Oleh : Widdi Aswindi
Kepada YTH:
1. Bapak Agus H. Yudhoyono
2. Bapak Ahmad Syaikhu
3. Bapak Airlangga H atau yang menggantikannya
4. Bapak Muhaimin Iskandar
5. Bapak Surya Paloh
6. Bapak Zulkifli Hasan
Bapak-bapak yang terhormat, ketua-ketua partai politik yang mewakili kami.
Saya tidak mencantumkan Ibu Megawati karena PDIP telah sepakat dengan isi pesan ini.
Sementara saya tidak mengirimkan kepada Bapak Prabowo, karena kami merasakan Gerakan-geraan ini diawali oleh anggota partainya yang kebetulan pemenang dan pemimpin koalisi yang mencoba menghadang.
Bapak-bapak yang terhormat, izinkan saya menyampaikan pesan ini.
Rencana Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk mengubah Undang-Undang Pilkada setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin, patut menjadi perhatian serius.
Dalam konteks transisi kekuasaan saat ini, langkah tersebut terlalu telanjang sebagai menunjukkan kepentingan pragmatis partai politik yang ingin tetap berada dalam lingkaran kekuasaan.
Sebagai entitas politik, keinginan tersebut bisa dimengerti dan dianggap wajar, mengingat kekuasaan adalah sarana bagi partai untuk menjalankan agenda politiknya.
Namun, yang menjadi masalah adalah ketika kepentingan tersebut bertentangan dengan rasionalitas dan hak-hak publik, yang semestinya menjadi prioritas dalam sistem demokrasi.
Keputusan MK kemarin sejatinya merupakan langkah maju yang adil dan sangat bersemangatkan reformasi.
Dengan memberikan ruang yang lebih lebar bagi para pemimpin muda, terutama mereka yang berasal dari daerah, putusan tersebut membuka pintu bagi munculnya tokoh-tokoh lokal yang memiliki potensi besar.
Para pemimpin lokal yang ingin naik ke kancah nasional mendapatkan ruang candradimuka melalui kompetisi terbuka yang dimungkinkan oleh putusan MK ini.
Keputusan ini, misalnya, mengurangi proporsi syarat keterwakilan sebelumnya sehingga partai tidak harus memiliki kursi di DPRD untuk bisa mencalonkan kepala daerah.
Namun, niat Baleg DPR untuk mengubah UU Pilkada ini jelas bertentangan dengan semangat tersebut.
Jika mereka tetap menganulir keputusan MK, itu tidak hanya menunjukkan ketidakpedulian terhadap kehendak rakyat tetapi juga mencerminkan upaya mempertahankan sistem kartel politik yang semakin mempersempit ruang bagi regenerasi kepemimpinan.
Merujuk pada teori Giovanni Sartori tentang kartelisasi partai politik, tindakan Baleg DPR ini berpotensi memperkuat fenomena tersebut. Kartelisasi adalah kondisi di mana partai-partai politik saling bekerja sama untuk menjaga status quo dan mempertahankan dominasi mereka, sehingga mematikan kompetisi dan inovasi dalam politik.
Dengan menganulir putusan MK, parpol secara efektif mempertahankan kendali penuh atas siapa yang bisa maju dalam pilkada, meminimalkan risiko munculnya tokoh baru yang bisa merusak dominasi mereka.
Dalam adagium demokrasi dikenal istilah “Vox populi, vox dei” (suara rakyat adalah suara Tuhan). Jika Baleg tetap memaksakan perubahan UU Pilkada untuk menghambat keputusan MK, mereka secara tidak langsung sedang menghina suara rakyat.
Hal ini selaras dengan pemikiran John Locke yang menyatakan bahwa legitimasi kekuasaan berasal dari kesepakatan dan kehendak rakyat. Jika wakil rakyat mengkhianati amanah ini, mereka sejatinya telah mengingkari kontrak sosial yang menjadi dasar dari pemerintahan yang demokratis.
Dalam pandangan filsuf demokrasi modern seperti Robert Dahl, demokrasi tidak hanya tentang prosedur pemilihan, tetapi juga memberikan akses yang luas kepada warga negara untuk berpartisipasi dalam kompetisi politik.
Semangat putusan MK jelas selaras dengan pemikiran ini, di mana kompetisi politik yang terbuka mendorong lebih banyak aktor untuk terlibat, memperkuat representasi dan legitimasi demokrasi itu sendiri.
Oleh karena itu, menghambat keputusan MK dengan alasan pragmatis justru merugikan prinsip dasar demokrasi yang inklusif dan partisipatif.
Mungkin terlalu mewah bicara hal-hal ideal sebagaimana yang dikemukakan para filsuf dan pemikir tersebut.
Tetapi sejatinya tidak begitu, mengingat kita ini hidup ratusan tahun setelah mereka, dengan komunitas dan masyarakat telah lebih terdidik, setara dan beradab.
Seharusnya, menjadikan hal-hal ideal itu nyata menjadi lebih mudah.
Ingatlah satu hal: tokoh-tokoh besar dalam sejarah politik Indonesia sering kali lahir dari lokalitas, dari persaingan di daerah yang keras dan penuh dinamika. Sistem yang memungkinkan kompetisi terbuka dan fair justru memberikan kesempatan bagi para pemimpin muda yang mungkin tidak memiliki backing partai besar untuk menunjukkan kapasitas mereka.
Dalam konteks Jakarta, misalnya, putusan MK dapat memunculkan lebih banyak calon kepala daerah, memberikan pilihan yang lebih beragam bagi pemilih.
Dalam demokrasi yang sehat, pilihan yang banyak dan beragam adalah ciri dari kompetisi yang benar, di mana menang dan kalah adalah bagian dari proses seleksi yang alami.
Kekuasaan memang nikmat, dan tidak ada yang salah jika partai politik berjuang untuk mendapatkannya.
Namun, menghalangi keputusan yang membuka jalan bagi regenerasi dan kompetisi sehat jelas merupakan tindakan yang melawan common sense. Demokrasi sejati bukan tentang mengunci peluang, tetapi tentang memberikan kesempatan yang sama bagi semua untuk bertarung secara adil. Seperti yang dikatakan oleh filsuf Inggris Lord Acton, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.”
Oleh karena itu, checks and balances dalam demokrasi harus dipertahankan agar kekuasaan tidak hanya dikuasai oleh segelintir elit politik.
Jika Baleg DPR jadi menganulir putusan MK, itu artinya mereka benar-benar sedang mempersetankan kehendak rakyat dan memupuk sistem kartel yang bertentangan dengan semangat demokrasi.
Semoga suara rakyat tidak terabaikan, dan reformasi yang diharapkan dapat terus berjalan.
Semoga Anda semua bisa merenungi pesan ini dan mengambil tindakan yg kompak untuk menjaga kewarasan kita bernegara, dengan tetap memerintahkan seluruh anggota partai Bapak2 sekalian di DPR untuk menjaga dan mengawal keputusan MK.
Hiduplah saat ini, dan hiduplah dalan kenangan baik warga Indoneia hingga 1000 tahun lagi.
Terima kasih,
Semoga Bapak-bapak semua sehat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT
Salam hormat
Widdi Aswindi