Market

Bagi-bagi Bansos, Feri Amsari Sebut Jadi Politik Gentong Babi Jokowi


Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengungkapkan politik gentong babi diterapkan pemerintah menjelang pemilu 2024 untuk memaklumi kecurangan yang terjadi. 

Feri memaparkan upaya tersebut sebagai politik anggaran yang dipraktikan dalam bentuk pembagian bantuan sosial baik BLT, bansos beras dan menaikkan gaji PNS atau ASN dan TNI/Polri. Bahkan menaikkan gaji Bawaslu menjelang hari pencoblosan.

“Konsep gentong babi itulah yang diterapkan di banyak negara termasuk di kita, bansos dibagi-bagi jelang hari H pemilu, BLT, termasuk peningkatan gaji penyelenggara pemerintah. Supaya Anda memaklumi kecurangan, kasih dulu insentif,” kata Feri memaparkan dalam konferensi pers, Sabtu (17/2/2024).

Tak lupa Feri menceritakan asal mula politik gentong babi yang terjadi di masa lampau. Menurutnya, praktik ini tentang seorang tuan yang mengawetkan daging babi ke dalam gentong lalu diberikan kepada para budak miliknya.
 
Dengan pemberian ini, maka para budak akan merasa bahwa tuannya sudah berlaku baik, sehingga mereka akan terus bekerja sesuai keinginan tuannya.
 
“Dan politik gentong babi, ini sudah lama terjadi di Amerika sekitar tahun 1800-an, ketika perbudakan terjadi. Di masa kolonial Belanda juga terjadi,” katanya menjelaskan.

Artinya, praktik bagi-bagi kue yang dilakukan oleh penguasa ini dilakukan secara bertahap. Seperti diberikan kepada KPU, lalu Bawaslu. Sebelumnya sudah terlebih dahulu dilakukan kepada ASN, TNI, Polri, dan lain-lain melalui APBN tahun ini.

“Politik ini tidak sehat, tapi ada sebagian memaklumi kalau dia itu petahana, tapi kalau dalam kondisi saat ini sulit dimaklumi karena yang menikmati anak petahana,” kata Feri lagi.

Politik Gentong Babi merupakan salah satu dari tiga praktik kecurangan yang dipaparkan salah satu pemeran film dokumenter Dirty Vote ini. Praktik kecurangan ini, kata Feri,  terjadi sejak seleksi calon yang akan maju di pilpres 2024 hingga selesai pemilu.
 
“Ada tiga timeline (linimasa) kecurangan pemilu sebagai kejahatan. Pertama persiapan penyelenggaraan pemilu bahkan dari seleksi hingga mendekati hari H. Kedua hari H sebagai puncak, dan ketiga seusai hari H,” kata Feri memaparkan.
 
Feri menilai kecurangan sudah terjadi sejak penunjukan Penjabat (Pj) kepala daerah yang dinilai sarat kepentingan politik praktis.  

Seperti diketahui, dua hari menjelang pencoblosan serentak pilpres dan pileg, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan tunjangan kinerja (tukin) pegawai Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu). Langkah Jokowi tersebut dituangkan ke dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2024. Jokowi menandatangani perpres tersebut pada Senin (12/2/2024).

“Tunjangan kinerja bagi pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 diberikan terhitung sejak peraturan presiden ini berlaku,” bunyi pasal 4 Perpres Nomor 18 Tahun 2024 yang telah diunggah di situs resmi Kementerian Sekretariat Negara.

Kenaikan tukin yang diterima pegawai Bawaslu disesuaikan dengan kelas jabatan. Ada 17 kelas jabatan di lingkungan pegawai Bawaslu. Tingkat tertinggi, yaitu kelas jabatan 17, menerima tukin hingga Rp29.085.000 per bulan. Jumlah ini naik 16,7 persen dari tahun 2017. Adapun untuk pegawai tingkat terendah, kelas jabatan 1, menerima tukin Rp1.968.000 per bulan atau naik 11,44 persen dari tahun 2017.

Adapun penyaluran bansos yang dibagikan menjelang hari pencoblosan, sempat dihentikan saat hari tenang hingga 14 Februari lalu. Tetapi mulai dilanjutkan lagi oleh Jokowi dengan membagikan paket beras 10 kg di daerah Cikarang Barat, Bekasi Provinsi Jawa Barat, hari Jumat (16/2/2024) lalu.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button