Market

Jangan Hanya Janji, Indonesia Dorong Dana Perubahan Iklim Segera Cair

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR, Putu Supadma Rudana terus menyuarakan isu perubahan iklim dalam pertemuan parlemen dunia (Inter Parliamentary Union/IPU) di Mesir. Khususnya nasib dana perubahan iklim.

Kali ini, Putu mendorong IPU membuat aturan, penganggaran bahkan pengawasan untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi pembiayaan iklim dalam event COP27 (Conference of Parties) Badan PBB untuk Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC) di Sharm El Sheikh, Mesir, Senin (14/11/2022).

Kata Putu, IPU harus bisa memastikan pencapaian kemajuan dan integritas lingkungan, serta keselarasan dengan komitmen yang telah dibuat. “Apa yang dikatakan di ruang negosiasi harus mencerminkan kondisi nyata di lapangan. Untuk itu, kita harus bertindak sekarang, bersama-sama dan dengan komitmen penuh,” kata Putu.

Tahun ini, lanjut politisi Partai Demokrat ini, seluruh dunia memiliki tantangan yang berat untuk pendanaan iklim. Dalam sidang COP26 pada 2021, seluruh parlemen dunia menyaksikan bagaimana negara-negara maju gagal memenuhi janji komitmennya sebesar US$100 miliar, atau setara Rp1.500 triliun per tahun sejak 2020.

“Baru-baru ini pada COP27, kita menyaksikan rencana aksi yang begitu ambisius dari Sekjen PBB. Beliau menyerukan investasi awal yang ditargetkan 3,1 miliar dolar AS sepanjang 2023-2027 untuk menyelamatkan nyawa dan melindungi mata pencaharian yang terdampak perubahan iklim,” ujar Putu.

Di Sharm el Sheikh, Putu mewakili Parlemen Indonesia, mendorong penguatan upaya implementasi pendanaan yang telah disepakati pada COP sebelumnya. Mengingat, kegiatan di Paris telah memberikan dunia dasar kesepakatan terkait perubahan iklim.

“Tentu saja, saya berharap agar COP tidak hanya menjadi ajang untuk berdiskusi tanpa luaran/output yang konkret. Saya memandang bahwa sumber daya keuangan dan investasi yang baik diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim; baik untuk mengurangi emisi, mendorong adaptasi terhadap dampak yang sudah terjadi, dan untuk membangun ketahanan,” jelas Anggota DPR asal Bali ini.

Saat ini, kata dia, beberapa negara menghadapi banyak krisis seperti dampak gabungan dari pandemi, krisis iklim, masalah kemanusiaan di seluruh dunia, dan efek dari renggangnya tatanan internasional berbasis aturan (fraying of the rules-based international order).

“Oleh karena itu, saya percaya bahwa transfer teknologi dan pembiayaan merupakan hal yang penting untuk menjawab tantangan terkait perubahan iklim. Ini harus sejalan dengan semangat keadilan iklim dengan memiliki pendekatan aksi iklim yang berpusat pada manusia,” kata Putu.

Putu mengungkap, laporan IPCC 2022 menyoroti salah satu rintangan terbesar untuk adaptasi adalah akses yang tidak memadai terhadap pendanaan iklim. Bahwa, kata dia, negara-negara kaya tidak menyediakan pendanaan iklim yang cukup untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah beradaptasi dengan iklim yang berubah cepat.

“Janji 100 miliar dolar AS untuk perubahan iklim tidak boleh hanya menjadi sekedar janji, tetapi harus diwujudkan melalui tindakan. Disini, kita perlu meningkatkan kerja sama dan koordinasi untuk memastikan bahwa janji tersebut akan dipenuhi,” tegasnya.

Selain itu, Putu mengatakan untuk mengatasi masalah ini perlu melibatkan sektor swasta karena mereka dapat menjadi mitra penting pemerintah dalam mewujudkan kerjasama pembangunan yang efektif dalam isu lingkungan.

“Namun, memberikan keadilan juga membutuhkan upaya terpadu dan menyeluruh dari kita semua, termasuk parlemen, pemerintah, pelaku usaha, masyarakat sipil, jaringan perempuan, pemuda, investor, dan juga masyarakat lainnya,” jelas dia.

Saat ini, kata Putu, sejumlah kepala negara sedunia berkumpul dalam kegiatan Presidensi G20 di Bali. Membahas isu-isu global, salah satunya bidang keuangan prioritas terkait isu iklim. Namun, tidak ada negara yang mampu menyelesaikan masalah pendanaan iklim secara mandiri alias sendirian.

Oleh karena itu, lanjut Putu, Presidensi G20 Indonesia fokus pada peningkatan kolaborasi di antara para pemimpin lembaga keuangan global utama dan bank multilateral, serta kemitraan dan koalisi pembiayaan iklim untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan mitigasi iklim dan cara-cara untuk mendorong perubahan sistem.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button