Kanal

Ekonomi di Tahun Politik, Apa Penopangnya?

Dengan masuknya tahun 2024 sebagai tahun politik, sudah menjadi tradisi kalangan swasta yang menjadi salah satu penggerak perekonomian sedikit mengerem investasi. Mereka menunggu arah kebijakan pemerintahan baru setelah melalui rangkakain pilpres dan pileg. Lantas apa yang menggerakkan perekonomian di tahun ini?

Apalagi tantangan geopolitik masih tetap seperti tahun 2023. Perang Rusia dan Ukraina masih memicu harga energi global bertengger di harga tertinggi. Demikian juga Sikap Israel yang masih ngotot menyerang Palestina belum ada tanda-tanda akan berdamai. Faktor-faktor eksternal ini masih menyebabkan impor minyak dan impor pangan masih memaksa APBN menganggarkan lebih supaya bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Demikian halnya di dalam negeri, dengan fenomena El Nino yang sudah terjadi sejak awal tahun 2023 lalu, kian menurunkan daya beli masyarakat. Sektor pertanian yang tertekan karena musim kering berkepanjangan telah memicu produksi pangan dalam negeri menjadi tidak maksimal. Akibatnya harga pangan melambung tinggi menguras pendapatan rakyat Indonesia yang sebagian besar petani.

Dengan kondisi eksternal dan internal tersebut, Menkeu Sri Mulyani pun dalam memasang target tidak seperti di tahun 2023 lalu. Walaupun masih tetap yakin pertumbuhan ekonomi masih tetap mampu berada di atas lima persen. Strateginya, pemerintah harus berupaya untuk menjaga permintaan domestik karena konsumsi kelompok menengah ke bawah sangat besar. Untuk itu, pemerintah terus berusaha untuk menjaga inflasi dan kenaikan harga pangan.

Hal ini bersamaan dengan kondisi global yang berpotensi masuk dalam tren suku bunga tinggi. Tahun 2024 menjadi tahun yang cukup gelap bagi ekonomi sejumlah negara besar akibat kenaikan suku bunga. “Berbagai kebijakan kita kemarin, entah itu untuk pembelian rumah, pembelian mobil, ini semuanya ditujukan agar dari sisi supply side-nya itu properti dan konstruksi memiliki multiplier yang banyak. Dari sisi kelompok menengah yang kita melihat masih memiliki daya beli, mereka mulai dipacu untuk bisa tumbuh,” kata Menkeu tentang Outlook Perekonomian Indonesia 2024, Jumat (22/12/2023). 

Di sisi lain, pertumbuhan pajak yang tinggi juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Namun demikian, Menkeu melihat hal ini menjadi critical point bagi Indonesia karena harus menjaga momentum pertumbuhan yang menjadi basis pajak.

“Pertumbuhan dari penerimaan pajak kita tahun ini masih 7 persen, so its quite remarkable despite baseline-nya naiknya sangat tinggi. Ini akan menimbulkan tax ratio-nya membaik dan kemudian kita fokus belanja akan menjadi lebih baik, meskipun ini adalah tahun terakhir dari Presiden Jokowi. Ini memang mungkin critical point-nya adalah quality spending dan speed of spending,” jelasnya. 
 

Abaikan Risiko

Namun keyakinan Menkeu dengan pertumbuhan di atas lima persen seakan mengabaikan beberapa risiko ekonomi tahun 2024. Sebab pada kuartal ketiga tahun 2023 lalu pertumbuhan saja hanya 4,9 persen. Ekonom Indef mengingatkan pemerintah jangan mengabaikan berbagai risiko dan ancaman yang berpotensi mengganggu kinerja ekonomi dalam negeri.

“Kita pun berharap pertumbuhan bisa bagus tahun depan (2024). Tapi kita juga harus realistis. Risiko global masih cukup banyak, ketidakpastian masih tinggi, ada konflik geopolitik, tak hanya Rusia-Ukraina, tetapi Hamas-Israel,” kata Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, Jumat (22/12/2023) lalu.

Esther menilai selain potensi risiko dari global, ekonomi Indonesia juga dinilai masih mengalami dampak pandemi covid-19. Hal itu tercermin dari tingkat utang yang masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan posisi sebelum pandemi Covid 19.

Risiko utang disebabkan oleh lonjakan defisit anggaran guna memenuhi kebutuhan penanganan pandemi selama hampir tiga tahun. Padahal kondisi ini akan menjadi beban anggaran bagi Indonesia. Karena akan berdampak pada pengadaan utang akibat pelebaran defisit bakal dirasakan dalam beberapa waktu ke depan.

Untuk itu, tahun 2024 ada risiko yang berpotensi mengancam ekonomi dalam negeri, termasuk fenomena El Nino. Untuk itu, jangan sampai pemerintah mengabaikan dan kejadian tahun 2923 lalu bisa terulang di tahun ini. Sebab, itu akan mengkhawatirkan karena berurusan langsung dengan kebutuhan hidup masyarakat.

“Pangan itu, supply kita terbatas dan kita rely on pada impor. Sedangkan impor itu mempengaruhi ekonomi domestik karena dengan begitu kita tidak bisa menghemat devisa,” papar Esther.

Sementara bagi ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diperkirakan akan cenderung moderat. Artinya, potensi pertumbuhannya tidak sebesar pertumbuhan yang terjadi dalam beberapa tahun sebelumnya, meskipun bertepatan dengan rangkaian kegiatan pemilu.

Untuk itulah, faktor-faktor yang dirasa atau dinilai bisa menghambat pertumbuhan ekonomi perlu dimitigasi sejak dini. “Jadi setidaknya kalau kita bicara angka realistis pertumbuhan ekonomi yang di sekitaran 5 persen yang ingin disasar oleh pemerintah itu bisa tercapai,” kata Yusuf seperti mengutip dari hasil analisanya, Kamis (28/12/2023).

 

Realisasi Belanja

Menurut dia, pemilu menjadi salah satu elemen yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun mendatang. Rangkaian kegiatan pemilu yang beragam diharapkan dapat memberikan kontribusi, terutama dalam pengeluaran yang terkait dengan aspek-aspek seperti kampanye dan atribut-atribut yang digunakan.

“Tahun politik ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi di saat yang bersamaan juga bisa menjadi penghambat maupun tantangan,” ujar Yusuf.

Dalam momentum yang sama, dia berharap pemerintah mempercepat realisasi belanja pada tahun politik 2024 agar memberikan kontribusi yang lebih optimal terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Menurut saya, ini tidak mudah mengingat di beberapa tahun sebelumnya ketika ada pemilu maupun pilkada, belanja di daerah kerap kali tertahan dengan berbagai alasan,” ujar Yusuf lebih lanjut.

Yusuf menyampaikan, saat ini di level nasional sebenarnya pemerintah sudah mulai melakukan daftar isian belanja yang lebih cepat.

“Harapannya dengan daftar isian belanja yang lebih cepat itu bisa dieksekusi lebih awal, sehingga setahun penuh itu tercukupi untuk kemudian melakukan eksekusi,” kata Yusuf.

Selain itu, ia mengingatkan pentingnya manajemen yang cermat terhadap dinamika politik dan ekonomi. Selain itu kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, guna mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional.

 

Belanja Modal

Menurut ekonom dari Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF), Eko Listiyanto, langkah paling tepat dengan mengoptimalkan belanja modal. Belanja yang memiliki dampak lebih luas pada perekonomian perlu diperbesar.

Kebijakan itu adalah kebijakan nyata untuk menghidupkan kembali perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang hanya sekitar 5,3% dalam APBN 2023 dan proyeksi yang tidak mencapai 5 persen dalam beberapa tahun ke depan memerlukan upaya ekstra.

Walaupun di tahun politik, berbagai macam bantuan akan terjadi di hadapan rakyat. Sebab, pihak yang berkepentingan menarik simpati masyarakat menggunakan bantuan untuk menjaga citra dan kepercayaan secara politik. Apalagi saat ini masyarakat dihadapkan pada kenaikan harga bahan pokok karena dampak kekeringan dan faktor eksternal.

“Solusi bukan lagi bantuan langsung tunai (BLT) atau bansos karena hanya memberikan bantuan jangka pendek,” tegasnya.

Namun, jelas Eko, yang diperlukan adalah stimulan ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. “Bansos tidak menyelesaikan masalah secara struktural, ketika bansos habis, kemiskinan datang lagi,” tegas Eko Listiyanto. 

Dengan menggerakkan sektor ekonomi melalui belanja modal yang efektif, diharapkan masyarakat yang memiliki tabungan di bawah 100 juta rupiah dapat  terbantu dan mengurangi tekanan biaya hidup yang semakin tinggi. Kondisi ekonomi hari ini, jelasnya, dibandingkan dengan empat tahun lalu telah mengalami kenaikan dalam konteks berbagai kebutuhan, baik yang bersifat primer seperti pangan, sekunder maupun tersier.

Meskipun pemerintah memberikan bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat berpenghasilan rendah, tidak semua lapisan masyarakat menerima manfaatnya. “Sebagian masyarakat mungkin tidak menerima bantuan sosial (bansos), tetapi mereka mulai merasakan tekanan biaya hidup yang semakin mahal,” ungkap Eko Listiyanto yang juga Wakil Direktur Indef ini.

Kemenkeu pun mengakui belanja modal pemerintah merupakan bentuk realisasi rencana kerja pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan. Akitivitas pemerintah, baru dapat dirasakan oleh masyarakat ketika proses belanja selesai dilakukan, seperti belanja penyediaan infrastruktur, belanja subsidi, belanja di bidang pendidikan, dan lain-lain. 

Salah satu titik strategis penyelenggaraan pemerintahan adalah belanja negara. Mekanisme belanja harus disusun sedemikian rupa sehingga proses belanja dapat dilakukan secara terkendali. Pemerintah selaku organisasi nonprofit memang tidak dituntut untuk menghasilkan keuntungan, tapi bukan berarti mereka dapat mengeluarkan uang (belanja) dengan seenaknya. 

Auditor pemerintah juga memberi perhatian lebih pada audit atas belanja, karena pada kenyataannya sebagian besar kebocoran APBN terletak pada pelaksanaan belanja. Kebocoran tersebut dapat disebabkan oleh adanya praktik KKN maupun karena ketidakpahaman penyelenggara negara dalam melakukan proses belanja.

Adapun belanja negara untuk tahun 2024 disiapkan sebesar Rp 3.215,7 triliun hingga Rp 3.476,2 triliun, atau naik sekira 14,53% jika dibandingkan target belanja di dalam APBN 2023 yang sebesar Rp 3.061,2 triliun. 

Secara rinci, belanja negara untuk tahun 2024 terdiri dari belanja pemerintah pusat yang sebesar Rp 2.400,7 triliun hingga Rp 2.631,2 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 815 triliun hingga Rp 845 triliun.

“Belanja pemerintah pusat yang sebesar Rp 2.400,7 triliun hingga Rp 2.631,2 triliun termasuk di dalamnya untuk pemilu (Pemilihan Umum) yang cukup dominan, baik pilkada (Pemilihan kepala daerah) maupun legislasi,” jelas Menkeu Sri Mulyani.

Lebih lanjut, primary balance, papar Menkeu, sebisa mungkin mendekati balance sehingga makin memperkuat dan menyehatkan APBN di tahun 2024. Untuk primary balance ditargetkan mendekati 0 atau sebesar Rp 156,8 triliun atau 0,75% dari PDB.

“Tren ini perlu kita jaga, karena ketidakpastian ke depan membutuhkan APBN siap siaga menghadapi berbagai gejolak,” tutur Menkeu Sri Mulyani lagi.  (wahid/angel/khansa)
 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button