News

Bawaslu Ungkap Isu Krusial Dalam Rekapitulasi DPT Pemilu 2024

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Lolly Suhenty menyampaikan isu krusial pada penetapan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) nasional. Dalam catatan itu, Bawaslu menyebut terdapat potensi perpindahan penduduk setelah rekapitulasi dan penetapan DPT tingkat nasional dengan pelaksanaan pemungutan suara.

“Potensi membeludaknya pemilih pindahan dalam negeri dan luar negeri, salah satunya pada bulan Agustus-September dan Desember-Januari berkaitan dengan tahun ajaran baru bagi pelajar Indonesia di luar negeri,” kata Lolly dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/7/2023).

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa ada potensi membludaknya Daftar Pemilih Khusus (DPK) di luar negeri sebagai akibat dari belum terakomodasinya pemilih luar negeri ke dalam DPTLN.

Lolly menambahkan bahwa terdapat data pemilih yang belum sinkron antara Sidalih dan laman https://cekdptonline.kpu.go.id/

“Masih terdapat pemilih TMS (tidak memenuhi syarat) yang masuk dalam Daftar Pemilih karena tidak ada bukti autentik, yakni alih status sipil menjadi TNI/Polri, warga negara calon pemilih yang telah meninggal, dan terdapat potensi Pemilih di bawah umur dan belum pernah kawin yang masuk dalam Daftar Pemilih,” tuturnya.

Selain itu, ada juga pemilih yang memenuhi syarat (MS) yang belum masuk dalam Daftar Pemilih karena tidak ada bukti autentik, yakni alih status TNI/Polri menjadi sipil dan warga negara calon pemilih yang telah berusia 17 tahun atau lebih dan/atau telah kawin namun belum masuk daftar pemilih.

“Hal ini berpotensi ke database kependudukan yang bermasalah sebagai basis penyusunan daftar pemilih, seperti adanya pemilih ganda, tidak dikenal/tidak diketahui keberadaannya yang masih masuk dalam daftar pemilih, anomali data berupa jumlah anggota keluarga dalam satu kartu keluarga yang tidak wajar termasuk pemilih potensial non KTP-el yang belum masuk daftar pemilih,” jelas Lolly.

Pemilih non KTP Elektronik Tak Masuk DPT

Dalam hal itu, Bawaslu menilai adanya pemilih non KTP elektronik tersebut berdampak pada tidak terpenuhinya syarat pemilih untuk menggunakan hak pilihnya di TPS, sebagaimana pasal Pasal 348 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Selain itu, isu krusial terkait TPS lokasi khusus juga menjadi catatan dalam rekapitulasi DPT nasional tersebut.

“Masih ada hak pilih warga yang belum terakomodasi di TPS Lokasi Khusus, salah satunya perlindungan penggunaan hak pemilih di lokasi IKN, belum bisa diakomodir sebagai salah-satu kriteria TPS di lokasi khusus,” imbuhnya.

Begitu juga dengan potensi pemilih yang sudah tidak di TPS lokasi khusus namun terdaftar di TPS lokasi khusus dan potensi perpindahan pemilih dari TPS reguler ke TPS lokasi khusus setelah penetapan DPT Tingkat Nasional. Juga terdapat potensi warga binaan yang tidak memiliki identitas kependudukan di lapas atau rumah tahanan yang akan menyalurkan hak pilih di lokasi khusus.

“Masih terdapat wilayah yang harusnya ada TPS lokasi khusus namun tidak dibangun TPS lokasi khusus sehingga terdapat potensi terdapat warga yang tidak dapat memberikan suaranya saat pemilihan umum. Jika jumlah potensi pemilih di lokasi khusus tersebut tinggi maka akan menimbulkan potensi kerawanan lain yani Pemungutan Suara Ulang (PSU),” tegasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button