Market

Banyak Masalah, LRT Jabodebek Sebaiknya Setop Operasi untuk Dievaluasi

Terkait kecilnya ukuran pintu LRT Jabodebek hingga tak bisa menutup rapat, bukti bahwa desainnnya memang bermasalah. Padahal, kereta tak bermasinis ini, dibangun dengan biaya mahal.

Pakar kebijakan publik, Achmad Nur Hidayat mengatakan, desain pintu LRT Jabodebek yang dibuat PT INKA (Persero) mengacu kepada tinggi badan rata-rata warga negara Indonesia WNI) yakni 160 sentimeter. Belakangan, banyak dikeluhkan penumpang.  “Ini rancangan yang tidak inklusif. Saat ini, banyak warga Indonesia yang memiliki tinggi di atas rata-rata. Alhasil, mereka menjadi tidak nyaman saat masuk,” kata Achmad Nur, Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Mungkin anda suka

Selain itu, kata Matnur, sapaan akrabnya, warga negara asing yang tinggal atau kebetulan berkunjung ke Jakarta, bakal tak nyaman saat ingin menunggangi LRT Jabodebek. Karena harus membungkuk atau memiringkan badan. “Lebih parah lagi mereka yang memiliki claustrophobia, atau ketakutan terhadap ruang sempit. Desain pintu yang rendah membuat mereka cemas dan tak nyaman. Ini menjadi pengalaman tak enak saat ingin mencoba transportasi modern di Jakarta,” kata Matnur.

Selain desain pintu, muncul pula keluhan teknis lain yang menunjukkan bahwa LRT Jabodebek perlu evaluasi atau perbaikan. Misalnya, pengeremannya kurang halus, jarak antar-kereta di stasiun kurang optimal, serta gangguan listrik yang terjadi hanya dalam tiga hari operasional. “Semuanya menunjukkan kebutuhan (LRT Jabodebek) untuk peninjauan ulang atau evaluasi menyeluruh,” paparnya.

Padahal, kata Matnur, Presiden Jokowi menyebut LRT Jabodebek bukan sekedar sarana transportasi. Namun juga solusi untuk membuat udara Jakarta tak banyak polusi dan mencegah kemacetan.

Masyarakat tentu belum lupa, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sempat mempersoalkan desain jembatan rel lengkung (longspan) LRT Jabodebek. Dia bahkan menyebut lonspan itu salah desain.

Menurut Tiko, sapaan akrabnya, jembatan itu tidak dites sudut kemiringannya. Sehingga, ketika LRT melewatinya, tidak bisa melaju dengan kecepatan tinggi. Harus ada pengereman, kalau tidak berpotensi kecelakaan.

Asal tahu saja, longspan LRT itu dibangun di atas flyover Tol Dalam Kota yang panjangnya 148 meter. Sedangkan radius lengkungnya 115 meter, mampu menahan beban beton seberat 9.688,8 ton.

Belakangan, Wamen Tiko banyak diam. Informasinya, dia kena tegur. Bisa jadi kabar itu benar. Yang jelas, omongan mantan bankir Bank Mandiri itu, kini, terbukti. Banyak masalah di LRT Jabodebek.

Bengkak Biaya LRT Jabodebek

Proyek LRT ini, awalnya digagas PT Adhi Karya (Persero) pada 2015. Kala itu, Adhi Karya menghitung dana investasinya sebesar Rp22,1 triliun.

Namun, proyek ini tak kunjung digarap, selanjutnya diambil alih PT Kereta Api Indonesia (Persero/KAI), melalui Perpres No 49 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 98/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi (LRT) Jabodebek.

Seperti halnya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), biaya pembangunan LRT Jabodebek mengalami pembengkakan, alias cost overrrun hingga menjadi Rp29,9 triliun.

Pada 2021, biaya pembangunan LRT Jabodebek sepanjang 41,2 kilometer, bengkak lagi Rp2,6 triliun menjadi Rp32,5 triliun. Ini kali kedua anggarat LRT bengkak.

Nah, biaya pembangunan Rp32,5 triliun itu, menjadi tanggungan KAI. Agar cepat beroperasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) suntik dana segar ke KAI, melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Totalnya mencapai Rp10,2 triliun. Setidaknya, KAI diguyur 3 tahap PMN, yakni 2017 sebesar Rp4 triliun, 2018 Rp3,6 triliun, dan 2021 sebesar Rp2,6 triliun.

Sedangkan sisanya yang Rp22,5 triliun, KAI harus utang kepada sindikasi 15 bank. Lagi-lagi, berkat jaminan Kemenkeu, kreditnya berjalan mulus.

Ke-15 bank yang menguyur pinjaman ke KAI itu, adalah Bank Mandiri, BNI, BRI, BCA, SMI, CIMB Niaga, Bank DKI, Bank BJB, Bank Sumselbabel, Bank Papua, Bank Sumut, Permata Bank, KEB Hana, Shinhan, dan Bank Mega.

Dengan besarnya beban utang itu, PT KAI harus lebih cerdas memutar otak. Apalagi, BUMN kereta api ini, mematok 13 tahun sudah balik modal atau break event point (BEP).

Sementara, baru 3 hari beroperasi saja, banyak keluhan dari penumpang LRT Jabodebek. Nah, kalau sepi penumpang, jangankan BEP, bisa menutup biaya operasional saja sudah untung.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button