News

Pakar Asing Prediksi Nasib Demokrasi Indonesia Jika Prabowo Jadi Presiden


Pakar politik internasional dari Council on Foreign Relations (CFR) memprediksi nasib demokrasi di Indonesia apabila capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menjadi Presiden RI.

Dalam sebuah artikel yang rilis pada awal pekan ini, pakar CFR Joshua Kurlantzick menuliskan pendapatnya mengenai demokrasi di Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo.

Menurut Kurlantzick, jika Prabowo menjadi presiden, ia bisa menghancurkan demokrasi Indonesia dan memimpin negara berpopulasi lebih dari 270 juta orang ini secara otoriter.

“Dia bisa menghancurkan demokrasi Indonesia dan memerintah seperti populis otoriter Jawa sebagai presiden,” tulisnya.

Kurlantzick memandang demikian karena mengingat Prabowo yang memiliki hubungan dekat dengan angkatan bersenjata dan pernah menampilkan dirinya sebagai ‘pemimpin dari masa lalu otokratis dan dinasti Indonesia’.

Tentu itu semua sebelum Prabowo dikenal luas sebagai ‘kakek gemoy’ belakangan ini. Dalam Pemilihan Presiden 2024, Prabowo mengubah citranya menjadi seorang pemimpin yang lembut dan lucu.

Lebih lanjut, Kurlantzick juga memprediksi demikian karena beragam kritik dan tuduhan yang membayangi sang Menteri Pertahanan RI. Prabowo dituding terlibat dalam penculikan aktivis pada 1998 silam.

Mantan menantu Presiden kedua RI, Soeharto, itu juga dipercaya menjadi dalang dalam pembantaian di Timor Leste pada 1983.

“Dalam sebuah wawancara dengan Radio Australia, mantan Duta Besar AS untuk Indonesia Robert Gelbard menggambarkan Prabowo sebagai ‘seseorang yang mungkin merupakan pelanggar HAM terbesar di zaman kontemporer di kalangan militer Indonesia’,” tulis Kurlantzick.

Lebih lanjut, ia turut mengingat kampanye Prabowo dalam pemilu sebelumnya saat dia mencitrakan diri sebagai seorang populis dan memfitnah kelompok minoritas.

Kurlantzick juga mengingat kembali Prabowo yang pernah berusaha menghilangkan pemilihan kepala daerah atau pilkada langsung di Indonesia.

Pada 2014, Prabowo pernah mendorong rancangan undang-undang (RUU) Pilkada yang menyerahkan pemilihan kepala daerah kembali ke tangan DPRD. Langkah ini kemudian digagalkan presiden yang masih menjabat saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, imbas kritik masyarakat.
 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button