Tagihan Paylater Tembus Rp26 Triliun, Kelas Menengah Belanja dari Duit Utangan


Ada tren menarik, masyarakat Indonesia ternyata rajin belanja tapi ngutang. Intinya, daya beli warga Indonesia sudah minus, ditunjukkan dengan deflasi selama 5 bulan berturut-turut.

Berdasakan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masyarakat Indonesia yang melakukan pinjaman di layanan ‘belanja sekarang bayar nanti’ atau buy now pay later (BNPL), mencapai Rp26,37 triliun per Agustus 2024.

Nilai tersebut dikumpulkan dari seluruh industri perbankan dan multifinance yang memiliki layanan BNPL. Sedangkan piutang pembiayaan Paylater (BNPL) dari perusahaan pembiayaan atau multifinance meningkat 89,20 persen secara tahunan (year on year/yoy), menjadi Rp7,99 triliun per Agustus 2024. Atau meningkat dari Juli 2024 yang mencatatkan kenaikan 73,55 persen (yoy).

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman menyampaikan, tingkat kredit macet, atau non performing financing (NPF) gross berada di posisi 2,52 persen. “Turun secara bulanan, sebelumnya bertengger  level 2,82 persen,”kata Agusman ikutip Sabtu (5/10/2024).

Kenaikan penggunaan paylater ini terjadi di tengah deflasi 5 bulan beruntun sejak Mei-September 2024.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) deflasi pada Mei 2024 sebesar 0,03 persen, semakin dalam di Juni 2024 sebesar 0,08 persen. Pada Juli 2024 memburuk 0,18 persen, kembali membaik 0,03 persen pada Agustus 2024. Bulan selanjutnya, deflasi meluncur ke posisi terdalam yakni 0,12 persen.

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian mengungkapkan, jatuhnya daya beli masyarakat Indonesia telah terjadi sejak 2023, sebelum munculnya fenomena deflasi berturut-turut. “Sebetulnya indikasi pelemahan daya beli masyarakat sudah terjadi sejak akhir 2023,” kata Eliza.

Dia mengingatkan, jumlah kelas menengah di Indonesia menyusut pada tahun ini, karena banyak dari mereka yang turun kelas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia pada 2019, sebanyak 57,33 juta orang. Atau setara 21,45 persen dari total penduduk.

Lalu, pada 2024 tersisa 47,85 juta orang, atau setara 17,13 persen. Artinya ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas menjadi rentan miskin.

Sedangkan data kelompok masyarakat kelas menengah rentan (aspiring middle class) malah naik. Pada 2019, jumlahnya 128,85 juta orang atau 48,20 persen dari total penduduk.

Pada 2024 naik menjadi 137,50 juta orang, atau 49,22 persen dari total penduduk. Kenaikannya berkisar 9 jutaan jiwa.

Demikian pula angka kelompok masyarakat rentan miskin yang ikut membengkak. Pada 2019 sebanyak 54,97 juta orang, atau 20,56 persen, membengkak 67,69 juta orang atau 24,23 persen dari total penduduk pada 2024. Kenaikannya nyaris 13 juta jiwa.