Sri Mulyani Teken BMAD untuk Ubin Keramik China Meski Angkanya Receh, Beda dengan Meksiko dan AS


Meski terlambat, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani akhirnya meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2024 yang menetapkan tarif bea masuk anti dumping (BMAD) untuk ubin keramik impor asal China. Nilainya masih rendah alias receh.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto mengapresiasi keputusan Sri Mulyani ini, sebagai bentuk perlindungan dari tindak perdagangan curang.

Hanya saja, menurut Edy, besaran tarif BMAD ini, jauh dari ekspektasi industri keramik tanah air.  “Kami tetap memandang positif meskipun besaran BMAD yang ditetapkan hanya berkisar 35 – 50 persen. Di mana, besarannya masih di bawah harapan Asaki,” kata Edy, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Selanjutnya Edy membandingkan dengan sejumlah negara yang menerapkan BMAD lebih tinggi. Pertanda bahwa mereka sangat serius dalam melindungi industri dalam negerinya. “Misalnya Meksiko dan Amerika Serikat, besaran BMAD di atas 100 persen,” kata Edy.

Dia menilai, penetapan tarif BMAD ini, menjadi titik awal kebangkitan kembali industri keramik nasional yang ‘terkapar’ dalam 10 tahun terakhir. Sudah banyak pabrik keramik yang bangkrut, atau tingkat utilisasi produksinya benar-benar babak belur.

Edy melihat, usai penerapan BMAD atas impor ubin keramik asal China serta terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 36 Tahun 2024 tentang SNI Wajib akan segera memulihkan tingkat utilisasi produksi keramik nasional naik ke level 67-68 persen di akhir 2024, sebelumnya 63 persen.

“Kami punya target utilisasi produksi nasional pada 2025 bisa 80 persen. Kemudian naik lagi menjadi 90 persen pada 2026,” kata Edy.

Saat ini, kata Edy, kapasitas produksi terpasang industri keramik nasional menempati posisi 4 besar produsen keramik dunia dengan kapasitas produksi sebesar 675 juta meter persegi per tahun, di bawah China, India, dan Brazil.

“Namun, secara kapasitas produksi aktual kita masih tertinggal dan berada di nomor 8 besar dunia. Asaki menargetkan tahun 2025 bisa masuk sebagai Top 5 Manufacturing Countries versi Ceramic World Review,” jelas Edy.

Edy optimistis dengan terbitnya BMAD, SNI Wajib dan BMTP akan menarik investasi baru, baik dari domestik maupun luar negeri, terutama investor dari China. Pihaknya juga siap menyambut kehadiran pemain-pemain baru yang akan menanamkan modalnya di Indonesia dan menciptakan lapangan kerja baru.

Menurut Edy, kesempatan untuk ekspansi terbuka lebar di mana tingkat konsumsi keramik per kapita Indonesia masih di bawah rata-rata konsumsi keramik dunia per kapita yang berada di level 2,5 m2/kapita dan rata-rata konsumsi keramik per kapita di Malaysia dan Thailand sudah di atas 3 m2/kapita. Bahkan, Vietnam dan China sudah di atas 5 m2/kapita.

Melalui penetapan tarif ini, dia berharap Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan optimis dapat mendukung program pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di dalam pembangunan rumah rakyat 3 juta per tahun. Sebab, program tersebut membutuhkan produk-produk bahan bangunan seperti ubin keramik, genteng keramik dan sanitary ware.

“Asaki berharap perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan atau safeguard juga bisa tepat waktu di bulan November mendatang, karena sangat dibutuhkan untuk melengkapi presentase BMAD yang kurang maksimal,” imbuh dia.