News

Krisis Kelahiran, Kim Jong-un Nangis-nangis, Putin Minta Perempuan Miliki 8 Anak

Dua pemimpin negara bersahabat yakni Presiden Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Rusia Vladimir Putin mendesak kaumperempuan untuk memperbanyak kelahiran. Kedua negara itu seperti juga beberapa negara lainnya mengalami penurunan angka kelahiran yang akan menyebabkan krisis demografi.

Mengutip The Independent, kemarin, Kim Jong-un menangis di depan ribuan ibu-ibu Korea Utara saat ia memohon kepada mereka untuk memiliki lebih banyak bayi dan menghentikan penurunan angka kelahiran di negara komunis tersebut. Sang diktator terlihat menyeka matanya dengan saputangan dalam sebuah permohonan yang dirancang khusus kepada para wanita yang berkumpul pada Pertemuan Ibu Nasional di Pyongyang.

Saat menyapa hadirin sebagai “Ibu Tersayang”, ia mengatakan kepada mereka: “Mencegah penurunan angka kelahiran dan pengasuhan anak yang baik adalah tugas rumah tangga yang perlu kita tangani saat bekerja dengan para ibu.” Dia menambahkan negaranya dihadapkan pada sejumlah “tugas sosial yang harus diselesaikan oleh kaum ibu.”

Tugas-tugas ini, lanjut Kim, termasuk membesarkan anak-anak sehingga mereka akan dengan teguh meneruskan revolusi, menghilangkan praktik-praktik non-sosialis yang semakin meningkat akhir-akhir ini, dan meningkatkan keharmonisan keluarga serta persatuan sosial. Juga membangun cara hidup budaya dan moral yang sehat, menjadikan kebajikan-kebajikan komunis dan sifat-sifat membantu serta memimpin satu sama lain untuk maju mendominasi masyarakat kita, menghentikan penurunan angka kelahiran, termasuk merawat anak-anak dengan baik serta mendidik mereka secara efektif.

“Ini adalah urusan keluarga kita bersama, yang perlu kita selesaikan dengan bergandengan tangan dengan ibu kita,” kata Kim yang terlihat menyeka matanya.

Korut menerapkan program pengendalian kelahiran pada tahun 1970-80-an untuk memperlambat pertumbuhan populasi pascaperang. Tingkat kesuburan negara tersebut mencatat penurunan besar setelah terjadinya bencana kelaparan pada pertengahan tahun 1990-an yang diperkirakan telah menewaskan ratusan ribu orang, kata Hyundai Research Institute yang berbasis di Seoul dalam sebuah laporan pada bulan Agustus.

“Mengingat Korea Utara kekurangan sumber daya dan kemajuan teknologi, maka negara ini akan menghadapi kesulitan untuk menghidupkan kembali dan mengembangkan industri manufaktur jika tidak tersedia tenaga kerja yang cukup,” kata laporan lembaga tersebut.

Korea Utara, yang berpenduduk sekitar 25 juta orang, dalam beberapa dekade terakhir juga harus menghadapi kekurangan pangan yang serius, termasuk kelaparan mematikan pada tahun 1990-an, yang sering kali disebabkan oleh bencana alam seperti banjir yang merusak hasil panen.

Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa pada tahun 2023, tingkat kesuburan, atau jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang wanita di Korea Utara, berada pada angka 1,8, di tengah penurunan angka tersebut selama beberapa dekade terakhir. Tingkat kesuburan masih lebih tinggi dibandingkan beberapa negara tetangga Korea Utara, yang juga sedang bergulat dengan tren penurunan serupa.

Korea Selatan mengalami penurunan tingkat kesuburan ke rekor terendah 0,78 tahun lalu, sementara Jepang mengalami penurunan menjadi 1,26. Menurunnya angka kelahiran di Korea Selatan telah menyebabkan kekurangan dokter anak, sementara satu kota mengadakan acara perjodohan untuk meningkatkan angka kelahiran.

Putin Minta Perempuan Rusia Miliki 8 Anak

Sementara itu pemimpin tertinggi Rusia Vladimir Putin mendesak perempuan Rusia untuk memiliki ‘delapan anak atau lebih’ di tengah melonjaknya kematian dalam perang di Ukraina. Angka kelahiran di Rusia terus menurun sejak tahun 90-an dan negara tersebut telah kehilangan lebih dari 300.000 korban sejak awal konflik Ukraina, menurut data yang dikelola Kyiv. 

post-cover
Presiden Rusia Vladimir Putin

Dalam pidatonya melalui tautan video di Dewan Rakyat Rusia Sedunia di Moskow pada Selasa, Putin mengatakan peningkatan populasi Rusia akan menjadi “tujuan kami untuk beberapa dekade mendatang”.

“Banyak masyarakat kita yang mempertahankan tradisi keluarga, yaitu membesarkan empat, lima anak atau lebih,” kata Putin, masih mengutip The Independen. “Ingatlah bahwa di keluarga Rusia, nenek dan nenek buyut kami memiliki 7 dan 8 anak. Mari kita lestarikan dan hidupkan kembali tradisi ini. Memiliki banyak anak, keluarga besar, harus menjadi norma, cara hidup bagi seluruh masyarakat Rusia.”

Putin sendiri hanya mengenalkan dua anak di depan umum – putri dari mantan istrinya Lyudmila, Maria Vorontsova dan Katerina Tikhonova, yang terkena sanksi AS setelah invasi tahun lalu. Meskipun demikian, telah lama beredar rumor di pers Rusia bahwa ia memiliki banyak keturunan dari perselingkuhannya dengan jutawan Svetlana Krivonogikh dan pesenam peraih medali emas Olimpiade Alina Kabaeva.

Komentar presiden Rusia tersebut tidak secara langsung mengacu pada besarnya korban yang diderita pasukan Rusia dalam invasinya ke Ukraina. Perang yang sedang berlangsung memasuki musim dingin kedua dan telah memaksa Putin untuk memerintahkan wajib militer sebagian. Laporan media Rusia pada bulan September mengatakan bahwa Moskow bermaksud untuk memobilisasi hingga satu juta tentara cadangan.

Awal bulan ini, Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan jumlah tentara Rusia yang tewas di Ukraina kemungkinan mencapai 300.000 orang. Kementerian Inggris juga mengatakan ribuan mayat telah ditinggalkan di medan perang. Invasi tersebut juga menyebabkan sekitar 820.000-920.000 orang meninggalkan Rusia, menurut kelompok kebijakan independen Re:Russia.

Dampak berbahaya lainnya yang dihadapi Rusia akibat invasi tersebut termasuk kekurangan tenaga kerja yang parah dan meningkatnya perlambatan ekonomi akibat sanksi yang dikenakan oleh negara-negara Barat.

Rusia telah menyaksikan penurunan angka kelahiran sejak sebelum bubarnya Uni Soviet. Para ahli mengaitkan penurunan ini dengan memburuknya perekonomian dan peraturan aborsi yang ketat sehingga menjadi penghalang bagi calon orang tua.

Presiden Rusia telah berupaya meningkatkan angka kelahiran yang buruk di negaranya dengan menerapkan berbagai insentif pemerintah bagi individu yang memiliki anak, termasuk imbalan finansial bagi keluarga yang memiliki lebih dari satu anak, sejak ia berkuasa 24 tahun lalu.

Namun langkah-langkah ini menunjukkan dampak yang minimal atau bahkan tidak ada pengaruhnya, menurut data dari Rosstat, layanan statistik federal Rusia, yang dikutip oleh surat kabar Le Monde. Populasi Rusia dilaporkan berjumlah 146.447.424 jiwa pada 1 Januari, lebih rendah dibandingkan angka pada tahun 1999 ketika Putin menjabat sebagai presiden.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button