News

MIPI: Penyelenggara Negara Wajib Pahami Konsep Diskresi agar tak Tersandung Hukum

Ketua Umum Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Bahtiar mengatakan, pengertian, tujuan, dan etika dari diskresi pemerintahan perlu dipahami secara konseptual untuk memudahkan tugas para penyelenggara negara. Soalnya masih banyak pihak yang tidak memahami secara baik terkait diskresi. Ada pula penyelenggara negara atas nama diskresi, lalu melakukan tindakan yang kemudian menjadi masalah hukum.

“Mungkin pemerintah tidak hadir karena tidak ada hukum yang tersedia. Dia tidak punya kewenangan, merasa tidak punya kewenangan yang cukup, nah, sebenarnya ada ruang diskresi. Kapan ini bisa dilakukan,” kata Bahtiar saat membuka webinar “Memahami Ilmu Pemerintahan [Sesi 7] Perspektif Hukum Diskresi Pemerintahan”, Sabtu (25/2/2023).

Bahtiar menambahkan, pelaksanaan diskresi harus dipahami seiring dengan dasar-dasar hukum yang telah tersedia, karena terkadang tindakan diskresi diuji di pengadilan.

Sementara itu, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Murtir Jeddawi yang tampil sebagai narasumber tunggal menyebut, terdapat instrumen yang diberikan oleh hukum, baik teori, asas, maupun peraturan perundang-undangan yang disebut dengan diskresi.

Dia menjabarkan, diskresi merupakan suatu istilah yang memberikan keleluasaan kepada pemerintah untuk melakukan tindakan. Dimana tindakan tersebut menurut keyakinan pemerintah harus dilakukan dalam rangka pelayanan masyarakat dan tidak diatur dalam peraturan tertulis.

“Jadi diskresi itu adalah exit way untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, dimana peraturan yang jelas tentang itu belum ada. Jadi diskresi itu jalan keluar sehingga tidak ada kata kita pemerintah membatasi dirinya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” jelasnya.

Dia menambahkan, peraturan kebijakan merupakan konkretisasi dari diskresi. Apabila pemerintah dihadapkan pada suatu peristiwa yang belum jelas aturannya, maka dibuat peraturan kebijakan. Konsep dalam kesejahteraan modern menyebut, semua kebutuhan masyarakat dan semua hal yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat tidak boleh terhenti hanya karena tidak ada peraturan.

“Hukum itu selalu tertinggal dari peristiwa yang harus diatur. Dinamika masyarakat begitu tinggi, persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat begitu dinamis sementara peraturan tertulis yang kita sebut dengan peraturan perundangan belum mengatur,” ujarnya.

Untuk itu, Murtir menegaskan, diskresi sah dalam negara kesejahteraan modern. Inisiatif yang bersifat diskretik bahwa pelayanan bisa diberikan sangat diperlukan. Meski begitu, inisiatif tersebut tak bisa digunakan semena-mena, diperlukan kematangan dan kedewasaan pemerintah yang diwakili oleh pejabat pemerintah.

Dia menyebut ada dua catatan yang menjadi dasar pejabat pemerintah dalam melakukan diskresi. Pertama, diskresi tidak boleh melanggar atau bertentangan dengan peraturan tertulis yang sudah ada sebelumnya. Kedua, diskresi tidak boleh digunakan atau didayagunakan untuk mengebiri hak-hak masyarakat.

“Sepanjang diskresi itu memang diperuntukkan untuk meningkatkan pelayanan, untuk mengisi kekosongan aturan yang abu-abu, itu tidak masalah. Tidak usah ragu,” tandasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button