Siapa Nassourdine “Russian Sniper” Imavov, Petarung Muslim yang Akan Menjajal Si Pongah Israel?


Seperti kebanyakan petarung yang meniti jalan di UFC, karier Imavov tak selalu mulus. Ia mengalami beberapa kekalahan, termasuk melawan Phil Hawes dan Sean Strickland—petarung yang pernah mengalahkan Adesanya. Namun, dengan tinggi 191 cm dan jangkauan 75 inci, selama ini ia mampu memanfaatkan keunggulan itu untuk mengendalikan jarak. Salah satu ciri khasnya adalah ketenangan di oktagon, yang memberinya julukan “The Russian Sniper.”

Bagi Nassourdine Imavov, 1 Februari 2025 akan menjadi catatan penting di sejarah hidupnya. Saat itu ia akan melangkah ke oktagon untuk menghadapi salah satu ujian terbesar dalam hidupnya. Laga di Riyadh, Arab Saudi, itu bukan sekadar pertarungan biasa; melainkan kesempatan bagi seorang petarung yang tumbuh dari akar sederhana di Dagestan untuk menantang mantan juara UFC dua kali, Israel Adesanya. Saat yang seharusnya mengingatkannya pada perjuangan panjang seorang anak imigran yang tumbuh di Prancis, menghadapi segala keterbatasan dan derita, tanpa pernah kehilangan keyakinan.

Imavov bukanlah nama besar seperti Nurmagomedov bersaudara, Shara Bullet atau Khamzat Chimaev. Ia adalah petarung yang membangun jalannya sendiri, dengan kerja keras dan ketenangan yang tak tergoyahkan. Seorang rekan latihannya, yang meminta anonimitas kepada media yang mewawancarainya, pernah berkata, “Dia tidak berbicara banyak, tapi Anda bisa melihat di matanya bahwa dia tidak pernah menyerah.” Hidup Imavov adalah kisah tentang keberanian, pengorbanan, dan keyakinan seorang anak Muslim dari Dagestan yang ingin membuktikan bahwa mimpi besar tidak hanya milik mereka yang sudah berada di puncak.

Hidup dan Berakar pada Tradisi Kumyk

Nassourdine Abdoulazimovitch Imavov lahir pada 1 Maret 1995 di Khasavyurt, Dagestan, Rusia. Ia berasal dari etnis Kumyk, salah satu kelompok etnis minoritas Muslim yang kaya akan tradisi. Sejak kecil, Imavov sudah terpapar budaya disiplin khas Dagestan yang menjunjung tinggi kerja keras. Pada usia sembilan tahun, keluarganya pindah ke Salon-de-Provence, Prancis, sebuah langkah besar yang membuka jalan hidupnya menuju olahraga tarung modern.

“Saya selalu merasa ada sesuatu yang menarik saya ke dunia bela diri,” ujarnya dalam salah satu wawancara dengan ESPN. Ia memulai perjalanan dengan tinju sebelum akhirnya beralih ke bela diri campuran (MMA). Bersama kakaknya, Daguir, Nassourdine pindah ke Paris pada usia 19 tahun untuk bergabung dengan MMA Factory, akademi bela diri terkenal yang pernah melahirkan nama besar seperti Francis Ngannou.

Imavov memulai karier profesional MMA pada 2016. Dalam empat tahun pertama, ia membangun reputasi dengan mencatatkan rekor 8-2, termasuk memenangkan gelar juara Thunderstrike Fight League di divisi welterweight. Salah satu momen gemilangnya datang pada 2019, ketika ia menghentikan mantan petarung UFC, Jonathan Meunier, di ARES FC 1, melalui kemenangan brutal di ronde pertama.

Namun, seperti kebanyakan petarung yang meniti jalan di UFC, karier Imavov tak selalu mulus. Ia mengalami beberapa kekalahan, termasuk melawan Phil Hawes dan Sean Strickland—petarung yang pernah mengalahkan Adesanya. Meski demikian, Nassourdine menunjukkan ketahanan mental luar biasa. Dalam rentetan kemenangannya belakangan ini, ia berhasil mengalahkan petarung tangguh seperti Joaquin Buckley, Roman Dolidze, dan Jared Cannonier.

Kesempatan Emas: Menghadapi Israel Adesanya

Pertarungannya melawan Israel Adesanya di UFC Fight Night 250, 1 Februari 2025 tentu menjadi sorotan besar. Laga itu memang perebutan gelar, mengingat Adesanya saat ini tidak lagi memegang sabuk juara setelah kalah dari Dricus du Plessis. Si Pongah itu bahkan jadi pecundang, dua kali berturut-turit di laga terakhirnya.

Pada September 2023, dalam UFC 293, Adesanya kehilangan gelar dalam pertandingan melawan Sean Strickland, melalui keputusan bulat. Seteah itu, ia malah tercekik kehabisan nafas kala menghadapi Dricus du Plessis, yang meng-KO-nya melalui submission di ronde keempat.

Namun, pertarungan itu tetap menjadi ujian besar bagi Imavov. “Adesanya adalah legenda hidup. Meski sudah kehilangan gelar, ia tetap salah satu striker terbaik di dunia. Ini adalah kesempatan emas bagi saya untuk membuktikan diri,” kata Imavov.

Adesanya sendiri mengakui kualitas lawannya. “Saya suka gaya bertarungnya. Dia sangat berbahaya dan serba bisa,” ujar mantan juara UFC asal Nigeria yang kini menetap di Selandia Baru itu. Dengan catatan rekor 15 kemenangan, empat  kekalahan, dan satu no contest, Imavov memang belum memiliki pengalaman sebesar Adesanya. Namun, dengan tren positif di beberapa laga terakhirnya, ia menjadi ancaman nyata bagi mantan juara dua kali tersebut.

Mentalitas Muslim

Nassourdine dikenal dengan gaya bertarung yang menggabungkan teknik striking presisi dan grappling solid. Dengan tinggi 191 cm dan jangkauan 75 inci, ia mampu memanfaatkan keunggulan fisiknya untuk mengendalikan jarak. Salah satu ciri khasnya adalah ketenangan di oktagon, yang memberinya julukan “The Russian Sniper.”

Dari segi kepribadian, Imavov adalah sosok yang tenang dan sederhana. Namanya, yang memiliki nuansa Islami, mengundang spekulasi tentang keimanannya. Dalam beberapa wawancara, ia tak segan mengungkapkan bahwa agama adalah bagian penting dalam hidupnya. “Islam mengajarkan saya untuk selalu rendah hati dan bersyukur,” kata Imavov. Ia juga kerap berbicara tentang pentingnya doa dan dedikasi sebagai landasan kesuksesannya.

Salah satu faktor kunci dalam perkembangan Nassourdine adalah waktunya selama di MMA Factory, di bawah asuhan Fernand Lopez. Selama bertahun-tahun, Lopez menjadi mentor yang membentuk gaya bertarungnya. Namun, pada 2023, Imavov memutuskan untuk beralih ke Nicolas Ott sebagai pelatih utama. Langkah itu diambil untuk mendapatkan perspektif baru dalam mengasah keterampilannya.

“Saya berutang banyak pada Fernand, tetapi setiap petarung membutuhkan perubahan untuk tumbuh lebih baik,” kata dia. Proses transisi ini tidak mudah, tetapi hasilnya mulai terlihat dengan performa solid di beberapa pertarungan terakhir.

Adesanya, yang pernah menjadi ikon dominasi di kelas middleweight, kini tengah berusaha kembali setelah mengalami kekalahan beruntun. Dalam wawancara di kanal YouTube-nya, ia mengakui bahwa dua kekalahan terakhirnya membentuk pola pikir yang lebih matang. “Sekarang, saya hanya fokus pada pertarungan. Saya tidak lagi terbebani emosi,” ujarnya.

Meski tidak ada “beef”—selisih, konflik—di antara keduanya, Imavov menyadari bahwa mengalahkan Adesanya bukan tugas mudah. “Dia sangat pintar. Jika Anda membuat satu kesalahan kecil saja, dia akan menghukum Anda,” katanya.

Pertarungan nanti lebih dari sekadar duel antara dua petarung. Bagi Nassourdine, ini adalah kesempatan untuk keluar dari bayang-bayang nama besar seperti Nurmagomedov dan Chimaev, yang sama-sama Muslim. “Saya tidak ingin dibandingkan dengan siapa pun. Saya ingin dikenal sebagai Nassourdine Imavov, seorang petarung yang berjuang dengan hati dan dedikasi,” katanya, tegas.

Dengan latar belakang sederhana, kerja keras tanpa henti, dan keyakinan yang kuat, Nassourdine “The Russian Sniper” Imavov siap membuktikan bahwa ia layak berada di panggung utama UFC. Pertanyaannya, mampukah ia menjawab tantangan terbesar dalam kariernya ini?