News

Sembilan Lembaga Pemerhati HAM Sampaikan 7 Tuntutan Terkait Peristiwa di Pulau Rempang

Sembilan Lembaga Pemerhati HAM Sampaikan 7 Tuntutan Terkait Peristiwa di Pulau Rempang

Rilis 9 Lembaga Pemerhati HAM soal bentrokan di Pulau Rempang. (Foto: tangkapan layar)

Sembilan lembaga pemerhati Hak Asasi Manusia (HAM), yang tergabung dalam Solidaritas Nasional Untuk Rempang, mengeluarkan publikasi mengenai hasil investigasi sementara terkait kerusuhan di Pulau Rempang, pada Kamis (7/9/2023) lalu.

Kesimpulan dari temuan tersebut, kesembilan lembaga bersepakat bahwa memang ada pelanggaran HAM pada peristiwa tersebut. Karenanya Solidaritas Nasional Untuk Rempang mengeluarkan enam tuntutan.

Mereka mendesak agar, pertama, Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menghentikan proyek eco-city dan mencabut status Proyek Strategis Nasional di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

“Kedua, Kepolisian dan TNI untuk menghentikan penggunaan kekuatan, khususnya gas air mata secara berlebihan untuk menangani konflik di masyarakat. Aparat gabungan juga harus segera menarik pasukan dan membubarkan seluruh posko yang saat ini ada di Pulau Rempang yang berimplikasi pada terbangunnya iklim ketakutan dan ketidaknyamanan di tengah-tengah masyarakat. Polri dan TNI juga harus berhenti mengerahkan aparat menuju Pulau Rempang, khususnya untuk melakukan sosialisasi,” demikian dikutip dari laporan itu, Senin (18/9/2023).

Ketiga, pemerintah terkait khususnya BP Batam untuk mendengarkan aspirasi masyarakat Pulau Rempang untuk tidak melakukan relokasi. Pemerintah harus mengedepankan jalan-jalan dialogis untuk menyelesaikan persoalan ini.

Kemudian tuntutan keempat berbunyi, berbagai pejabat terkait seperti Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia dan Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto juga harus berhenti memproduksi pernyataan ngawur yang menyesatkan dan hanya melukai perasaan warga Rempang.

Kelima, Komnas HAM RI untuk segera melakukan investigasi independen dan menetapkan kasus Rempang merupakan peristiwa pelanggaran HAM.

Lalu tuntutan keenam, Ombudsman RI segera untuk meneliti dugaan maladministrasi dalam kasus Rempang, khususnya dalam penentuan PSN, proses relokasi warga dan peran BP Batam

“Ketujuh, pemerintah harus hadir melakukan pemulihan bagi para korban dan umumnya pada situasi yang belakangan terjadi. Harus dipastikan bahwa seluruh korban mendapatkan pemulihan yang layak dan efektif baik secara fisik maupun psikologis,” tulis laporan itu.

Sekadar informasi publikasi bertajuk “Keadilan Timpang di Pulau Rempang” ini, merupakan hasil investigasi gabungan banyak lembaga, di antaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Pekanbaru, Eksekutif Nasional WALHI, WALHI Riau, KontraS, Amnesty International Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Trend Asia. 

Topik

Komentar

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button