News

Siapa Penembak Pertama Yosua di Jumat Berdarah 8 Juli: Sambo atau Richard Eliezer?

Tujuh puluh delapan adegan rekonstruksi pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat telah direkaulang pada Selasa, 30 Agustus lalu. Semua itu tak juga mampu membuka kebingungan public seputar kasus ini.

Biarlah urusan motif pembunuhan—yang sejatinya selalu menjadi urusan basic setiap kejahatan cerita kriminalitas dan detektif—kita kesampingkan dulu. Yang tak kurang pentingnya pun masih remang tersaput kabut: siapa penembak pertama, Ferdi Sambo (FS) ataukah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (RE)?

Mungkin anda suka

Kita menyaksikan, dalam rekaulang kemarin barangkali ada dua versi tentang siapa penembak pertama itu. Saya tegaskan kata BARANGKALI pun bukan tanpa hujjah.

Reporter Inilah.com di lapangan melaporkan, pada Selasa lalu itu sejatinya rekonstruksi digelar semi-semi tertutup. Bahkan dari pemberitaan kita tahu, pengacara Brigadir J, antara lain, Kamarudin Simanjuntak, mengaku dilarang polisi menyaksikannya. Wartawan pun tidak sepenuhnya bisa mengakses leluasa proses rekonstruksi. Mereka hanya bisa menyaksikan proses tersebut via layar, di mana TV Presisi, saluran televisi Polri, menayangkan adegan yang tengah direkonstruksi.

Dari lapangan reporter kami melaporkan, pada saat penayangan rekonstruksi sedang menunjukkan Bharada Richard Eliezer berada di ruang tengah bersama Brigadir J dan FS. Saat Yosua dalam kondisi berlutut, menunduk memohon ampun di bawah todongan senjata, tayangan terhenti tiba-tiba. Yang muncul kemudian justru iklan soal Presisi Polri. “Cukup lama, sekitar 3-4 menit,” lapor reporter kami ke Newsroom Inilah.com. Padahal, saat itu adegan seharusnya sedang menunjukkan detik-detik Brigadir J menjemput ajal.

Versi kedua, kita tahu, sepenuhnya adalah adegan pembunuhan versi FS. Versi ini pula yang kemudian dibuat Polri dalam bentuk animasi sepanjang 2.05 menit. Dalam versi yang dibagikan Polri tersebut terlihat adegan saat FS menyuruh langsung RE Yosua. Awalnya, Ferdy Sambo datang ke rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan, dengan memakai sarung tangan hitam, dan menenteng pistol di saku kanan celananya. Sampai di rumah, FS memanggil Bripka Ricky Rizal, Bharada RE dan sopir Kuat Maruf untuk berkumpul di dalam rumah dekat meja makan. Setelah itu, dia memerintah memanggil Yosua yang tengah berada di taman masuk ke dalam rumah.

Saat Yosua sudah berada di dekat tangga, FS langsung membentak Yosua. “Kamu tega sekali sama saya! Kamu kurang ajar sekali sama saya!” kata FS kepada Yosua, dalam video tersebut. Tak lama, FS langsung memerintahkan RE menembak rekannya itu. “Woi kamu tembak! Kau tembak cepat! Cepat woi, kau tembak!” perintah FS kepada RE.

Alhasil, setelah rekonstruksi bukannya kabut itu buyar membawa kejelasan pandangan, namun menambah misteri baru. Paling tidak, muncul dua pertanyaan: mengapa harus ada tayangan iklan yang mengganggu rekonstruksi yang hanya bisa diikuti via penayangan layar itu? Mengapa juga Polri hanya membagikan satu versi pembunuhan, bukan–paling tidak—dua versi sebagaimana yang telah bergulir sebagai informasi ke public selama ini?    

Kini bahkan public melihat ada perbedaan pandangan antara Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang siapa penembak pertama Brigadir Yosua. Bila dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR, Kapolri Sigit menyampaikan indikasi FS-lah penembak pertama, Kabareskrim kini memiliki penilaian sebaliknya. Tamtama polisi itulah penembak pertama koleganya, sebagaimana diperintahkan FS. Satu hal yang kemudian dibantah RE melalui pernyataannya kepada aparat Polri yang menginterogasinya. 

Perbedaan pandangan tersebut terlihat ketika Kabareskrim Agus menyebutkan, rilis video animasi peristiwa penembakan dari Polri merupakan peristiwa sesungguhnya yang terjadi pada Jumat jahanam 8 Juli 2022. Video itu menggambarkan Bharada RE sebagai penembak pertama, sedangkan FS hanya pemberi perintah dan penembak terakhir. Di lain sisi, pada saat rapat dengan DPR, Kapolri mengangkat pengakuan Bharada RE yang menyatakan melihat Brigadir Yosua sudah bersimbah darah di hadapan FS manakala ia masuk ruangan berlangsungnya adegan keji tersebut.

Dan Polisi tampaknya sudah memilih. “Yang benar (yang) di animasi,” kata Agus kepada wartawan, Rabu (31/8) lalu. Komjen Agus mengatakan, situasi yang diadegankan dalam rekonstruksi itu dibuat berdasarkan keterangan Bharada RE. Menurut Agus, RE sudah dua kali membuat pengakuan tertulis. “Keterangan awal E begitu. Yang bersangkutan menuangkan di kesaksian. Dua kali yang bersangkutan menuangkan pengakuan tertulis. Yang kedua itu yang dituangkan dalam BA (berita acara) Pemeriksaan yang bersangkutan,” kata Komjen Agus.

Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, punya sikap dalam soal ini. Ia  menegaskan, secara hukum seluruh tersangka memiliki hak ingkar, dan wajar memiliki versi sendiri dalam peristiwa hukum. Penyidik Timsus-lah  kemudian yang diharapkan tidak gampang mengikuti alur atau skenario tersangka, apalagi mengaburkan fakta pembunuhan anggota Polri ini.

“Makanya yang terpenting adalah profesionalisme dan integritas penyidik untuk menemukan bukti-bukti yang lebih memperkuat,” ujar Bambang.

Akhirnya, sebagaimana tulisan lain, artikel ini pun harus diakhiri dengan mengembalikan urusan pada niat baik Polri sendiri untuk memperbaiki dan mereformasi diri. Tapi tidakkah semua ini cukup membuat nurani para petinggi Polri tergetar dan benar-benar akan membuat mereka jujur dan transparans? (Tim Inilah/com)

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button