Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menetapkan kriteria khusus bagi sosok yang ingin menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi calon presiden (capres) Ganjar Pranowo. Syarat ini terkait kemampuan menyatu dan bisa saling melengkapi.
“Zaman Bung Karno dulu (dengan) Bung Hatta merupakan dwi tunggal yang tidak tergantikan. Kemudian kita melihat bagaimana kesesuaian, chemistry, saling melengkapi,” kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2023).
Ia pun mencontohkan saat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri “dijodohkan” oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan Hamzah Haz pada tahun 2001 lalu. Kala itu, Hamzah Haz menjadi wapres mendampingi Megawati Soekarnoputri sebagai presiden untuk masa jabatan 2001-2004. Menurut Hasto, duet Mega dan Hamzah merupakan wujud kesatuan kepemimpinan.
“Jika salah satu batuk, yang lain ikut batuk. Maka kemudian beliau (Megawati) berpesan ‘Pak Hamzah kalau nanti memimpin sidang, kalau saya mau ambil keputusan sebelum ketuk palu, kalau ada sesuatu yang kurang berkenan tolong saya dikasih kode’,” ujar Hasto meniru gaya berbicara Mega.
“Ini kan menunjukan kesatupaduan kepemimpinan yang luar biasa. Lalu Pak Hamzah nanya ‘kodenya bagaimana Bu? saya dikasih (kode) misalnya dengan menyentuh tangan (Megawati)’,” kata lanjut Hasto menceritakan percakapan Megawati dengan Hamzah Haz.
Hasto memandang, hal-hal semacam itu tentu menjadi nilai positif. Dengan kata lain, bagaimana posisi wapres sesuai konstitusi akan membantu presiden sebagai Kepala Negara. “Sehingga perannya sangat penting, untuk itu kesatupaduan pimpinan ini menjadi hal yang sangat penting,” tegas Hasto.
Dia memastikan, PDIP tak akan mengusung capres dan cawapres sendirian, melainkan membentuk koalisi dengan parpol lain. “Karena kami taat pada konstitusi bahwa presiden dan wapres dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Bukan dengan orang per orang,” kata Hasto menambahkan.
Beri Komentar (menggunakan Facebook)