Sindir Kepala Bapanas dan Dirut Bulog, Demonstran Bawa Kandang Tikus Makan Beras saat Demo di KPK


Ratusan demonstran yang tergabung dalam Studi Demokrasi Rakyat (SDR) menunjukkan kandang berisikan tikus yang memakan beras saat menggelar aksi di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (5/7/2024). Massa kembali menggeruduk KPK mendesak segera mengusut dugaan korupsi impor beras yang melibatkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Dirut Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.

Kandang yang berisikan tikus itu dibawa langsung oleh Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto bersama beberapa rekannya yang juga ikut dalam aksi tersebut.

Salah seorang Tenaga Ahli KPK menemui Hari dan menanyakan maksud dari kandang tikus tersebut. “Simbol mafia berasa impor pak,” kata Hari.

Lantas, Tenaga Ahli KPK itu meminta Hari kembali menunjukkan domumen aduan yang sebelumnya diserahkan ke KPK. Ia pun meminta agar Hari menanyakan kembali terkait progres laporan ke Divisi Pengaduan Masyarakat KPK.

“Bapak silakan ke tenaga ahli, semuanya untuk tahu progresnya bisa dari sana,” ujar salah seorang Tenaga Ahli KPK.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto melaporkan Arief dan Bayu ke KPK, Rabu (3/7/2024).

Adapun dua klaster kasus impor beras dilaporkan yaitu mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun. Serta, juga dilaporkan dalam dugaan kerugian negara akibat demurrage (denda) impor beras senilai Rp294,5 miliar.

Hari menjelaskan duduk perkara kasus mark up impor beras, perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group yang memberikan penawaran untuk 100.000 ton beras seharga 538 dolar AS per ton dengan skema FOB dan 573 dolar AS per ton dengan skema CIF.

Namun sejumlah data yang dikumpulkan menyebut, harga realisasi impor beras itu jauh di atas harga penawaran. Dugaan mark up ini juga diperkuat dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada Maret 2024, Indonesia sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai 371,60 juta dolar AS.

Artinya Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata 655 dolar AS per ton. Dari nilai ini, lanjut Hari, ada selisih harga atau dugaan mark up senilai 82 dolar AS per ton.  

Jika kita mengacu harga penawaran beras asal Vietnam, maka total selisih harga sekitar 180,4 juta dolar AS. Jika menggunakan kurs Rp15.000 per dolar, maka estimasi selisih harga pengadaan beras impor diperkirakan Rp2,7 triliun.

Sementara itu, masalah dugaan kerugian negara akibat demurrage (denda) pelabuhan impor beras senilai Rp294,5 miliar. Hari membeberkan, kerugian ini akibat tertahannya 490 ribu ton beras impor Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, pada pertengahan hingga akhir Juni 2024.

“Beredar informasi yang masih diperlukan pendalaman, penyebab utama dari keterlambatan bongkar muat yang berujung denda atau demurage ini akibat kebijakan dari Kepala Bapanas yang mewajibkan Bulog menggunakan peti kemas (kontainer) dalam pengiriman beras impor ini. Ini dituding menyebabkan proses bongkar lebih lama dari cara sebelumnya yang menggunakan kapal besar tanpa kontainer,” beber Hari.