Tingginya harga avtur membuat sepinya bisnis penerbangan di dalam negeri. Saat ini, menjadi perdebatan sengit antara Pertamina Patra Niaga melawan pemerintah.
“Pemerintah bersikeras bahwa sepinya bisnis airlines karena harga avtur mahal, mengakibatkan tiket mahal, berdampak kepada sepinya penumpang pesawat dalam negeri,” papar analias Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Jakarta, Sabtu (21/9/2024).
Namun, lanjut Salamuddin, Pertamina Patra Niaga (PPN) tidak mau disalahkan. Banyak komentar yang membandingkan harga avtur dengan Singapura dan negara ASEAN lainnya.
Alhasil perdebatan antara pemerintah dengan PPN menemui jalan buntu alias sama sama tidak ada yang mau mengalah. Kelihatanya harga avtur yang mahal disebabkan banyak faktor non ekonomi, namun juga banyak masalah politik.
“Ada yang mengatakan, tidak ada pesaing dalam penjualan avtur sehingga tidak dapat diukur siapa yang paling efisien. Pasar tidak tahu, harga avtur Indonesia mahal atau tidak? Pembandingnya tidak ada katanya,” ungkap Salamuddin.
Pemerintah, kata dia, melihat bahwa keadaan ekonomi nasional sedang mengalami deflasi, atau penurunan harga secara umum. Kondisi ini merupakan cerminan dari daya beli yang melemah dalam empat bulan terakhir, selama 2024.
“Kalau harga transportasi mahal termasuk harga tiket pesawat mahal, yang notabene merupakan kebutuhan dasar penduduk, maka ekonomi akan makin melemah. Ekonomi justru menghadapi daya tekan yang kuat, bukan memperoleh daya ungkit,” paparnya.
Sementara dari sisi PPN, kata dia, mungkin beranggapan banyak faktor pembentuk harga diantaranya pajak, pungutan, terutama sekali rantai distribusi yang panjang dari kilang, ke perusahaan pengangkutan, hingga distributor dan akhirnya ke konsumen, yang di selanya banyak biaya tambahan.
Jika mengikuti usulan beberapa kalangan di pemerintahan yang menghendaki ada pesaing penjualan avtur di airport, maka seharusnya masing-masing sub holding bisa menjual avtur di airport.
Misalnya PT KPI bisa menjual langsung avtur yang dihasilkannya di bandara, sebagaimana perusahaan multinasional lain dapat menjual langsung produknya di berbagai bandara internasional.
“Apalagi sekarang KPI atau PT Kilang Pertamina Internasional sudah menjadi perusahaan yang mandiri dengan peringkat utang BBB, yang harus mengelola manajemennya secara independen sehingga menghasilkan profit yang besar,” ungkapnya.
Lalu Bagaimana nasib PPN? Perusahaan mandiri hasil sub holding ini, dapat membeli avtur impor untuk dijual di dalam negeri.
Ini sesuai kehendak regulator holding sub holding yakni persaingan pasar bebas, termasuk di antara sub holding Pertamina sendiri dapat bersaing satu sama lain.
“Dengan begini mudah mudahan harga akan kompetitif seperti yang diimpikan,” ungkapnya.