Kanal

Andi Syamsuddin Arsyad, Saudagar yang Memilih Sunyi Publikasi

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyentil kelemahan pengusaha muslim Indonesia yang dianggapnya belum mampu mengambil alih 50% ekonomi RI yang dikuasai etnis Tionghoa. Para saudagar (pengusaha muslim) terus tumbuh namun sebagian dari mereka memilih untuk menjauhi publikasi.

SEBUAH kegelisahan dilontarkan mantan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia, Muhammad Jusuf Kalla atau yang akrab disapa JK. Satu yang dia sentil adalah ketimpangan ekonomi Indonesia, yang menurut dia, lebih dari separuhnya masih dikuasai etnis Tionghoa. Padahal jumlah mereka tak lebih dari 5 persen dari jumlah penduduk negeri ini.

Dalam acara halalbihalal yang diadakan oleh Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (12/5/2023) malam, JK menyatakan dengan data tersebut – mereka para penduduk Tionghoa memiliki kekuatan ekonomi hingga sepuluh kali lipat. Jumlah yang sangat njomplang.

Dibanding dengan Malaysia, tentu jauh berbeda keadaannya. Di sana, jumlah penduduk etnis Tionghoa yang mencapai 30 persen total penduduk, menguasai sekitar 60 persen ekonomi negara. “60 persen ekonomi negeri itu yang dikuasai Tionghoa, artinya hanya satu banding dua,” kata Wapres Ke-10 dan Ke-12 itu.

Bukan sekali ini saja JK berbicara soal ini. Lima tahun lalu, media pun mencatat Kalla – yang ketika itu masih menjabat sebagai wakil presiden juga mengungkap kegelisahan yang sama. Seperti di acara halal bihalal itu, JK berbicara di kalangan muslim.

Saat membuka Rapat Kerja Nasional Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI), 29 Juli 2019, dia menyebut sebagai salah satu negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, seharusnya Indonesia memiliki jumlah pengusaha muslim yang lebih besar. JK konsisten menyuarakan hal yang sama. Namun, jelas ini mengkhawatirkan. Artinya, selama rentang waktu lima tahun, kondisi yang terjadi tidak banyak mengalami perbaikan.

Dia menyebut minimnya warga Indonesia yang menjadi pengusaha salah satu penyebabnya. Kebanyakan dari kalangan muslim, justru lebih banyak tertarik pada dunia politik. “Kelemahan kita sebagai umat muslim ialah kekurangan pengusaha. Ekonomi kita sebagaimana kita ketahui lebih banyak dijalankan oleh kawan-kawan kita non muslim,” ungkapnya.

Keberadaan para pengusaha tentu punya andil besar bagi negeri ini. Sebagai pembayar pajak yang besar, mereka dapat membantu negara dalam melakukan pembangunan dan memajukan negeri. Tanpa pajak yang dibayarkan oleh pengusaha dan masyarakat, negara tidak dapat maju. Tanpa adanya pekerjaan, mustahil suatu negara dapat maju dan menggerakkan roda perekonomiannya.

Pun demikian dengan para saudagar atau pengusaha muslim. Dengan melimpah ruah penghasilan yang diterimanya akan berpengaruh terhadap besaran zakat yang harus dibayarkan para lembaga zakat – yang kemudian akan disalurkan sebagai salah satu instrumen jaring pengaman sosial yang berguna untuk membantu kalangan muslim yang membutuhkan.

“Oleh sebab itu, kemajuan para pengusaha baik itu muslim maupun muslimah tentu harus berkembang lebih baik,” tutur Kalla, lima tahun lalu.

Sejauh ini, dengan penduduk yang mayoritas Muslim, daftar 100 orang terkaya di Indonesia memang hanya diisi beberapa gelintir pengusaha Muslim. Mereka adalah Chairul Tanjung, Garilbaldi Thohir, Aksa Muhammad, Aburizal Bakrie, dan Abdul Raysid. Nama mereka yang kerap muncul di media.

Sejatinya, kiprah para saudagar atau pengusaha muslim bukannya tak ada. Mereka memilih untuk menjauhi publikasi. Satu di antaranya adalah Andi Syamsuddin Arsyad, 46 tahun. Pria yang lebih dikenal dengan nama Haji Isam memiliki kekayaannya menyamai pengusaha besar nasional.

Meski memilih menjadi sosok yang low profile, toh dari kegiatan filantropi yang dilakukan orang pun dengan mudah menduga bahwa penghasilan dan kekayaannya tidak bisa dianggap remeh. Melalui Johnlin Group, Haji Isam selama 2022-2023 telah memberangkatkan 870 warga Tanah Bumbu untuk melakukan umroh ke Tanah Suci.

Jumlah itu, di luar 250-an orang guru yang juga ia umrohkan di tahun 2022. Sementara untuk sekolah yang pernah menjadi bagian kehidupannya, SMPN 1 Mentawe, sang taipan merogoh kocek dan memberikan bantuan Rp 1,5 miliar. Melalui yayasannya, Haji Isam Foundation, pada 2022 lalu sang dermawan mengeluarkan zakat, infaq dan sadaqah wajibnya (ZIS) sebesar Rp250 miliar.

Peduli dengan nasib para pekerja sektor informal, antara lain para nelayan, pedagang kaki lima, fakir miskin dan guru mengaji, melalui CSR grup usahanya, Johnlin, Haji Isam pun memberikan 1.400 paket program BPJS Ketenagakerjaan pada 2022 lalu.

Haji Isam juga membangun sebuah masjid megah di Jalan Kodeco, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu. Masjid bernuansa arsitektur Timur Tengah, dipadu ornamen khas Kalimantan Selatan yang berdiri di tanah seluas 1,6 hektar  itu dinamakan Masjid Al-fallah. Saking luasnya, lahan parkir masjid ini mampu menampung ratusan mobil, dengan sebuah kolam ikan besar di halamannya.

Prihatin dengan kondisi kabupatennya yang butuh rumah sakit berkapasitas 400 pasien rawat inap namun belum juga terwujud, Haji Isam pun membangun Marina Permata Hospital di Tanah Bumbu. Rumah sakit besar berstandar internasional itu berdiri setinggi tiga lantai di area seluas 10.000 meter persegi, itu pun baru tahap awal.

Untuk menggembirakan sesama warga Batu Licin, pada 2022 lalu Haji Isam pun menggelar “Batu Licin Festival”, sebuah pesta rakyat super besar. Tercatat tak kurang dari 70-an ribu orang hadir bergembira Bersama. Untuk suksesnya acara, Haji Isam mengumpulkan 500 pedagang kaki lima dan UMKM. Mereka diberi tenda gratis untuk berniaga.

Kepedulian Haji Isam tentu banyak sebab yang melatarbelakanginya. Semula dia mulai dari ketidaaan. Sebelum bertemu dengan Johan Maulana, pengusaha Tionghoa Surabaya, Haji Isam memulainya dari bawah. Sempat menjadi tukang ojek dan operator alat berat. Pertemuannya dengan Johan Maulana membuat hidupnya berubah. Selama dua tahun, pada 2001, dia mendapatkan kesempatan belajar cara mengelola tambang saat bekerja di perusahaan milik Johan.

Kegigihan dan keuletannya itu membuat Johan memberikan pinjaman untuk memulai terjun ke bisnis tambang.  Haji Isam maju dengan menjadi kontraktor pelaksana PT Arutmin Indonesia, bagian dari PT Bumi Resources Tbk milik keluarga Bakrie dengan perusahaannya sendiri, CV Jhonlin Baratama. Tak ada yang menyangka, perusahaan itu telah menjadi raksasa. Dengan bendera PT Jhonlin Group, omzetnya mencapai lebih dari Rp400 miliar tiap bulannya.

Setelah lebih dari dua dekade, bisnis Haji Isam kemudian menggurita. Dia merambah  bisnis transportasi pesawat terbang, bidang perkapalan, bidang agribisnis, biodiesel, energi, hingga wood pallet. Nilai kekayaannya pun ditaksir mencapai lebih dari triliunan rupiah. Dari bukan siapa-siapa, nama Haji Isam kini singgah di hati banyak orang.

Namun Haji Isam tetap menjauhi lampu sorot di berbagai media. Dia berbeda dengan anak-anak muda yang melakukan flexing di media sosial. Dia lebih nyaman bila namanya tak banyak disebut-sebut orang. Sunyi publikasi adalah pilihannya.

Yang jelas, kecemerlangan dan kebaikannya telah lama hinggap di hati warga di Tanah Bumbu, Kalsel. Junaidi, Kepala Desa Tibarau Panjang Kecamatan Teluk Kepayang, mengaku sangat bangga dan bersyukur dengan keberadaan Jhonlin di Tanah Bumbu.

“Semoga Jhonlin tambah maju dan tambah berkah. Semoga H Samsudin Andi Arsyad senantiasa diberi kesehatan dan qobul setiap hajat beliau,” katanya. [Tim INILAH]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button