Sudah Ada 14 Kasus COVID-19 Subvarian EG.5 di Indonesia, Masyarakat Diimbau Taat Prokes

Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menyebutkan jika tren kenaikan COVID-19 di Ibu Kota disebabkan karena subvarian baru Eris atau EG.5 dan EG.4.

Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes DKI Ngabila Salama mengatakan, sedikitnya sudah ada 14 kasus baru COVID-19 yang dipicu akibat dua subvarian tersebut. Namun, Ngabila menegaskan, kondisi ini masih terkendali.

“Ditemukan 80 kasus positif pada 27 November-3 Desember 2023 di DKI Jakarta. 90 persen bergejala ringan, 10 persen bergejala sedang dan dirawat di RS. Kondisi sangat terkendali. EG.5 dan EG.4 masih yang dominan ditemukan di Jakarta dengan masing-masing sudah 14 kasus ditemukan,” kata Ngabila kepada Inilah.com, Jakarta, Senin (11/12/2023).

Sebelumnya, berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 6 Desember 2023, rata-rata kasus harian COVID-19 bertambah sebanyak 35-40 kasus. 

Sementara, pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit tercatat antara 60-131 orang. Dengan tingkat keterisian rumah sakit saat ini sebesar 0.06 persen dan angka kematian 0-3 kasus per hari.

Kenaikan kasus ini didominasi oleh subvarian Omicron XBB 1.5 yang juga menjadi penyebab gelombang infeksi COVID-19 di Eropa dan Amerika Serikat. Selain varian XBB Indonesia juga sudah mendeteksi adanya subvarian EG2 dan EG5.

Meskipun ada kenaikan, namun kasus ini masih jauh kebih rendah dibandingkan saat pandemi yang mencapai 50.000 sampai 400.000 kasus per minggu.

Belakangan, Dinkes DKI melaporkan dua kematian akibat COVID-19 pada Senin (11/12/2023). Dua kasus kematian yang dilaporkan merupakan lansia dengan riwayat komorbid.

Sementara, satu di antara dua pasien meninggal tercatat belum menerima vaksin COVID-19 sama sekali.

Ngabila pun meminta masyarakat untuk disiplin protokol kesehatan, dengan menggunakan masker, rajin mencuci tangan serta hindari kerumunan dengan membatasi kontak dengan orang banyak, terutama di tempat-tempat ramai.

Ia juga mendorong masyarakat, terutama kelompok berisiko untuk segera melengkapi vaksinasi empat dosis, guna mencegah keparahan hingga risiko meninggal dunia.

Adapun orang dengan berisiko sambungnya yakni pralansia usia diatas 50 tahun, orang dengan komorbid, hipertensi, stroke, penyakit jantung, kanker, gagal ginjal kronik, autoimun, TB, HIV, dan kondisi imunodefisiensi lainnya.

“Endemi lebih banyak menyerahkan tanggung jawab dan risiko kepada pribadi masing-masing. Jelang nataru, pascamasuknya Indonesia dalam fase endemi Juni 2023 lalu, maka pemerintah memiliki peran melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, menghimbau dan menyediakan,” terangnya.

Sumber: Inilah.com