Sri Mulyani Lebih Yakin Amerika Kena Resesi Duluan, Pamor Dolar AS Meredup


Tak sedang bercanda, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan posisi dolar AS (US$) mulai kehilangan pamor pas kebijakan tarif resiprokal ugal-ugalan dari Presiden AS, Donald Trump.

Para investor atau pelaku pasar keuangan, kata dia, mulai berpaling dari dolar AS yang saat ini dinilai sebagai aset aman di tengah gejolak perekonomian dunia. Hal itu tercermin dari terus merosotnya indeks dolar (DXY Index), sementara volatilty index (VIX Index) terus naik.

Asal tahu saja, DXY index merupakan ukuran nilai dolar AS terhadap sekeranjang mata uang utama dunia, seperti euro, yen Jepang, maupun poundsterling Inggris. Sementara VIX Index merupakan indikator global yang mengukur volatilitas pasar secara keseluruhan.

“Jadi kepercayaan terhadap dolar AS juga mulai menurun, tidak lagi 100 persen. Di sisi lain, VIX Index meningkat,” kata Sri Mulyani di Jakarta, dikutip Minggu (13/4/2025).

Menurunnya kepercayaan pelaku pasar global terhadap dolar AS ini, lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, diikuti dengan semakin tingginya kemungkinan AS masuk ke jurang resesi.

Sri Mulyani mengatakan, perkiraan berbagai lembaga investasi dunia menyebut potensi perekonomian AS memasuki resesi mengalami peningkatan menjadi 60 persen. Semakin tingginya potensi resesi di AS dipicu kebijakan ‘ngawur’ dari Trump. Misalnya, penerapan tarif resiprokal tinggi terhadap berbagai negara termasuk Indonesia yang dikenakan tarif impor hingga 32 persen.

“JP Morgan, Goldman Scahs, semuanya mengatakan AS kemungkinan masuk ke resesi. Probabilitasnya naik ke 60 persen, tadinya di bawah 50 persen,” tutur Sri Mulyani.

Di tengah tingginya risiko resesi di AS, kata Sri Muyani, risiko resesi untuk Indonesia justru kecil.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, probabilitas resesi yang dihadapi Indonesia hanya 5 persen. Angkanya sama dengan Malaysia. Lebih rendah ketimbang potensi resesi Jepang yang mencapai 30 persen. Atau Meksiko 54 persen, Jerman 50 persen, Kanada 48 persen, dan Rusia 25 persen.

“Probability risk recession meningkat, namun Indonesia masih relatif rendah di 5 persen, kata Menko Airlangga dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Prabowo Subianto di Jakarta, Selasa (8/4/2025).