Staf dan Penjaga Rumah Hasto akan Bersaksi di Sidang Hari Ini


Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua orang saksi dalam sidang lanjutan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).

Kedua saksi yang dihadirkan adalah Nurhasan, petugas keamanan di Rumah Aspirasi tempat Hasto berkantor, dan Kusnadi, staf pribadi Hasto.

“Nurhasan dan Kusnadi,” kata Jaksa KPK Budhi Sarumpaet melalui keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta.

Dalam surat dakwaan, jaksa mengungkap bahwa Hasto sempat memerintahkan mantan calon anggota legislatif dari PDIP, Harun Masiku, untuk bersembunyi di Kantor DPP PDIP guna menghindari operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada 8 Januari 2020.

Jaksa menjelaskan, perintah itu diberikan setelah Hasto mendapat informasi mengenai penangkapan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.

Mengetahui hal tersebut, Hasto langsung menghubungi Nurhasan yang berjaga di Rumah Aspirasi di Jalan Sutan Syahrir No. 12A—kantor yang kerap digunakan oleh Hasto—untuk segera menghubungi Harun Masiku.

Hasto juga memerintahkan Harun agar menenggelamkan ponselnya ke dalam air agar tidak dapat dilacak oleh tim penyelidik KPK. Selain itu, ia meminta Harun bersembunyi di Kantor DPP PDIP agar tidak terendus oleh lembaga antirasuah.

Jaksa mengungkap bahwa Nurhasan dan Harun bertemu di sekitar Hotel Sofyan Cut Meutia, Jakarta, atas perintah Hasto. Dari sana, mereka bergerak menuju Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Namun, pergerakan mereka terlacak melalui ponsel Nurhasan.

Dijelaskan juga, Kusnadi turut terlihat berada di PTIK. Meski begitu, KPK tidak berhasil menangkap Harun Masiku yang hingga kini masih berstatus buron.

Atas perbuatannya, Hasto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap itu diberikan bersama-sama oleh Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio.

Uang suap senilai Rp600 juta tersebut diberikan sebagai bagian dari kesepakatan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).

Perbuatan Hasto, menurut jaksa, merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.