Market

Keseriusan Kejagung Bongkar Korupsi Timah Rp271 Triliun Belum Terlihat


Publik perlu mengapresiasi tim pidana khusus (pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam membongkar korupsi timah yang merugikan negara Rp271 triliun. Tapi jangan puas dulu, masih banyak kelemahannya. 

Sudah ada 16 tersangka yang masuk pusaran korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah (Persero) Tbk periode 2015-2022.

Namun, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengaku ada sedikit keganjilan. Ke-16 tersangka itu, terdiri dari direksi PT Timah Tbk periode 2016-2021 yakni MRPT, EE dan ALW. Serta sejumlah pengusaha pemilik smelter timah di kabupaten Bangka Belitung, yakni SG, MBG, HT,BY,RI,TN,AA,SP,RA, RL,TT, MH dan HL.

Menurut Yusri, Kejagung belum sepenuhnya mengurai serta menelusuri kasus ini secara mendalam. “Jika tim pidsus Kejagung serius menelusuri lebih dalam penerima manfaat dalam kasus korupsi timah ini, terapkan dong UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Mungkin bisa jadi semakin banyak yang menjadi tersangkanya,” kata Yusri.

Jika merujuk pernyataan eks Direktur Utama PT Timah Tbk (2012- 2016), Sukrisno pada 22 Juni 2015, praktik tambang tambang timah liar sudah berlangsung puluhan tahun. Belum bisa dibendung hingga saat ini. Biasanya, para penambang liar itu punya pelindung alias beking, sehingga leluasa beroperasi.

“Berdasarkan keterangan mantan Dirut PT Timah dan berita yang berkembang di media serta temuan tim Pidsus Kejagung, maka dapat disimpulkan praktek tambang timah ilegal telah berlangsung jauh sebelum tahun 2015,” beber Yusri.

Kata Yusri, patut diduga praktik tambang ilegal timah, berlangsung sistemik, masif dan terstruktur dalam jangka waktu sekitar 15 tahun. Melibatkan oknum aparat penegak hukum dan aparat pengawasan dan aparat pemberi izin lintas instansi.

Mengingat tambang ilegal berada di IUP PT Timah Tbk, berada di darat dan laut, serta sebagian di APL (Areal Penggunaan Lainnya) dan kawasan hutan, maka DLHK Provinsi Babel, Ditjen Gakum KLHK dan Direkrur Teknik Lingkungan Ditjen Minerba KESDM yang membawahi Inspektur Tambang harus bertanggung jawab.

“Sehingga timbul pertanyaan mengapa Pidsus Kejagung hanya membatasi praktek ilegal tambang di PT Timah Tbk hanya mulai tahun 2015, bukan jauh sebelumnya atau setidak tidaknya mulai tahun 2004, agar tidak menimbulkan prasangka ada upaya melindungi orang tertentu atau tebang pilih,” ujar Yusri.

Jadi, tambah Yusri, nilai kerugian akibat kerusakan lingkungan yang disebutkan penyidik Pidsus berdasarkan perhitungan ahli dari IPB, sekitar Rp271 triliun, perlu dipertanyakan.

“Apakah akibat praktik penambangan timah ilegal sejak 2004, atau sejak 2015. Lalu, bagaimana cara membedakannya jika hanya dari analisa citra salelit saja,” pungkasnya.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button