Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menggelar konferensi pers terkait penetapan eks Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap eks caleg PDIP, Harun Masiku.
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengungkapkan hal ini, namun belum memastikan jadwalnya. “Secepatnya kita konpers,” ujar Fitroh saat dihubungi wartawan, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Ia menjelaskan bahwa pengumuman tersangka di bawah kepemimpinan baru KPK periode 2024-2029 akan dilakukan resmi setelah terbitnya surat perintah penyidikan (sprindik). Hal ini berbeda dengan kebijakan pimpinan KPK periode 2019-2024 yang mengumumkan identitas tersangka bersamaan dengan konferensi pers penahanan. “Pengumuman tersangka segera setelah terbitnya sprindik dan tidak harus menunggu penahanan,” kata Fitroh.
Sebelumnya diberitakan, Hasto telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap terkait Harun Masiku, buronan KPK. Ia diduga terlibat dalam suap terhadap Komisioner KPU untuk memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI.
Kabar penetapan Hasto sebagai tersangka telah beredar di kalangan wartawan. Informasi menyebutkan bahwa penetapan ini tercantum dalam surat perintah penyidikan bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024, tertanggal 23 Desember 2024. Penetapan tersebut dilakukan setelah ekspose perkara pada 20 Desember 2024, atau sehari setelah pimpinan baru KPK mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam surat tersebut, Hasto diduga memberikan suap bersama Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap itu berkaitan dengan pergantian antarwaktu anggota DPR.
Kasus ini bermula saat Nazarudin Kiemas, caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan I, meninggal dunia. KPU mengalihkan suara Nazarudin kepada caleg PDIP lainnya, Riezky Aprilia. Namun, pleno PDIP menginginkan Harun Masiku menggantikan Nazarudin. PDIP bahkan mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) dan menyurati KPU, meskipun KPU tetap melantik Riezky.
Uang suap diduga diberikan kepada Wahyu Setiawan untuk mengubah keputusan KPU tersebut. KPK kemudian melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020, menangkap delapan orang, termasuk Harun Masiku dan Wahyu Setiawan. Wahyu didakwa menerima suap sebesar SGD 57.350 (sekitar Rp 600 juta) dari Harun melalui kader PDIP, Saeful Bahri.
Pernah Disebut dalam Persidangan
Dalam dakwaan terhadap Saeful Bahri, Hasto disebut memerintahkan penasihat hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah, untuk menyurati KPU agar meloloskan Harun sebagai anggota DPR lewat jalur PAW. “Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku penasihat hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI,” demikian tertulis dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK pada 2 April 2020.
Hasto diduga memberikan Rp400 juta kepada Saeful melalui Donny untuk memperlancar proses tersebut. Selain itu, Saeful melaporkan penerimaan uang dari Harun kepada Wahyu kepada Hasto.
Saeful Bahri juga mengaku berkomunikasi dengan Hasto melalui WhatsApp pada 16 Desember 2019 terkait uang untuk Wahyu Setiawan. Dalam percakapan itu, Hasto disebut menginformasikan bahwa terdapat uang Rp600 juta, dengan Rp200 juta di antaranya digunakan untuk uang muka program “penghijauan”.
“Kebetulan saat itu partai punya program penghijauan, kemudian Pak Hasto menugaskan saya di situ,” ujar Saeful dalam persidangan tahun 2020.
Dalam persidangan lain, Donny Tri Istiqomah mengakui pernah meminta Saeful bertemu dengan Riezky Aprilia di Singapura untuk membujuknya mundur sebagai anggota DPR agar posisinya digantikan oleh Harun Masiku. “Inisiatif saya, saya minta beliau menemui Bu Riezky untuk mencari titik temu,” kata Donny. Namun, ia berdalih langkah tersebut tidak disetujui oleh Hasto karena dinilai melanggar hukum.