi ini dapat menjadi kekuatan besar untuk kebaikan.