News

Suap Pengurusan Perkara, KPK Periksa Pegawai MA sebagai Saksi Kasus Sudrajad Dimyati

suap-pengurusan-perkara,-kpk-periksa-pegawai-ma-sebagai-saksi-kasus-sudrajad-dimyati

Rabu, 21 Des 2022 – 11:08 WIB

Mungkin anda suka

kasus suap MA

Tersangka Hakim Mahkamah Agung (MA) nonaktif Sudrajad Dimyati (kiri) saat berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan perdana di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/10/2022). (Foto: Antara /Reno Esnir/wsj)

Penyidikan kasus suap pengurusan perkara atau makelar kasus alias markus di Mahkamah Agung (MA) yang menjerat tersangka Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD) kembali berlanjut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memanggil pegawai MA Rizki Andayani sebagai saksi dalam penyidikan kasus tersebut.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya hari ini memeriksa Rizki sebagai saksi dalam penyidikan dugaan kasus korupsi berupa suap pengurusan perkara di MA untuk tersangka SD dan kawan-kawan. “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta,” ucap Ali di Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Tak hanya Rizki, KPK juga memanggil dua saksi lainnya, yakni pengacara Ahmad Riyadh, dan pihak swasta Timothy Ivan Tri Yono.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan SD dan sembilan orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA itu.

Sebagai penerima ialah SD, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA yakni Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Tersangka selaku pemberi suap yaitu Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) sebagai pengacara serta dua pihak swasta/debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

KPK menjelaskan kasus ini bermula dari adanya laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang yang diajukan HT dan IDKS dengan diwakili kuasa hukumnya YP dan ES.

Saat persidangan di tingkat pengadilan negeri dan tinggi, HT serta ES belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut, sehingga mereka melanjutkan upaya hukum pada tingkat kasasi pada MA.

Pengajuan kasasi dilakukan pada tahun 2022 oleh HT dan IDKS dengan masih mempercayakan YP dan ES sebagai kuasa hukumnya.

Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES bertemu serta berkomunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan keduanya.

Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES, yaitu DY dengan adanya pemberian sejumlah uang. Selanjutnya, DY turut mengajak MH dan ETP untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.

KPK menduga DY dan kawan-kawan merupakan representasi dari SD dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA. Sementara itu, sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim berasal dari HT dan IDKS.

Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sekitar 202 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp2,2 miliar. Kemudian oleh DY, uang tersebut dibagi dengan pembagian, dia menerima sekitar sejumlah Rp250 juta, MH sekitar Rp850 juta, ETP sekitar Rp100 juta, dan SD sekitar Rp800 juta yang penerimaannya melalui ETP.

Dengan adanya penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP dan ES dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan Koperasi Simpan Pinjam Intidana pailit.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button