Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mempertanyakan alasan dirinya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Hal ini disampaikan SYL dalam sidang perkara dugaan pemerasan pejabat eselon Kementan dalam nota pembelaannya (pleidoi).
“Mengapa ketika saya menjabat sebagai Menteri, terhadap saya disangkakan dan didakwakan melakukan perbuatan korupsi?,” kata SYL di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (5/2/2024).
Padahal SYL merasa telah banyak berkontribusi kepada negara selaku pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’aruf Amin.
Salah satunya, Kementan berkontribusi Peningkatan Nilai dan Pertumbuhan (PDB) Sektor Pertanian Indonesia rata-rata Rp2.000 trilliun dari tahun 2020-2022.
“Karena itulah, maka saya memberanikan diri pernah mengajukan permohonan agar Presiden RI Bapak Joko Widodo dan mantan Wakil Presiden RI Bapak Jusuf Kalla berkenan menjadi saksi a de charge saya,” jelasnya.
Ia curiga dirinya dikerangkeng oleh KPK karena berbeda pilihan politik pada Pilpres 2024. Dimana, Partai NasDem mendukung paslon Anies-Muhaimin. Sedangkan Jokowi mendukung paslon Prabowo -Gibran.
“Terkadang saya berpikir dan berasumsi bahwa apakah karena alasan politik saya dijadikan target proses hukum?. Apakah karena partai di mana saya beraktivitas politik sebelumnya terkadang berbeda pilihan dengan keinginan pemegang kekuasaan tertentu?,” tuturnya.
Ia curiga KPK dijadikan sebagai alat politik penguasa.
“Benarkah asumsi banyak orang, bahwa hukum dijadikan sebagai alat kekuasaan untuk menekan lawan politik atau pihak yang berbeda. Hukum digunakan untuk membungkam pihak lawan. Wallahu a’lam bi as-shawab (hanya Allah maha mengetahui kebenaran yang sesungguhnya),” tuturnya.
Sebelumnya, Jaksa KPK menuntut SYL agar dihukum 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta. Serta, dituntut membayar uang pidana pengganti sebesar Rp44.269.777.204 dan US$30 juta.
Sedangkan anak buah SYL, mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan eks Direktur Alsintan Muhammad Hatta, masing-masing dituntut 6 tahun penjara dan pidana denda Rp250 juta.
Pasalnya, Jaksa KPK meyakini SYL Cs melakukan pemerasan ke pejabat eselon Kementan sebesar Rp 44,7 miliar. Uang itu mengalir untuk kebutuhan pribadi SYL, keluarganya hingga Partai NasDem.