Market

Kuatnya Dugaan Suap di PKPU Hitakara, Kuasa Hukum Surati Mahfud MD

Banyaknya kejanggalan dalam putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Hitakara oleh majelis hakim di Pengadilan Niaga PN Surabaya, melahirkan banyak spekulasi. Termasuk dugaan mafia pailit cawe-cawe.

Upaya mencari keadilan terus ditempuh PT Hitakara yang diwakili Andi Syamsurizal Nurhadi dan Henry Lim, tim advokatnya. Termasuk menyurati Menko bidang Politik, Hukum dan HAM (Polhukam), Mahfud MD.

Dalam salinan surat bernomor Ref. No: 016/SRT/TIM ADV-HI7AKARA/2023 yang terima Inilah.com, Jakarta, Jumat (28/7/2023), bertajuk permohonan perlindungan hukum terkait proses PKPU Hitakara dengan nomor putusan 63/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.Sby di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, tertanggal 24 Oktober 2022.

Sejak awal, menurut Andi, proses PKPU Hitakara yang diajukan para advokat dari Presisi Law Firm, kuasa hukum dari Linda Herman dan Tina selaku pemohon PKPU, tidak sesuai dengan fakta serta alat bukti.

Baik Linda Herman maupun Tina mengeklaim memiliki tagihan utang yang telah jatuh tempo ke Hitakara. “Faktanya, hal itu tidak terbukti atau tidak terbukti, bahwa PT Hitakara memiliki kepada pemohon para PKPU itu,” kata Andi.

Selain itu, lanjut Andi, utang yang ditudingkan ke Hitakara, jelas salah alamat. Karena, PT Hitakara adalah perseroan terbatas yang memegang Hak Guna Bangunan (HGB) atas lahan milik I Made Ritin. Selanjutnya, Hitakara berwenang mambangun hotel bernama Hotel Tijili Benoa yang awalnya hendak dinamai Hotel Harris Resort Benoa Bali. Selain itu, Hitakara berhak menyewakan hotel tersebut kepada pihak ketiga.

Alhasil, utang yang diajukan pemohon I dan II PKPU, masing-masing senilai Rp458 juta dan Rp553,6 juta, kepada Hitakara, jelas tidak tepat. Terkait pembayaran bagi hasil dari pengelolaan hote, bukanlah wewenang Hitakara. Namun PT Tiga Sekowon Benoa.

Ironisnya, majelis hakim yang diketuai Sutarno dengan 2 anggota yakni I Ketut Tirta dan Gunawan Tri Budiono, menafikannya. Sehingga muncul putusan PKPU Hitakara. Artinya, Hitakara diputus memiliki utang. Pun demikian dengan hakim pengawas I Made Subagia Astawa, menindaklanjuti putusan tersebut.

“Bahwa jelas dan tegas permohonan PKPU Hitakara, tidak berdasar hukum dan tidak memenuhi syarat untuk dikabulkan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 222 ayat 11 jo ayat 31 UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Sejatinya, Hitakara tak memiliki utang kepada para pemohon PKPU berkaitan pendapafan bagi hasil,” kata Andi.

Dalam proses PKPU ini, diduga kuat adanya tindak pidana yakni pemalsuan dokumen hak tagih. Atas temuan ini, kuasa hukum melaporkannya ke Bareskrim Mabes Polri pada 28 Oktober 2022.

Sebagai terlapor, H Victor Bahtiar, Indra Arimurto, Riansyah (Presisi Law Firm). Linda Herman, Tina, Nofian Budianto, selaku pemohon PKPU yang diduga mengajukan tagihan palsu yang mengakibatkan PKPU Hitakara.

Atas banyaknya kejanggalan dalam PKPU Hitakara, tim hukum berkali-kali melayangkan surat permohonan keberatan dan perlindungan hukum kepada majelis hakim dan hakim pengawas yang memutus PKPU Hitakara, namun tak pernah digubris.

Surat bernada sama juga dilayangkan ke banyak pihak, seperti Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga pengawas hakim. Dan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait dugaan suap dalam proses PKPU Hitakara.

“Kami memohon kepada Bapak Menko Polhukam Mahfud MD dapat memberikan perlindungan hukum kepada klien kami dengan memberikan perhatian khusus terkait proses PKPU Hitakara, serta memerintahkan instansi terkait untuk segera menindaklanjuti setiap pengaduan keberafan dan perlindungan hukum yang kami sampaikan,” kata Andi.

Selain menyurati Menko Mahfud, tim hukum Hitakara juga mengirimkan surat yang sama ke Presiden Jokowi dan Ketua Komisi III DPR asal Fraksi PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button