Kanal

Udara Bersih Kian Langka, Pasar Kemis Tangerang Terparah

Hanya sebagian kecil dari kota-kota di Asia Tenggara yang mencatat tingkat kualitas udara pada 2022 memenuhi standar kesehatan internasional. Parahnya, Indonesia mencatat tingkat polusi regional tertinggi. Bahkan yang paling tinggi terjadi di Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Banten.

Menurut laporan baru dari IQAir, sebuah perusahaan yang melacak polusi udara di seluruh dunia yang diterbitkan Selasa (14/3/2023), hanya 2,7 persen kota di kawasan di Asia Tenggara memenuhi pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk PM2.5. Atau hanya delapan kota dari 296 tempat yang didata dalam survei tersebut.

PM2.5 adalah partikel kecil yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Ini adalah salah satu bentuk polusi udara paling mematikan dengan diameter kurang dari 2,5 mikrometer. Partikel-partikel ini dapat menembus jauh ke dalam paru-paru, di mana mereka bertahan dalam waktu lama atau masuk ke aliran darah tanpa filter.

Paparan yang terlalu lama terhadap polusi udara berbahaya diketahui melemahkan resistensi terhadap penyakit pernapasan dan dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru serta penyakit jantung. “Ini dapat disebabkan oleh berbagai sumber, tetapi di Asia Tenggara pencemar utama adalah emisi industri, pembangkit listrik, emisi kendaraan, serta pembakaran terbuka,” kata IQAir dalam laporannya, mengutip Channel News Asia.

Indonesia mencatat tingkat polusi regional tertinggi, dengan enam kotanya berada di 15 teratas untuk konsentrasi PM2.5 tertinggi, termasuk Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, peringkat teratas, dan kota besar Jakarta serta Surabaya menempati posisi keempat dan ketujuh di wilayah yang paling tercemar. Hanoi di Vietnam berada di peringkat kedua sementara ibu kota Laos, Vientiane, adalah kota paling tercemar ke-14 tahun lalu.

Kualitas udara secara keseluruhan, bagaimanapun, meningkat di seluruh Asia Tenggara tahun lalu, dengan tujuh dari sembilan negara di wilayah tersebut mencatat penurunan konsentrasi PM2.5 sepanjang tahun. Hanya Vietnam dan Laos yang tingkat polusi udaranya memburuk.

Tiga kota di Indonesia juga masuk dalam kisaran ‘sehat’ 0-5 mikrogram per meter kubik – ukuran konsentrasi polutan udara, yaitu Kupang di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pangkal Pinang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Mamuju di Sulawesi Barat. Sementara kualitas udara terbaik di Asia Tenggara ada di Nam Sach, sebuah distrik pedesaan di wilayah Delta Sungai Merah Vietnam, masih menurut survei IQAir.

Polusi global memburuk

Terlepas dari peningkatan relatif Asia Tenggara dalam mengatasi polusi udara, situasinya secara umum memburuk di seluruh dunia, menurut laporan IQAir. Hanya 13 negara atau wilayah yang mengalami tingkat PM2.5 yang sehat pada tahun 2022. Ini termasuk Australia, Selandia Baru, Finlandia, Estonia, dan Islandia. Konsentrasi PM2.5 tertinggi tercatat di Chad, Irak, Pakistan, Bahrain, dan Bangladesh.

Pada tahun 2021, WHO memperketat apa yang dianggapnya sebagai tingkat paparan PM2.5 yang dapat diterima, memotongnya dari 10 menjadi lima µg/m3. WHO telah menyatakan bahwa 7 juta kematian yang dapat dicegah terjadi setiap tahun sebagai akibat dari polusi udara, sementara banyak lainnya yang kualitas hidupnya terpengaruh. Dari seluruh populasi global, 99 persen orang menghirup udara yang melebihi batas kualitas udara WHO.

Gambaran lengkap tentang seberapa buruk kualitas udara di beberapa wilayah dan negara juga masih belum jelas. Sementara jumlah kota yang mencatat data polusi udara terus meningkat – hingga 7.323 kota di 131 negara dalam laporan ini – masih terdapat kesenjangan yang signifikan, terutama di negara berkembang. “Terlalu banyak orang di seluruh dunia tidak tahu bahwa mereka menghirup udara yang tercemar,” kata Aidan Farrow, spesialis kualitas udara senior dari Greenpeace International dalam sebuah pernyataan.

“Pemantau polusi udara memberikan data keras yang dapat menginspirasi masyarakat untuk menuntut perubahan dan meminta pertanggungjawaban pencemar, tetapi ketika pemantauan tidak merata, komunitas yang rentan tidak dapat menindaklanjutinya. Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan kesehatan dari polusi udara,” kata Farrow.

Secara terpisah, kepala eksekutif global IQAir Frank Hammes mengatakan bahwa tahun lalu, lebih dari separuh data kualitas udara dunia dihasilkan oleh upaya akar rumput. Saat warga terlibat dalam pemantauan kualitas udara, Hammes melihat adanya pergeseran kesadaran dan upaya bersama untuk meningkatkan kualitas udara semakin intensif. “Kami membutuhkan pemerintah untuk memantau kualitas udara, tetapi kami tidak dapat menunggu mereka,” kata Hammes.

Menurut IQAir, data untuk laporannya dikumpulkan dari berbagai stasiun pemantauan kualitas udara di permukaan tanah. Stasiun-stasiun ini dioperasikan oleh pemerintah, organisasi non-pemerintah, lembaga pendidikan, serta warga. Ia menambahkan bahwa sebagian besar data kualitas udara yang digunakan dalam laporan dikumpulkan secara real time, dengan informasi kualitas udara tambahan yang diambil dari kumpulan data akhir tahun.

Perusahaan Swiss tersebut sebelumnya telah berkolaborasi dengan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) untuk meluncurkan platform data kualitas udara terbesar di dunia.

Penyebab polusi di Jakarta

Sementara Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi PM2.5 tetap memberikan kontribusi pada penurunan kualitas udara di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Faktor-faktor tersebut antara lain pengaruh dari berbagai sumber emisi baik yang berasal dari sumber lokal, seperti transportasi dan residensial, maupun dari sumber regional dari kawasan industri dekat dengan Jakarta.

“Emisi ini dapat terakumulasi dan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi yang terukur pada alat monitoring pengukuran konsentrasi PM2.5,” ungkap BMKG dalam keterangannya beberapa waktu lalu.

Kontribusi lainnya yakni berasal dari proses pergerakan polutan udara seperti PM2.5 dipengaruhi oleh pola angin yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Angin yang membawa PM2.5 dari sumber emisi dapat bergerak menuju lokasi lain sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi PM2.5.

Peningkatan konsentrasi PM2.5 juga memiliki korelasi positif atau hubungan yang berbanding lurus dengan kadar uap air di udara yang dinyatakan oleh parameter kelembapan udara relatif. Tingginya kelembapan udara relatif menyebabkan peningkatan proses adsorpsi yang dalam istilah teknisnya merujuk pada perubahan wujud dari gas menjadi partikel. Proses ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi PM2.5 yang difasilitasi oleh kadar air di udara.

Selain itu, kelembapan udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi yang dekat dengan permukaan. Lapisan inversi merupakan lapisan di udara ditandai dengan peningkatan suhu udara seiring dengan peningkatan ketinggian lapisan. Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasi partikulat yang terukur di alat monitoring.

Selain beberapa faktor tersebut, penyebab lain yang berkontribusi pada memburuknya kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya adalah stagnasi pergerakan udara yang menyebabkan polutan udara yang telah terakumulasi di wilayah ini tidak beranjak dan berimbas pada kondisi yang cenderung bertahan lama.

Kondisi stagnasi udara ditandai oleh kecepatan angin rendah yang tidak hanya berimbas pada akumulasi PM2.5, tetapi juga dapat memicu produksi polutan sekunder udara lain seperti ozon permukaan (O3), yang keberadaannya dapat diindikasikan dari penurunan jarak pandang.

Karena mengingat makin langkanya udara bersih di lingkungan tempat kita tinggal, masyarakat diimbau untuk menggunakan pelindung diri seperti masker yang sesuai untuk dapat mengurangi tingkat paparan terhadap polutan udara di luar ruangan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button