News

Israel dengan Banyak Modus Biadab Targetkan Warga Gaza yang Lapar


Semakin banyak laporan bahwa Israel secara langsung menargetkan warga sipil di Gaza yang lapar ketika mereka menunggu bantuan, menjebak dengan kaleng makanan berisi bom hingga menargetkan konvoi bantuan. Cara-cara biadab yang termasuk dalam kategori kejahatan perang.

 

Investigasi yang dilakukan Al-Araby Al-Jadeed, edisi serupa The New Arab yang berbahasa Arab, mendokumentasikan bagaimana pasukan Israel menargetkan warga sipil Palestina di Jalur Gaza yang terkepung saat mereka mati-matian mencari makanan. Padahal Israel tahu kondisi kelaparan yang dialami warga di wilayah tersebut.

Ahmad Ashour terbaring terluka di ranjang rumah sakit di rumah sakit Al-Shifa. Ia dilarikan pada siang hari tanggal 25 Januari 2024. Rumah sakit yang setengah berfungsi itu tiba-tiba dibanjiri gelombang baru korban luka kritis karena 150 warga Palestina terluka akibat tembakan dan pecahan peluru setelah pasukan dan artileri Israel menembaki kerumunan yang menunggu bantuan makanan tiba.

Warga Palestina berkumpul di bundaran Kuwait di jalan Salah al-Din, selatan Kota Gaza, setelah menerima pesan teks yang mengaku dari UNRWA (Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina) yang menyatakan bahwa truk bantuan makanan akan tiba. Sementara UNRWA membantah telah mengirim SMS tersebut.

Saudara laki-laki Ahmad, Mahmoud, mengatakan dia mengenal tiga orang lain yang juga menerima SMS tersebut. “Segera setelah sejumlah warga Kota Gaza dan wilayah utara Jalur Gaza menerima pesan teks tentang kedatangan truk bantuan, berita menyebar, dan ratusan orang mulai menuju ke wilayah ini,” kata Dr Ashraf al-Qudra, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza. 

“Pasukan Israel tampaknya menargetkan warga Palestina di seluruh Jalur Gaza yang terkepung saat mereka mati-matian mencari makanan – menggunakan kondisi kelaparan yang diterapkan Israel pada populasi yang terperangkap untuk memikat banyak warga sipil hingga tewas,” katanya

Namun artileri Israel, yang ditempatkan satu kilometer di selatan bundaran, tiba-tiba mulai menembaki orang-orang yang menunggu, dengan peluru sehingga  menewaskan 20 orang dan melukai 150 orang. “Pembantaian Israel yang menargetkan orang-orang kelaparan”.

Ismail Thawabta, kepala kantor media pemerintah di Gaza, mengatakan ini bukan insiden pertama yang terjadi. “Warga Gaza menjadi takut akan penyergapan Israel di mana [tentara] menembak sebanyak yang mereka bisa – terhadap orang-orang kelaparan yang sedang mencari bantuan di Gaza.”

Seorang pekerja lapangan UNRWA yang bertanggung jawab atas distribusi bantuan (yang tidak mau disebutkan namanya) mengatakan bahwa badan tersebut tidak mengetahui pesan tersebut. Mereka belum pernah mengirimkan pesan seperti itu, dan biasanya akan mengumumkan pengiriman bantuan yang akan datang di situs resmi dan halaman media sosial mereka, jelasnya.

post-cover
Relawan membagikan makanan kepada anak-anak yang mengantri di Deir al-Balah, Gaza pada 10 Februari 2024 (Foto: Ashraf Amra/Anadolu via Getty)

Membunuh Orang Lapar

Masih menurut Al-Araby Al-Jadeed, pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Med dan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mendokumentasikan empat insiden termasuk tanggal 30 Januari, di mana tentara Israel menembaki warga sipil saat mereka menunggu truk bantuan kemanusiaan tiba. Hal ini mengakibatkan 72 warga tewas dan ratusan luka-luka, beberapa di antaranya kritis, menurut Lima Bustami yang mengepalai departemen hukum di Euro-Med.

Insiden pertama terjadi pada 11 Januari, ketika tank dan drone quadcopter menembaki ratusan warga Palestina yang berkumpul di Jalan Al-Rashid di barat laut Kota Gaza, menunggu truk PBB yang seharusnya membawa tepung. Serangan Israel yang tidak beralasan menewaskan 50 warga sipil dan melukai puluhan lainnya.

Insiden kedua terjadi pada 22 Januari, ketika tank-tank Israel menembaki ratusan warga sipil kelaparan yang berkumpul di bundaran Kuwait setelah informasi palsu menyebar yang mengatakan bahwa truk bantuan PBB sedang dalam perjalanan. Dua orang tewas dan sepuluh luka-luka. Pembantaian ketiga dilakukan di bundaran yang sama pada tanggal 25 Januari.

Lima hari kemudian, pada pukul 4 sore tanggal 30 Januari, pasukan Israel kembali menembaki warga sipil, melukai beberapa orang, juga di bundaran Kuwait, setelah mereka berkumpul dengan harapan menerima bantuan kemanusiaan. “Ini adalah insiden keempat yang dilaporkan mengenai warga Palestina yang diserang saat sedang mengumpulkan persediaan makanan,” demikian laporan situasi OCHA yang dirilis pada 31 Januari 2024. 

Selain empat insiden di atas, para saksi mata juga menyaksikan dua serangan lainnya yang terjadi pada 26 dan 29 Januari, juga di Bundaran Kuwait, dan juga setelah tersebarnya rumor tentang kedatangan bantuan, yang mengakibatkan enam warga sipil tewas dan 30 lainnya luka-luka. Bundaran Kuwait adalah lokasi terdekat dari Kota Gaza yang dapat dijangkau oleh truk bantuan.

Khaled Younis, yang melarikan diri dari Kota Gaza dan sekarang berada di Rafah, mengatakan bahwa saudaranya, yang masih berada di Kota Gaza, selamat dari pembantaian pada 25 Januari. Ia mengatakan meskipun masyarakat mengetahui betapa berbahayanya daerah tersebut, rasa putus asa akan makanan telah mendorong mereka untuk datang setelah beredar kabar bahwa truk bantuan sedang dalam perjalanan.

“Ketika dihadapkan dengan anak-anak yang menangis dan kebutuhan keluarga pengungsi – yang hidup dalam kondisi tidak manusiawi – akan makanan, warga Gaza tidak punya pilihan selain mempertaruhkan nyawa mereka,” katanya.

Bustami menekankan bahwa Israel dengan sengaja menargetkan dan membunuh warga sipil yang tidak mengambil bagian dalam permusuhan – termasuk mereka yang mencari makanan – adalah kejahatan perang.

Kaleng Makanan Dipasangi Jebakan Bom

Tingkat kelaparan di Gaza telah mencapai level di mana orang-orang menggiling pakan ternak untuk dimakan, sebuah kenyataan yang ditekankan UNRWA dalam sebuah tweet di platform sosial X, pada tanggal 28 Januari 2024 dengan judul: “Makanan tidak cukup”. “Kelaparan membuat warga Gaza lebih mudah dibujuk untuk pergi ke wilayah tertentu dengan dalih bantuan sebelum membunuh mereka,” kata Thawabta.

Ini bukan satu-satunya cara Israel menargetkan kelompok kelaparan. Kesaksian dari pengungsi Gaza yang melarikan diri dari Gaza utara ke selatan telah mengungkapkan metode yang lebih mengerikan dan biadad.

Salah satu praktiknya adalah tentara Israel meninggalkan kaleng-kaleng yang menyerupai kaleng makanan di rumah-rumah setelah mundur dari wilayah yang telah mereka kuasai. Ketika warga sipil pulang ke rumah untuk mencari makanan, mereka salah mengira kaleng-kaleng tersebut sebagai makanan peninggalan tentara, namun saat membukanya, kaleng-kaleng tersebut meledak, melukai atau bahkan membunuh orang-orang di dekatnya.

Putra Amna Issa, Mahmoud (14) kehilangan tiga jarinya dan menderita luka parah di wajah dan leher setelah membuka kaleng yang “ditinggalkan” oleh tentara Israel, karena mengira kaleng itu berisi daging kaleng. “Pada awalnya, tentara benar-benar meninggalkan makanan asli, seperti kaleng, dan roti, dan warga akan mengambilnya setelah [tentara] mundur, namun mereka sekarang dengan sengaja meninggalkan kaleng-kaleng sebagai jebakan,” kata Amna.

Seorang insinyur bahan peledak (yang tidak ingin disebutkan namanya) di unit penjinak bom dinas keamanan Gaza, yang bertanggung jawab mengumpulkan dan menetralisir amunisi yang tidak meledak setelah serangan militer Israel, menjelaskan mekanisme kerja bom-bom tersebut.

Ia menjelaskan, benda-benda tersebut menyerupai kaleng makanan, namun berisi dua bagian bahan peledak yang saling berhubungan. Bagian atas berisi detonator, dan bagian bawah berisi TNT, bahan peledak. Jika seseorang membuka penutupnya, detonator akan aktif dan mengeluarkan percikan api yang menyulut TNT, dan kaleng tersebut meledak.

Pecahan logam bermata tajam sering kali dimasukkan ke dalam kaleng untuk memastikan kerusakan maksimum – ledakan tersebut dapat melukai orang dengan diameter lingkaran hingga 20 meter di sekitar ledakan. “Ini bukan metode baru dalam penjajahan,” katanya, “karena di masa lalu [Israel] telah menyiapkan perangkap serupa dengan menggunakan boneka dan mainan anak-anak”. 

Membunuh Warga yang Kembali ke Rumah Mencari Makanan

Abdullah Razzaq, seorang warga sipil Gaza, mengatakan pasukan Israel menargetkan mereka yang mencoba pulang ke rumah untuk mengumpulkan persediaan makanan – terutama ketika mereka mengira tank Israel telah ditarik. Sebagian besar pengungsi terpaksa meninggalkan rumah mereka dengan tergesa-gesa karena pemboman yang tiba-tiba sehingga hanya membawa sedikit makanan dan barang-barang lainnya. Seiring berjalannya waktu, dan makanan semakin langka, banyak yang berupaya kembali ke sana agar dapat mengambil persediaan dari rumah mereka.

“Tampaknya tentara Israel menyadari bahwa orang-orang harus kembali ke rumah mereka, jadi mereka berpura-pura menarik tank-tank dari jalan atau area tersebut, kemudian menyebarkan penembak jitu yang tersembunyi di atas gedung-gedung. Daerah tersebut terlihat kosong, tapi begitu warga mulai berkumpul untuk mencari makanan, [Israel] mengejutkan mereka, dengan penembak jitu dan drone menembaki mereka”.

Penyergapan semacam ini dilaporkan telah menyebabkan puluhan orang tewas dan terluka, khususnya di Kota Gaza dan Gaza utara. Thawabta membenarkan bahwa pasukan Israel sengaja membunuh mereka yang kembali ke rumah mereka di lingkungan utara. Namun, wilayah selatan juga tidak aman. Di wilayah Khan Younis, Gaza selatan, penyergapan serupa dilaporkan terjadi di Batn Al-Sameen di barat Khan Younis, Desa Qizan an-Najjar, dan daerah Al Balad.

Selain itu, ketika militer Israel mundur sepenuhnya dari suatu daerah, tentara dengan sengaja membakar rumah-rumah warga sipil dan seluruh isinya, terutama di bagian utara Gaza. Tujuannya tampaknya adalah merampas sumber daya warga Gaza sehingga memperburuk tingkat kelaparan di kalangan penduduk.

Sulit untuk memperkirakan jumlah korban tewas dan luka akibat insiden tersebut karena sebagian besar rumah sakit di Gaza utara tidak berfungsi atau hanya setengah berfungsi. Namun Kementerian Kesehatan menyatakan sedikitnya 20 orang tewas akibat “kaleng makanan” berisi bahan peledak, dan sekitar 50 orang luka-luka. Kementerian juga memperkirakan bahwa pada bulan Januari saja, sekitar 95 orang tewas dalam serangan saat kembali ke rumah mereka, dan 400 lainnya terluka.

Menargetkan Konvoi Bantuan

Selain membunuh mereka yang mencari makanan, lanjut Al-Araby Al-Jadeed, pasukan Israel juga bekerja keras untuk mencegah bantuan tiba. Euro-Med telah mendokumentasikan beberapa kasus di mana konvoi bantuan kemanusiaan menjadi sasaran. Pada tanggal 8 November, tentara Israel menembaki konvoi bantuan Palang Merah yang membawa pasokan medis, melukai seorang pengemudi dan merusak dua truk.

post-cover
Truk bantuan ke Gaza diserang tentara Israel (Foto: UNRWA)

Pada 29 Desember tentara menembaki konvoi bantuan UNRWA, namun tidak ada korban jiwa. Kemudian, pada 10 Januari seorang anggota staf UNRWA terbunuh dan beberapa lainnya terluka, ketika tentara Israel menargetkan mereka saat mendistribusikan bantuan di selatan Kota Gaza. Pada 5 Februari, pasukan Israel menargetkan konvoi bantuan yang berangkat dari Gaza selatan ke utara meskipun dikawal kendaraan PBB dan Israel telah diberitahu tentang rute dan koordinatnya sebelumnya.

Menurut Statuta Roma, sengaja mengarahkan serangan terhadap personel, instalasi, material, unit atau kendaraan yang terlibat dalam bantuan kemanusiaan dianggap sebagai kejahatan perang.

Thawabta memaparkan bahwa 1.300 truk makanan dibutuhkan setiap hari untuk mengurangi parahnya kelaparan, terutama di wilayah utara. Namun, pada minggu terakhir bulan Januari, hanya 80-100 truk yang bisa masuk setiap hari melalui penyeberangan Rafah. 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button