Gallery

Siapa Orang Indonesia yang Pertama Kali Berangkat Haji?

Ibadah Haji merupakan rukun Islam ke lima. Meski hanya wajib bagi yang mampu, banyak umat muslim berusaha keras agar dapat menginjakkan kaki di tanah suci.

Kita sering mendengar seorang petani atau pedagang kecil yang tekun menabung selama puluhan tahun demi dapat berangkat haji. Namun, walaupun uang telah dikantongi, calon jemaah haji tak bisa serta merta berangkat karena terhambat masa tunggu.

Masa Tunggu Haji 9- 46 Tahun

Masa tunggu ibadah haji di Indonesia sangat panjang. Paling singkat 9 tahun dan paling lama 46 tahun. Ini terjadi karena membludaknya antrean calon jemaah yang sudah mendaftar.

Padahal dibanding negara lain, Indonesia mendapat kuota jemaah haji terbanyak. Arab Saudi menetapkan kuota haji jemaah asal Indonesia sebanyak 100.051.

Bahkan pada tahun ini kuota jemaah dua kali lipat menjadi 221.000. Penambahan jumlah ini dampak Pandemi Covid-19 karena Arab Saudi melarang negara lain masuk ke kota Mekkah.

Masa Tunggu Tiap Provinsi

Berikut masa tunggu setiap provinsi berdasarkan data Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji per 23 Februari 2022:

  1. Aceh, 31 tahun
  2. Sumatera Utara, 19 tahun
  3. Riau, 24 tahun
  4. Kepri, 21 tahun
  5. Jambi, 30 tahun
  6. Sumatera Barat, 23 tahun
  7. Bengkulu, 14-31 tahun
  8. Sumatera Selatan, 22 tahun
  9. Bangka Belitung, 25 tahun
  10. Lampung, 21 tahun
  11. DKI Jakarta, 25 tahun
  12. Banten, 25 tahun
  13. Jawa Barat, 16-27 tahun
  14. Jawa Tengah, 29 tahun
  15. Jawa Timur, 32 tahun
  16. Yogyakarta, 30 tahun
  17. Bali, 26 tahun
  18. NTB, 34 tahun
  19. NTT, 22 tahun
  20. Kalimantan Barat, 13-24 tahun
  21. Kalimantan Tengah, 25 tahun
  22. Kalimantan Selatan, 36 tahun
  23. Kalimantan Timur, 12-38 tahun
  24. Kalimantan Utara, 15-35 tahun
  25. Sulawesi Barat, 18-36 tahun
  26. Sulawesi Tengah, 21 tahun
  27. Gorontalo, 16 tahun
  28. Sulawesi Utara, 16 tahun
  29. Sulawesi Tenggara, 25 tahun
  30. Sulawesi Selatan, 22-46 tahun
  31. Maluku Utara, 13-24 tahun
  32. Maluku, 12-17 tahun
  33. Papua Barat, 9-25 tahun
  34. Papua, 23 tahun

Perjalanan religi masyarakat Indonesia ke tanah suci sudah ada sebelum masuknya penjajahan Belanda. Namun, tidak ada data pasti siapa orang Indonesia pertama yang pergi menunaikan rukun Islam kelima itu.

Peneliti asal Belanda, Martin van Bruinessen, dalam artikelnya Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci: Orang Nusantara Naik Haji, menuliskan, pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, jumlah orang Nusantara yang berhaji berkisar antara 10 dan 20 persen dari seluruh jemaah.

Malah pada dasawarsa 1920-an sekitar 40 persen dari seluruh jemaah berasal dari Indonesia. Masih menurut Martin, orang Indonesia yang tinggal bertahun-tahun atau menetap di Mekkah, umumnya untuk menuntut ilmu agama.

Jumlah mereka cukup banyak ketika itu. Bahkan pada tahun 1860, bahasa Melayu menjadi bahasa kedua di Mekkah, setelah bahasa Arab.

Sumber lain menyebutkan, Bratalegawa menjadi orang pribumi pertama yang melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci. Ia berangkat pada abad ke-13 atau sekitar tahun 1380. Informasi ini didapat dari naskah kuno Purwaka Caruban Nagari dan Negara Kertabumi.

Sementara dalam catatan sejarah lainnya, tepatnya di era kolonialisme Belanda, Pangeran Abdul Dohhar, putra dari Sultan Ageng Tirtayasa, disebutkan menjadi orang Indonesia pertama yang melaksanakan ibadah haji. Ia berangkat haji pada tahun 1630 menggunakan kapal laut dengan waktu perjalanan selama dua tahun.

Berangkat Haji Menggunakan Kapal Laut

Masih menurut Martin van Bruinessen, dalam artikelnya Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci: Orang Nusantara Naik Haji, pada abad ke 19 dan abad ke-20 calon jemaah memerlukan waktu yang lama dan perjalanan laut yang membahayakan.

Perjalanan haji harus dilakukan dengan perahu layar, yang sangat tergantung kepada musim. Setelah itu menumpang kapal dagang. Tak hanya satu kapal dagang yang dinaiki tetapi berganti-ganti.

Martin menuliskan, mereka akhirnya bersandar di Aceh, pelabuhan terakhir di Indonesia. Inilah yang menjadikan Aceh dijuluki Serambi Mekkah.

Selanjutnya calon jemaah menunggu kapal ke India. Di India mereka kemudian mencari kapal yang bisa membawa mereka ke Hadramaut, Yaman atau langsung ke Jeddah.

Perjalanan ini bisa makan waktu setengah tahun sekali jalan, bahkan lebih.

Para calon jemaah haji selama perjalanan berhadapan dengan bermacam-macam bahaya. Tidak jarang perahu yang mereka tumpangi karam dan penumpangnya tenggelam atau terdampar di pantai tak dikenal.

Musafir yang sudah sampai ke tanah Arab belum aman, karena di sana suku-suku Badui sering merampok rombongan yang menuju Mekkah. “Tidak jarang juga wabah penyakit melanda jemaah, di perjalanan maupun di tanah Arab.

Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, memasuki abad ke-19, ibadah haji menggunakan kapal uap Belanda. Bahkan, saking banyaknya jemaah haji, pemerintah Belanda menyediakan kapal uap khusus yang mengangkut jemaah haji.

Saat itu, perjalanan haji dengan kapal uap hanya butuh waktu 6 bulan, dengan biaya sekitar 1.000 gulden atau Rp70 juta saat ini.

Durasi perjalanan yang cukup lama, membuat banyak jemaah haji yang terjangkit penyakit seperti cacar, beri-beri, dan bronkitis, bahkan ada yang sampai meninggal.

Indonesia Berangkatkan Haji Pertama Secara Resmi

Momen keberangkatan haji yang patut kita kenang adalah pemberangkatan haji pertama kali setelah Indonesia merdeka.

Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Misi Haji I Republik Indonesia, pada tahun 1948 atau 3 tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.

Rombongan berangkat pada pukul 02.00 WIB melalui jalur udara dari Pelabuhan Udara Maguwo Yogyakarta menuju ke Bangkok dengan menggunakan pesawat carteran milik “Pacific Overseas Airlines Service” (POAS).

Selanjutnya perjalanan ditempuh dengan pesawat KLM menuju ke barat, ke Kalkuta (India) dan Karachi (Pakistan) sebelum turun di Kairo (Mesir). Ada hal menarik dari perjalanan haji ini. Masing-masing orang berbekal uang Rp3.500.

Masjidil Haram Dulu dan Sekarang

Kawasan Masjidil Haram jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, tentu saja tidak semegah sekarang. Hanya ada tenda-tenda sederhana di sekeliling Ka’bah.

Ibadah sa’i tidak dilakukan di dalam kawasan Masjidil Haram, melainkan di bagian luarnya. Banyak pedagang yang turut berjualan di sekitar kawasan Masjidil Haram.

Jemaah haji juga harus menyiapkan perbekalan masing-masing, mulai dari memasak, mencuci alat makan, hingga mencuci pakaian.

Pada saat wukuf di Arafah, mereka mendirikan tenda-tenda secara mandiri yang totalnya hingga 20.000 tenda. Menjelang petang, jemaah haji berjalan kaki ke Muzdalifah yang jaraknya sekitar 10 kilometer dari Arafah.

Dulu, tempat melempar jumrah bercampur baru dengan pedagang dan penjual hewan ternak yang lalu lalang.

Kini perjalanan haji sangat mudah dan singkat. Namun Indonesia masih harus berjuang melobi pemerintah Arab Saudi untuk menambah jumlah kuota agar masa tunggu calon jemaah bisa menjadi lebih singkat.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button