Market

Indef Ingatkan Jokowi Dua Hal soal Pembatasan Ekspor Konsentrat Tembaga

Pemerintah masih terus mengkaji rencana pelarangan ekspor konsentrat tembaga yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Terkait rencana tersebut, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan dua hal, yakni soal kesiapan industri turunan dan investor.

Menurut Direktur Eksekutif (Indef) Tauhid Ahmad, ada dua hal yang harus diperhatikan pemerintah sebelum menetapkan kebijakan larangan ekspor tembaga mentah tersebut. Yang pertama adalah soal kesiapan industri turunan untuk mewujudkan cita-cita hilirisasi yang dicanangkan pemerintah.

Mungkin anda suka

“Jadi sudah siap atau belum industri turunannya terkait hilirisasi. Jangan sampai kebijakan ini diputuskan, tetapi (turunan industrinya di level 1 dan 2) belum ada atau belum siap. Kalau belum siap, akan terjadi goncangan, terjadi kekosongan. Nah, ini yang harus disiapkan,” ucap dia dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (8/3/2023).

Pada pertengahan Februari 2023, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Erlangga Hartarto menyatakan kebijakan pelarangan ekspor tembaga pada Juni 2023 masih belum final dan akan dikaji lebih jauh dampak penerapannya.

Kedua, sambung Tauhid, adalah dari sisi investor. Ia mendorong agar tidak sampai pemberhentian ekspor tembaga mentah itu bisa menimbukan kerugian untuk Indonesia.

“Kalau kita larang ekspornya, nanti negara lain yang mengambil posisi kita. Itu akan jadi tantangan buat kita sendiri. Jadi hitung-hitungannya harus benar terkait pemberhentian ekspor tembaga mentah itu,” jelas dia.

Ketika sudah mempertimbangkan dua hal itu secara matang pada saat memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor konsentrat tembaga, maka tujuan awal yang ditargetkan pemerintah akan tercapai dengan baik.

“Jadi jangan sampai salah. Harus ada kesiapan hilirisasi, sehingga harus dilihat dulu apakah ada yang mau investasi industri turunan. Jangan sampai tidak ada yang masuk investornya, investasi jadi tak bergerak, ekspor tidak dapat, itu justru akan kontraproduktif,” tuturnya.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif baru-baru ini mengatakan, pemerintah sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan pelarangan ekspor mineral mentah yang belum diumumkan secara gamblang, khususnya komoditas tembaga.

Ia mengatakan untuk komoditas tembaga saat ini masih dalam proses pertimbangan oleh para pihak yang terlibat. Namun ia menegaskan bahwa pelarangan ekspor mineral mentah sudah tertuang dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

“Memang semuanya masih proses, belum tahu bagaimana mengenai konsentrat tembaga, yang pasti Bauksit dilarang Juni (2023),” ungkap Irwandy pada akhir Februari 2023.

Seperti diketahui, saat ini terdapat dua smelter tembaga yang masih dalam tahap konstruksi. Pertama, smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara di Wilayah Pertambangan Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Smelter ini diproyeksikan beroperasi pada akhir 2024 dengan kapasitas input sebesar 900 ribu ton. Lalu smelter milik PT Freeport Indonesia yang memiliki kapasitas pengolahan konsentrat tembaga sebesar 1,7 juta ton per tahun.

Dua smelter ini akan melengkapi dua smelter yang telah lebih dulu beroperasi. Sebelumnya telah ada smelter milik PT Smelting di Gresik, Jawa Timur serta Smelter Batutua.

Sementara itu, produksi tahunan konsentrat tembaga yang mencapai 4 juta ton per tahun tak bisa diserap keseluruhan mengingat volume kapasitas smelter nasional hanya berada di angka 1,3 juta ton dari dua unit smelter ini.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button