Ototekno

Subsidi Mobil Listrik, Diskon Besar bagi Si Kaya

Bagi Anda yang berminat memiliki mobil atau motor listrik, bergembiralah! Tak lama lagi pemerintah akan memberikan subsidi bagi kendaraan listrik. Subsidi ini seperti sebuah diskon besar yang sangat menggiurkan bagi orang kaya.

Kebijakan ini jelas dialamatkan bagi para orang kaya. Lihat saja kendaraan pribadi dengan sumber daya listrik ini memiliki harga tinggi di kisaran Rp240 juta ke atas. Bahkan untuk merek-merek tertentu harus ditebus di atas Rp600 juta. Harga mobil listrik berbasis baterai atau Battery Electric Vehicles (BEV) termurah yang dipasarkan di Indonesia sekitar Rp240 juta.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan pemerintah menyiapkan subsidi jumbo hingga Rp80 juta bagi masyarakat yang tertarik membeli mobil listrik. Sedangkan mobil separuh listrik alias hybrid, subsidinya hingga Rp40 juta.

Jadi kalau kebijakan ini dilaksanakan, jika mobil listrik yang berharga paling murah mendapat subsidi Rp80 juta, sama saja memberikan diskon 33 persen lebih. Wow! Siapa yang tidak tertarik dengan diskon ini karena pembeli bisa membawa pulang mobil listrik dengan mengeluarkan dana ‘hanya’ Rp160 juta.

Sementara insentif untuk pembelian motor listrik ditetapkan sebesar Rp8 juta, dan insentif untuk motor konversi menjadi motor listrik sebesar Rp5 juta. “Ini sangat penting. Belajar dari berbagai negara yang relatif maju dalam penggunaan kendaraan listrik, seperti Eropa. Mereka lebih maju dalam mobil listrik, karena pemerintahnya beri insentif. China dan Thailand juga berikan insentif,” kata Menperin Agus, Rabu (14/12/2022).

Pemerintah mensyaratkan subsidi itu diberikan terhadap kendaraan yang memiliki pabrik di Indonesia atau mobil listrik yang diproduksi di Indonesia. Sedangkan, ketentuan untuk kendaraan listrik yang berstatus completely built up (CBU) belum dijelaskan lebih lanjut.

Katanya sih alasan pemberian insentif pembelian kendaraan listrik untuk “memaksa” produsen mobil dan motor listrik dunia mempercepat realisasi investasinya di Indonesia. Juga optimalisasi nikel yang merupakan salah satu bahan baku utama untuk baterai kendaraan listrik. Kita ketahui bahwa cadangan nikel di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia.

Selain itu, percepatan penggunaan kendaraan listrik, juga dapat membantu kapasitas fiskal di APBN karena akan mengurangi subsidi untuk Bahan Bakar Minyak berbasis fosil. “Indonesia juga ingin membuktikan kepada komunitas global mengenai komitmen dalam pengurangan karbon dengan mengupayakan transisi ke kendaraan berbasis listrik,” katanya.

Untuk alasan terakhir ini memang unik sebagai upaya pamer — anak muda menyebutnya dengan istilah flexing — bahwa Indonesia serius dalam komitmen pengurangan emisi karbon. Berarti pula bahwa orang kaya bakal bisa flexing memamerkan kendaraan listrik miliknya.

Tak bisa terelakkan, wacana pemberian subsidi jumbo pembelian mobil dan motor listrik pun menuai kesan negatif yang dianggap mengistimewakan kepentingan ‘orang kaya’. Apalagi kondisi keuangan pemerintah sedang tidak baik-baik saja. Wacana itu dinilai hanya akan menguntungkan pihak pengusaha dan orang-orang kaya sementara masyarakat kecil tidak mendapat keuntungan apa-apa.

Infrastruktur belum siap

Yang perlu mendapat perhatian dan prioritas dalam pengembangan penggunaan green energy justru membangun ekosistem dan infrastruktur yang komprehensif. Saat ini infrastruktur kendaraan listrik masih belum siap dan bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.

Kemenperin mencatat populasi kendaraan listrik di Indonesia per September 2022 sudah lebih dari 25 ribu unit. Data ini hanya kendaraan listrik, tidak termasuk hybrid atau lainnya. Detailnya adalah 21.668 unit motor listrik dan 3.317 unit mobil listrik. Sementara jumlah SPKLU yang tersedia hingga akhir Agustus 2022 baru 346 unit yang tersebar di 295 lokasi.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani menyarankan agar pemerintah menunda subsidi pembelian kendaraan listrik. Alasannya, momentum kebijakan tersebut tidak tepat. Saat ini, pemerintah perlu fokus memperkuat daya beli di tengah kenaikan harga barang.

“Pemberian subsidi (pembelian kendaraan listrik) tidak terlalu urgent. Tidak memberikan dampak ganda (multiplier effect) bagi perekonomian dalam negeri,” ucap Aviliani.

Pemerintah, kata Aviliani, sebaiknya fokus untuk memberikan insentif, agar industri perakitan dan infrastruktur kendaraan listrik berkembang pesat. Perbanyak jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).

“Kalau industri perakitan di dalam negeri belum ada, ujung-ujungnya pemerintah harus impor kendaraan listrik. Artinya, program itu tidak memberikan nilai tambah perekonomian nasional. Justru memperbesar ketergantungan impor,” imbuhnya.

Pemerintah sendiri tak mau dianggap kebijakan ini mengutamakan para pemilik uang banyak. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu berdalih, kebijakan pemberian subsidi yang berasal dari APBN itu tidak lantas mencoreng rasa keadilan anggaran.

Febrio beralasan dari keseluruhan postur APBN, pemerintah tetap memprioritaskan pembangunan SDM yang di dalamnya terdapat sektor pendidikan dan kesehatan.

“Untuk modal manusia itu, APBN cukup besar. Pendidikan sekitar 20 persen, belanja kesehatan semakin tinggi di atas 5 persen. Sedangkan untuk PKH (Program Keluarga Harapan), dalam beberapa tahun terakhir dianggarkan Rp120-130 triliun,” kata Febrio.

Selebihnya, anggaran pun dikucurkan secara besar-besaran untuk pengadaan infrastruktur yang menyentuh lebih dari Rp300 triliun.

Kebijakan pemerintah soal subsidi mobil dan motor listrik ini sebenarnya belum final. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui saat ini pemerintah masih melakukan pembicaraan, dan penghitungan yang cermat. “Saya mengikuti itu. Saya sampaikan semuanya masih dihitung,” kata Sri Mulyani, Kamis (15/12/2022).

Saat ini, kata dia, pemerintah sedang memperhitungkan dukungan untuk pembangunan industri kendaraan listrik di Indonesia. Artinya, bukan hanya insentif untuk pembelian kendaraan listriknya saja yang dibahas.

Rencananya, besaran subsidi kendaraan listrik dimasukkan dalam APBN 2023. “Kita sedang menghitung struktur insentif yang diberikan, dampaknya ke APBN. Karena itu dimasukkan ke 2023 (APBN),” jelasnya.

Kebijakan yang bisa dikatakan sebagai ‘hadiah’ bagi si kaya ini, ada baiknya ditinjau ulang. Bukankah salah satu prinsip dalam penyusunan anggaran adalah keadilan? Bukankah pula prinsip green energy berlaku untuk semua tidak hanya untuk orang kaya saja?

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button