News

Sindikat Ginjal: Agama Menggugat

Penjualan ginjal ilegal di Indonesia, sebuah persoalan yang tak hanya menuntut jawaban hukum, tetapi juga pemahaman mendalam tentang kemanusiaan dan etika.

Di tengah keputusasaan, tawaran pembelian ginjal sehat bisa terdengar seperti berkah. Namun, bisnis ilegal ini menciptakan bayang-bayang gelap dari eksploitasi, sering kali mengatakan mereka yang paling rentan. Ketika penegakan hukum berjuang untuk memberantas perdagangan digital ini, kita melihat lebih dalam peran agama dan etika dalam mencegah eksploitasi organ.

Di balik bisnis ginjal ilegal yang menghantui, kita menemukan cahaya harapan dalam pandangan agama dan etika mengenai donasi organ. Menyadari peran penting mereka dalam mempengaruhi persepsi dan kebijakan publik, kami berbicara dengan Anwar Abbas dari Muhammadiyah, KH Cholil Nafis dari Nahdlatul Ulama (NU), dan Pdt Gomar Gultom dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).

“Pertama dan utama, seharusnya donor organ didasarkan pada semangat kemanusiaan, bukan jual beli,” kata Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom, menghimpun intisari diskusi dengan inilah.com.

Meskipun mewakili kepercayaan yang berbeda, pemuka agama terbesar di Indonesia dan di dunia, Islam dan Kristen sepakat untuk menekankan satu hal: Donasi organ bukanlah transaksi. Itu adalah perwujudan cinta kasih dan empati kepada sesama. Mereka memberikan pandangan unik mereka tentang bagaimana donor organ dipandang dalam agama mereka masing-masing.

“Dalam pandangan Kristen, transplantasi organ adalah anugerah Tuhan. Ini harus diberikan berdasarkan rasa kemanusiaan, bukan transaksi komersial,” jelas Pdt. Gomar Gultom.

Dalam penafsirannya, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menambahkan, menurut Islam, setiap organ tubuh adalah amanah dari Allah. “Oleh karena itu, kita harus menghormati dan merawatnya. Tapi jika bisa membantu orang lain hidup lebih baik, donasi organ dapat menjadi pilihan,” jelasnya

Rais Syuriah PBNU, KH Cholil Nafis turut melengkapi dengan mengatakan, Islam mendorong kita untuk merawat sesama. “Jika kita bisa menyelamatkan hidup seseorang dengan mendonorkan organ kita, itu adalah bentuk kemurahan hati yang sangat mulia,” jelasnya.

Tiga pemuka agama semuanya menekankan pentingnya edukasi publik tentang donasi organ dan pentingnya sinergi antara komunitas agama dan pemerintah untuk mempromosikan dan memfasilitasi proses ini secara lebih baik.

Pdt. Gomar Gultom mengungkapkan pandangannya, “Pemerintah harus tidak hanya berpikir tentang menindak mereka yang menjual organ tubuh mereka, tetapi juga harus mempersiapkan infrastruktur di mana setiap orang yang ingin mendonorkan organ tubuhnya ada wadah semacam PMI untuk itu.”

KH Cholil Nafis menambahkan, “Agama dan pemerintah harus bekerja sama untuk menyediakan informasi yang benar dan memadai tentang proses donasi organ dan bagaimana masyarakat bisa terlibat.”

Mui dan Pgi - inilah.com

Koleganya di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas juga berbicara bagaimana dengan lebih dari 241,7 juta penduduk lebih Indonesia memeluk Islam hingga akhir tahun lalu sudah seharusnya bisa saling membantu satu sama lain sebagai umat Islam dan sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas. “Membantu sesama bukan hanya tentang mendonorkan organ, tetapi juga tentang mendidik orang lain tentang pentingnya proses ini,” katanya.

Mengambil kata-kata Alquran, KH Cholil Nafis mengutip: “Barangsiapa yang memelihara (menyelamatkan) satu nyawa, maka seolah-olah dia telah memelihara (menyelamatkan) seluruh manusia.” (QS. Al-Maidah 5:32). Menurutnya, ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai kehidupan, dan memberikan organ kita untuk membantu orang lain adalah bentuk paling mulia dari menyelamatkan nyawa.

Dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 195 turut dibacakan Anwar Abbas yang berbunyi, “Wa anfiqụ fī sabīlillāhi wa lā tulqụ bi`aidīkum ilat-tahlukati wa aḥsinụ, innallāha yuḥibbul-muḥsinīn.”

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

“Jadi, jika donasi organ akan membahayakan pendonor, maka itu tidak diperbolehkan,” kata Buya Abbas.

“Jika dengan menyumbangkan ginjal kita, kita bisa memberikan kesempatan hidup baru kepada seseorang, maka itu adalah perbuatan yang sangat mulia. Bahkan dalam Hadis, Rasulullah SAW berkata, ‘Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain’,” tambah Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.

Pdt. Gomar Gultom memandu ke dalam Injil Lukas (10:25-37), di mana Yesus menceritakan parabel tentang orang Samaria yang Baik, yang merawat orang yang terluka dan membiayai perawatannya. “Ini adalah contoh bagaimana kita, sebagai umat Kristen, harus bertindak terhadap sesama kita. Jika kita bisa membantu mereka dengan memberikan sesuatu yang kita miliki, termasuk organ kita, maka kita harus melakukannya,” jelasnya.

Gultom juga membagikan cerita tentang bagaimana gereja-gereja di Indonesia telah bekerja sama dengan organisasi kesehatan dan rumah sakit untuk menyelenggarakan seminar dan lokakarya tentang donasi organ, dengan tujuan untuk mendidik komunitas dan memberikan kesempatan kepada mereka yang ingin menjadi donor.

KH Cholil Nafis dan Anwar Abbas juga menyebutkan beberapa inisiatif yang telah diambil oleh MUI untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang donasi organ. Mereka menekankan pentingnya kolaborasi antara lembaga agama, lembaga kesehatan, dan pemerintah dalam upaya ini.

Majelis Ulama Indonesia diungkapkan sudah pernah mengeluarkan fatwa nomor 13 tahun 2019 berkenaan tentang transplantasi tubuh.

Fatwa-MUI-No.-13-Tahun-2019-tentang-Transplantasi-dari-Pendonor-Hidup

“Bagaimanapun alasannya, tidak boleh menjual organ tubuh itu. Organ tubuh tidak boleh dikomersialkan, tetapi boleh didonorkan jika itu tidak membahayakan dirinya sesuai dengan rekomendasi dokter. Jika ginjal didonorkan, biasanya itu berpotensi membahayakan, sehingga hukumnya adalah haram dan dosanya diancam dengan siksaan oleh Allah SWT,” ungkap Kyai Cholil.

Mereka juga membahas bagaimana bisnis ginjal ilegal telah mengubah cara kita melihat donasi organ. “Ini adalah tragedi,” kata Pdt. Gomar Gultom. “Kita harus berjuang melawan ini dan bekerja untuk mengubah cara pandang orang tentang donasi organ.”

KH Cholil Nafis berpendapat, “Kita harus melawan eksploitasi ini dengan mengedukasi masyarakat tentang nilai dan pentingnya donasi organ. Ini adalah tugas kita semua.”

Sementara itu, Anwar Abbas berharap agar masyarakat dapat memahami bahwa donasi organ adalah tentang menyelamatkan nyawa, bukan tentang mendapatkan uang.

“Ini tentang membantu sesama kita, bukan mengambil keuntungan dari mereka,” katanya. “Kita harus mengubah paradigma ini dan bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mempromosikan kebaikan, bukan eksploitasi.” [Harris/Inu]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button