Kanal

Aksi Pamer Harta Para Pejabat, Sinyal Gangguan Kepribadian

Beberapa hari terakhir, masyarakat dihebohkan dengan gaya hidup mewah para pejabat. Sebelumnya muncul kasus Rafael Alun Trisambodo, PNS di Ditjen Pajak, kemudian menyeruak lagi aksi pamer dari Eko Darmanto, Kepala Bea Cukai Yogyakarta. Mengapa orang suka pamer?

Kebetulan, kedua sosok kali ini adalah anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Rafael Alun Trisambodo, mantan pegawai pajak ternyata memiliki Rp56 miliar dengan daftar kekayaan yang luar biasa mewah. Kasus ini terungkap tidak sengaja setelah putranya, Mario Dandy Satriyo, melakukan aksi penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora. Mario bergaya hidup mewah dengan menggunakan mobil Jeep Rubicon. Ia juga memamerkan aksinya menggunakan motor besar yang juga tidak murah.

Setelah itu juga ramai pembicaraan publik tentang Eko Darmanto, Kepala Bea Cukai Yogyakarta. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dilaporkan Eko Darmanto pada 31 Desember 2021, kekayaannya mencapai Rp15,7 miliar. Ada utang Rp9 miliar, sehingga tersisa Rp6,7 miliar. Masih berdasarkan LHKPN 2021 itu, Eko memiliki dua aset berupa tanah dan bangunan senilai Rp12,5 miliar. Berada di Malang dan Jakarta Utara. Ditambah 9 unit alat transportasi senilai Rp2,9 miliar.

Eko memiliki sedan BMW 2018 seharga Rp850 juta, Mercedes-Benz 2018 senilai Rp600 juta, Jeep Willys 1944 seharga Rp150 juta, Chevrolet Bell Air 1955 Rp200 juta, Toyota Fortuner 2019 senilai Rp400 juta. Selain itu, dia memiliki Mazda 2019 seharga Rp200 juta, Fargo Dodge 1957 senilai Rp150 juta, Chevrolet Apache 1957 Rp200 juta, dan Ford Bronco 1972 seharga Rp150 juta.

Kendati demikian, tidak ada satupun moge yang dilaporkan dalam harta kekayaan Eko. Padahal, dia rutin memamerkan aksi di atas moge miliknya melalui unggahan di media sosial (medsos). Tak hanya pamer kendaraan mewah di akun Instagram miliknya, yang kini tidak aktif lagi, Eko terlihat memperlihatkan foto bersama pesawat Cessna. Belakangan diketahui pesawat Cessna yang dipamerkan yang bersangkutan milik Federasi Aero Sport Indonesia (FASI).

Aksi pamer para pejabat ini mendapat tanggapan dari Presiden Joko Widodo. Ia mengingatkan kepada semua abdi negara untuk tidak pamer kekuasaan dan kekayaan. Terlebih lagi, jika pamer kekayaan tersebut dilakukan lewat media sosial.

Presiden menegaskan, hal itu tak pantas dilakukan aparat birokrasi. “Sekali lagi saya ingin tekankan supaya ditekankan kepada kita, kepada bawahan kita, jangan pamer kekuasaan, jangan pamer kekayaan,” ujar Jokowi ketika memimpin Sidang Kabinet Paripurna yang membahas Program Pemerintah untuk 2024 di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (2/3/2023). “Apalagi sampai di pajang-pajang di Instagram, di media sosial itu kalau aparat birokrasi sangat sangat tidak pantas,” imbuh dia.

Aksi pamer kekayaan atau flexing yang kini marak terutama di media sosial terus menjadi perhatian publik. Fenomena ini hadir akibat kebiasaan orang memandang kesuksesan seseorang menjadi nilai utama kehidupan. Lihat saja para selebritas tanpa segan memamerkan apa yang ia miliki tanpa rasa segan atau risi.

Sebelumnya juga muncul flexing dari para crazy rich dengan barang-barang serba mewah dari mulai outfit, rumah, kendaraan hingga jalan-jalan ke luar negeri. Tapi tak lama kemudian, beberapa di antaranya ditangkap polisi karena kasus penipuan berkedok investasi.

Tak hanya selebritas, bahkan orang-orang biasa ikut-ikutan pamer apa yang ia miliki meskipun mungkin nilainya lebih rendah. Apa sebenarnya fenomena pamer kekayaan ini menurut psikologis?

Pamer Harta

Merasa insecure

Ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang memiliki hobi pamer. Faktor pertama adalah merasa insecure atau merasa tidak aman. Mengutip Psychmechanics, insecure menjadi alasan paling umum di balik penampilan orang yang sangat mencolok. Mereka berpikir bahwa orang lain tidak menganggap dirinya penting, sehingga mereka mencoba membuktikan diri.

Jika Anda tahu bahwa Anda hebat, Anda tidak merasa perlu memberi tahu siapa pun tentang hal itu. Namun, jika menurut Anda mereka tidak tahu bahwa Anda hebat, maka Anda harus berusaha untuk menunjukkan kehebatan Anda. Seorang master seni bela diri tidak akan pernah menantang Anda untuk berkelahi atau memamerkan keahliannya. Namun, seorang pemula akan sangat pamer dan menantang siapa pun yang dia bisa. Dia ingin membuktikan kepada orang lain.

Demikian pula, seorang gadis yang merasa tidak percaya diri dengan penampilannya akan mencoba pamer dengan membandingkan dirinya dengan model dan aktris papan atas. Gadis yang tahu dirinya cantik tidak akan merasa perlu melakukan itu.

Psikologi manusia yang kerap memamerkan pencapaian terbarunya adalah karena butuh pengakuan. Terutama bagi mereka yang berhasil mengubah nasib dari hidup susah menjadi orang kaya baru. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka berhasil berubah. Mereka ingin menonjolkan kelebihannya dari sisi harta, penampilan, kekuasaan dan lain sebagainya.

Menipu diri sendiri

Faktor berikutnya adalah menipu diri sendiri untuk terlihat makmur. Orang yang kerap memamerkan kekayaannya di media sosial cenderung menganggap bahwa kebahagiaan adalah soal materi. Setelah melewati masa-masa sulit, muncul keinginan untuk pamer demi membuktikan kepada dunia bahwa ia baik-baik saja dan berhasil.

Perilaku ini cukup normal, asal dalam batas wajar dan tidak dilakukan terus menerus. Jika seseorang dipaksa untuk membual tentang kesuksesannya, itu bisa dibilang sebagai penipuan diri sendiri. Penipuan diri ini tidak akan bertahan lama karena, pada akhirnya, fakta akan terkuak.

Pengalaman pada waktu kecil menjadi faktor berikutnya yang akan membentuk perilaku seseorang saat dewasa. Seperti contoh, jika seorang anak dihujani banyak perhatian dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya, maka bisa saja ia menjadi terobsesi untuk bisa mempertahankan tingkat perhatian itu pada saat dewasa, dan berakhir sebagai si tukang pamer.

Gangguan kepribadian narsistik

Apa hubungannya dengan narsistik? Kebiasaan pamer kekayaan juga termasuk gangguan kepribadian narsisistik. Biasanya orang tersebut memiliki masalah dengan rasa kepercayaan diri dan rasa keberhargaan diri (self confidence dan self worth) sehingga butuh untuk terus menerus mendapatkan pengakuan.

Gangguan kepribadian narsistik merupakan kepribadian toxic yang harus kita hindari. Gangguan kepribadian ini membuat si penderita selalu ingin dipuji. Juga merasa lebih penting daripada orang lain. Mereka juga memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi tapi rendah empati bahkan gampang sekali putus asa terutama dalam menerima kritikan.

Kebiasaan pamer kekayaan sering dikaitkan dengan mereka yang kurang bisa memahami hubungan sosial. Psikolog Sosial asal Solo, Hening Widyastuti mengatakan bahwa orang-orang yang pamer harta, adalah fenomena yang miris dan memprihatinkan yang dapat memberi dampak psikologis bagi masyarakat.

“(Mereka) kurang peka dengan situasi sosial yang pasti egonya lebih dikedepankan dibandingkan masalah sosial yang sangat memprihatinkan di sekitarnya,” kata Hening.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button