Ototekno

Motor Listrik dan Dejavu Mocin

“Jialing Rajanya Motor Cina”. Tagline itu senantiasa membanjiri iklan media massa Indonesia medio 2000-an. Anak generasi ’90-an pasti ingat betul dengan hal itu, terlebih pernah ada iklan yang diperankan keluarga Si Doel Anak Sekolahan.

Pada iklan yang diperankan Rano Karno sebagai Doel dan Mas Karyo diperankan almarhum Basuki, tergambar satu sepeda motor yang sekilas mirip dengan buatan pabrikan Jepang, yakni Honda Supra. Yang berbeda tentu dari harganya, kalau kalau Honda Supra X kala itu dijual dengan harga kira-kira Rp11 jutaan, maka Jialing hanya dijual sekitar Rp7 juta hingga Rp8 jutaan.

Bukan cuma Jialing pastinya, pasca krisis moneter, Indonesia memang seperti diserang sepeda motor copy paste buatan China. Sebut saja merek-merek seperti Sanex, Zhongshen, Tossa, Shanghai, dan sebagainya. Harus diakui, mocin alias motor cina kala itu menjadi angin segar bagi masyarakat.

Balik ke kondisi saat ini, kita seolah dejavu dengan ragam merek sepeda motor. Bedanya, kini bertenaga listrik bukan bahan bakar minyak. Coba saja buka marketplace lalu ketik di mesin pencarian sepeda motor listrik, maka akan terlihat jelas ragam merek motor yang ditawarkan.

Yang menarik terdapat sepeda motor listrik yang sekilas mirip Vespa. Soal harga tentu saja jauh dengan pabrikan motor asal Italia itu. Misal sepeda motor listrik dengan merek Uwinfly atau BF Goodrich, dimana memiliki range harga Rp10 jutaan. Coba bandingkan dengan Vespa Sprint, maka harganya bisa untuk membeli lima buah sepeda motor listrik. Vespa Sprint saat ini dibanderol dengan harga Rp53 juta.

Merek kendaraan bersubsidi

Memang tak semua merek kendaraan listrik mendapat subsidi dari pemerintah. Terdapat aturan yang mengharuskan kendaraan memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen yang boleh mendapatkan bantuan.

Berdasarkan pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, baru beberapa merek yang bakal mendapatkan bantuan tersebut. Untuk mobil, hanya pabrikan Korea Selatan dengan Hyundai IONIQ 5 dan China dengan Wuling Air ev yang berhak mendapat regulasi tersebut. Keduanya diketahui sama-sama ‘terlahir’ di pabrik kawasan Cikarang. Sementara sisanya seperti Toyota bZ4X, Nissan Leaf, dan yang lainnya masih didatangkan secara CBU alias diimpor secara utuh.

Subsidi pemerintah untuk akan diberikan untuk 35.900 unit mobil listrik Hyundai dan Wuling. Untuk berapa besaran insentif yang akan diberikan, pemerintah belum dapat memastikan.

“Kira-kira bantuannya sekitar Rp 70-an (juta) juga. Jangan disebut memastikan, tapi sekitar Rp70 juta-Rp80 juta bantuan pemerintah untuk mobil IONIQ 5. Kalau untuk Wuling bantuan pemerintah akan sekitar Rp25 juta-Rp35 juta. Ini masih kita hitung dan kita lakukan segera,” kata Agus Gumiwang beberapa waktu lalu.

Motor Listrik Mocin
Mobil listrik Hyundai IONIQ 5 saat diuji coba di Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC), Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (4/6/2022) [foto: Inilah.com/Didik Setiawan]

Sementara sepeda motor, baru tiga produsen yang memenuhi persyaratan tersebut. “Untuk roda dua Gesits, Volta, dan Selis,” jelas Agus dalam konferensi pers Insentif Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, Senin (6/3/2023). Besaran subsidi yang akan diberikan pemerintah untuk sepeda motor Rp7 juta untuk 200 ribu unit pada tahun 2023.

“Produsen motor listrik yang memenuhi kriteria yang dipersyaratkan tidak menaikkan harga jual selama masa pemberian bantuan dan berkomitmen untuk memproduksi sepeda motor dalam jumlah tersebut,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, di Jakarta, Senin (6/3/2023).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah secara resmi mengumumkan pemberian subsidi kendaraan listrik, pemberian ini mulai berlaku pada 20 Maret 2023. Luhut berharap, subsidi ini dapat memacu perkembangan industri otomotif energi baru yakni listrik.

Subsidi dan investasi

Pengamat otomotif Bebin Djuana ketika berbincang dengan Inilah.com, mengatakan memang baru Hyundai dan Wuling saja yang terlihat serius menggarap segmen mobil listrik.

“Untuk mobil baru dua merek yang serius menggarap proyek ini, diharapkan merek-merek baru masuk setelah melihat serius pemerintah menyiapkan peraturan-peraturan untuk membangun industri ini termasuk mempersiapkan pabrik yang akan memproduksi baterai di dalam negeri,” kata Bebin, Jumat (19/5/2023).

Hyundai memang menjadi produsen pertama yang melahirkan mobil listrik ‘buatan’ dalam negeri melalui IONIQ 5-nya. Tak tanggung-tanggung, Hyundai Motor Company melalui PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (HMMI), menggelontorkan investasi sekitar US$1,55 miliar untuk membangun pabrik perakitan pertamanya di Asia Tenggara, yakni di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Presiden Joko Widodo saat itu, meresmikan pabrik Hyundai, sekaligus menyaksikan langsung lahirnya IONIQ 5.

Motor Listrik Mocin
Presiden Joko Widodo saat meresmikan pabrik Hyundai di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, sekaligus menyaksikan langsung lahirnya IONIQ 5 [foto: BPMI Setpres]

“Hari ini kita telah menyaksikan momen yang telah kita tunggu-tunggu. Pertama-tama kehadiran IONIQ 5. Kita ingin segera melakukan transisi besar-besaran dari mobil yang menggunakan bahan bakar fosil ke listrik yang ramah lingkungan. Ke depannya kendaraan listrik harus menjadi moda transportasi utama kita,” kata Presiden Jokowi saat meresmikan pabrik Hyundai di Cikarang, Bekasi, 16 Maret 2022.

Selain Bekasi, di kawasan industri Karawang nantinya, Hyundai dan LG Energy Solution bersama-sama berinvestasi dalam bentuk perusahaan patungan (joint venture/ JV) di pabrik baterai senilai US$1,1 miliar yang mulai beroperasi pada 2024.

Bentuk keseriusan lain yakni, melipat gandakan jaringan diler di Indonesia.

Hal yang sama juga dilakukan pabrikan asal China, Wuling Motors. Sejak 2015 hingga lahirnya produk mobil listrik, Wuling telah menginvestasikan dana sebesar Rp15 triliun di Indonesia. Bentuknya, dengan membangun pabrik senilai Rp9,3 triliun. Wuling juga telah memiliki ratusan jaringan diler resmi.

“Dengan investasi sebesar US$1 miliar, 10.000 karyawan, dan luas area sebesar 60 hektare, ini juga menjadi salah satu basis ekspor otomotif Indonesia,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat peluncuran Wuling Air ev, pada 8 Agustus 2022.

Jaringan diler sepeda motor listrik masih sedikit

Lantas bagaimana dengan industri sepeda motor listrik?. Hal ini yang mungkin menjadi catatan. Sebab, dari tiga merek yang mendapatkan subsidi, semuanya merupakan pemain baru dalam dunia otomotif nasional.

Gesits, sejarah awalnya lahirnya tercipta dari kerja sama antara Garansindo dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) di tahun 2018 silam. Pemerintah ketika itu memberikan dukungan tinggi, hal yang kemudian mendorong terwujudnya kerja sama antara akademisi, BUMN dan pihak swasta.

Selepasnya kerja sama itu terjalin, lantas PT Wijaya Karya Industri dan Konstruksi dengan PT Gesits Technologies Indo (GTI) mendirikan pabrik baru PT Wijaya Manufakturing (WIMA) yang berada di Cilengsi, Bogor, Jawa Barat. Gelaran pameran otomotif akbar Indonesia International Motor Show (IIMS) 2019 menjadi saksi peluncuran motor listrik Gesits. Indonesia Battery Corporation (IBC) belum lama ini resmi mengambilalih sebagian saham produsen dari motor listrik Gesits.

Sebagai catatan, IBC berinduk pada usaha tambang pelat merah MIND ID yang bekerja sama dengan dua raksasa produsen baterai global, PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) asal China dan LG Energy Solution asal Korea Selatan. Saham IBC juga dipegang oleh Pertamina dan PLN.

Motor Listrik Mocin
Suasana gerai penjualan sepeda motor listrik Gesits di kawssan Pesanggrahan, Jakarta Selatan [foto: Inilah.com/Didik Setiawan]

Sejauh ini, jaringan diler motor Gesits baru 53 titik saja, tersebar di Pulau Jawa sebanyak 25 titik, Sulawesi dua titik, Bali satu titik, Sumatera tujuh titik, Kalimantan lima titik, Bangka Belitung satu titik, Lombok tiga titik, Papua tiga titik, Kupang dua titik, Maluku dua titik, dan Rote satu titik.

Sementara Selis, berdasarkan laman resminya, diketahui kalau motor listrik ini digagas oleh PT Juara Bike, perusahaan yang sudah berdiri sejak 2011. Selis sendiri merupakan kependekan dari ‘Sepeda Listrik’. Dari catatan yang ada, Selis mempunyai 60 jaringan diler tersebar di Pulau Jawa 49 titik, Bali tiga titik, Lombok satu titik, Kalimantan satu titik, Sumatera empat titik, Bangka Belitung satu titik, dan Papua satu titik.

Bagaimana dengan Volta? Volta melalui PT Volta Indonesia Semesta, merupakan perusahaan hasil patungan antara PT NFC Indonesia Tbk (NFCX) dan PT Sicepat Ekspres Indonesia (SiCepat). Kedua perusahaan itu sepakat membangun pabrik kendaraan listrik pertamanya di dalam negeri yang berlokasi di Kawasan Industri Candi, Semarang, Jawa Tengah.

Berdiri pertama kali pada Oktober 2017 dan dan mulai memasarkan sepeda listrik pada Febuari 2018, Volta sejauh ini baru mempunyai 13 jaringan diler saja, yang tersebar di Pulau Jawa 12 titik dan Kalimantan satu titik.

Sepi peminat

Pemerintah menaruh harapan besar akan peralihan dari sepeda motor berbahan bakar migas ke listrik. Tak tangung-tanggung, pemerintah menargetkan 2 juta unit motor listrik bakal mengaspal di Indonesia pada tahun 2025.

Namun demikian, PT Surveyor Indonesia selaku pihak yang memverifikasi penerima bantuan subsidi motor listrik menyatakan, sejak program subsidi diberlakukan Maret 2023 hingga 17 April 2023, baru 114 pengajuan yang terverifikasi mendapatkan subsidi motor listrik. Angka ini tergolong sangat kecil mengingat pemerintah menargetkan penjualan 200 ribu unit di tahun 2023.

“Hari ini sudah ada 112 motor yang konsumennya sudah terverifikasi dan sesuai kriteria dan menunggu proses STNK, ada dua yang sudah lengkap dapat STNK,” ungkap Direktur Komersial Surveyor Indonesia Saifuddin Wijaya, dalam konferensi pers di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023).

Soal sepinya peminat motor listrik, menurut dia, lantaran persyaratannya yang mungkin dinilai rumit. Terdapat empat kriteria untuk masyarakat yang bisa mendapatkan subsidi motor listrik, antara lain penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR), penerima Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan penerima subsidi listrik 450-900 VA.

Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agus Purwadi punya pandangan berbeda, menurut dia ada beberapa catatan mengapa masyarakat belum 100 persen yakin untuk beralih ke sepeda motor listrik. Salah satunya soal durability atau ketahanan kendaraan, kemudian ketakutan saat baterai motor listrik mendadak habis saat di tengah jalan. Selain itu, harga jual kembali pun menjadi pertimbangan masyarakat untuk meminang kendaraan ini.

Motor Listrik Mocin
Booth brand sepeda motor listrik Keeway di ajang Periklindo Electric Vehicle (PEVS) 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta [foto: Antara]

Sebaliknya, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengkritik soal subsidi sepeda motor listrik yang dibuat pemerintah. Menurut dia, masyarakat lebih butuh modal usaha ketimbang ‘dibantu’ untuk membeli sepeda motor listrik.

“UMKM tidak butuh motor listrik tapi butuh tambahan modal untuk usaha. Kondisi sekarang, setiap UMKM sudah punya motor, bahkan lebih dari satu motor dalam rumah tangganya,” kata dia, ketika berbincang dengan Inilah.com, Kamis (18/5/2023).

Menurutnya, keputusan ini menunjukan bahwa pemerintah Indonesia belajar dari luar negeri hanya sepenggal-sepenggal, tidak menyeluruh. “Di luar negeri angkutan umum sudah bagus, baru kebijakan mobil listrik dibenahi. Dan bukan target motor listrik.Di sana, tidak ada kebijakan motor listrik seperti di Indonesia, karena mereka paham sekali risiko motor lebih tinggi ketimbang mobil,” kata dia.

Kembali ke era 2000-an, ‘serangan’ mocin akhirnya padam di pasar lokal sekitar tahun 2009. Ada beberapa catatan mengapa hal itu dapat terjadi, yang paling krusial ialah masalah jaringan penjualan, servis, dan suku cadang.

Ini yang kemudian menjadi sorotan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). “Peminat kendaraan listrik di Indonesia cukup tinggi, marketnya sangat potensial. Apalagi disubsidi oleh negara. Pemain baru atau pemain lama, tidak jadi soal, asal menjamin keandalan produknya pada konsumen. Ada after sales service, dll. Itu mandatory regulasi,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi kepada Inilah.com, Kamis (18/5/2023).

“Negara harus menjamin bahwa semua kendaraan listrik di pasaran harus memenuhi standar teknis. Tidak boleh ada produk kendaraan listrik, yang tidak memenuhi standar,” tegas Tulus.

Tentu pemerintah tak ingin kejadian serupa terulang kembali, di mana angin segar masyarakat pada era 2000-an dengan mocin-nya, terulang lagi di kendaraan listrik hari ini. Ini juga yang menjadi catatan pengamat otomotif Bebin Djuana.

“Di masa lalu, motor diimpor dari sana dan konsumen dibiarkan memelihara dan memperbaiki sendiri. Sekarang harus memproduksi di negara kita, membangun jaringan purna jual, produk bergaransi. Sehingga konsumen tidak terlantar sendiri,” ucap Bebin. [Rizki Aslendra/Nebby Mahbubir Rahman]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button