News

Pengamat Sebut Kekayaan Negara di BUMN Ambigu

Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto menyebut unsur kerugian negara akibat salah tata kelola perusahaan pelat merah masih rancu.

Hal itu dia sampaikan terkait dugaan kerugian negara dalam kasus korupsi di PT Perikanan Indonesia (Perindo), anak usaha PT Rajawali Nusantara Indonesia atau RNI (Persero) atas penerbitan Medium Term Note (MTN) senilai Rp 200 miliar.

Pendiri Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI ini menjelaskan, dalam Undang-Undang (UU) BUMN Nomor 19 tahun 2003 dijelaskan bahwa definisi BUMN adalah perusahaan yang dimiliki negara dengan modal dari kekayaan yang sudah dipisahkan.

“Sehingga BUMN dan juga anak BUMN kalau mengalami kerugian mustinya tidak masuk kerugian negara,” katanya, Jumat (27/5/2022).

Namun, dilanjutkan Toto ada pasal di UU Keuangan Negara yang menyatakan BUMN atau anak usaha BUMN merupakan bagian dari kekayaan negara.

Hal ini membuat implikasi kalau BUMN atau anak usaha mengalami kerugian, maka bisa masuk kategori kerugian negara. “Jadi ada ambiguitas disini,” ungkapnya.

Namun dia menegaskan, perlu adanya perbaikan prinsip business judgement rule. Dimana aksi korporasi yang dilakukan oleh BUMN sudah dilakukan due dilligence lengkap agar tidak ada benturan kepentingan.

“Jadi kalau kemudian corporate action rugi, maka itu tidak bisa dianggap sebagai kerugian negara tapi sebagai risiko bisnis,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direksi PT Perindo didakwa merugikan keuangan negara Rp 121,4 miliar dan 279 ribu dolar Amerika Serikat, dari total keseluruhan kerugian negara Rp 176 miliar dan 279 ribu dolar Amerika Serikat. Kerugian timbul karena direksi salah mengelola dana dan usaha jual beli ikan.

Terdakwa dalam kasus itu terdiri dari mantan Direktur Utama Perum Perindo periode 2016-2017 Syahril Japarin didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama Wakil Presiden Perdagangan Perindo Wenny Prihatini dan Direktur Usaha Perum Perindo priode 17 Maret 2017 sampai 11 Desember 2017 Risyanto Suanda.

Selain itu ada tiga orang dari pihak swasta yang turut didakwa dalam berkas terpisah, yakni Lalam Sarlam selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur, Nabil M Basyuni selaku Direktur PT Prima Pangan Madani dan Riyanto Utomo selaku Direktur Utama PT Global Prima Santosa.

Dalam kasus serupa, Kejaksaan Agung (Kejagung) pernah mengehentikan penyidikan perkara korupsi PT Perikanan Nusantara (PT Perinus) dengan alasan perusahaan tersebut sudah menjadi anak perusahaan PT Perindo. Saat itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) berpendapat bahwa tidak ada kerugian negara yang nyata dan pasti dalam kasus tersebut.

Terkait dengan kasus PT Perindo yang menjerat mantan Direktur Utama Perum Perindo periode 2016-2017 Syahril Japarin dkk sebagai terdakwa, perusahaan tersebut baru resmi menjadi anak usaha PT RNI (Persero) pada Januari 2022.

Mengingat PT Perindo berstatus anak perusahaan PT RNI, maka aset kekayaan yang dikelola perusahaan itu bukan lagi kekayaan negara. Sehingga seharusnya ada pemahaman yang sama oleh Jampidsus atas kasus korupsi Perum Perindo 2016-2019.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Ivan Setyadhi

Dreamer, Chelsea Garis Biru, Nakama, Family Man, Bismillah Untuk Semuanya, Alhamdulillah Atas Segalanya
Back to top button