Market

Tahun Depan, Indef Ingatkan Harga Barang Semakin Tak Terbeli Wong Cilik

Tahun depan, masyarakat Indonesia dibayang-bayangi kenaikan harga yang bikin jebol dompet. Khususnya untuk harga pangan. Apalagi jika nilai tukar (kurs) rupiah masih bertengger di level Rp15 ribu per dolar AS.

Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani menyebutkan, inflasi 2023 kemungkinan berada di rentang 6-7 persen. Jauh di atas target APBN 2023 sebesar 3,6 persen. Artinya, kenaikan harga terjadi cukup tinggi, membuat sulit rakyat kecil alias wong cilik.

“Saya melihat inflasi tahun depan bisa di bawah 7 persen, tetapi masih 6 persen, karena kemandirian pangan akan tumbuh dari masyarakat secara grassroot dan yang kedua secara konglomerasi sekarang sudah mulai main di pangan,” ucap Aviliani dalam Indef secara hybrid yang mengulas Proyeksi Ekonomi Indonesia 2023 di Jakarta, Senin (5/12/2022).

Meski demikian, lanjut komisaris utama Allo Bank itu, tingginya inflasi pada tahun depan, masih bisa diantisipasi pemerintah. Langkah pemerintah memberikan insentif ke pemerintah daerah turut meningkatkan kemandirian pangan di daerah sehingga menjaga laju inflasi daerah. “Saat ini, asosiasi provinsi menjalin kerja sama antar provinsi untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik. Sehingga tidak harus bergantung kepada impor,” ungkapnya.

Namun demikian, lanjut Aviliani, pada saat bersamaan, ketika nilai tukar rupiah masih jeblok di level Rp15 ribu per dolar AS, tentu saja memengaruhi harga pangan dari sisi industri makanan dan minuman (mamin).

“Saya coba konfirmasi ke beberapa perusahaaan makanan dan minuman, mereka mengatakan kalau rupiah pada posisi Rp 15 ribu terus mereka tidak mampu mempertahankan harga. adi akan ada kenaikan harga-harga khususnya makanan minuman di tahun depan Jadi akan ada kenaikan harga-harga khususnya makanan minuman di tahun depan,” kata Aviliani.

Sementara itu harga komoditas diperkirakan tetap akan tinggi di 2023, namun tidak setinggi pada 2022. Tingginya harga komoditas berdampak langsung ke penerimaan negara sebab windfall komoditas meningkatkan penerimaan negara.

“Jadi pemerintah tahun depan sampai kuartal III masih akan mendapatkan windfall komoditas yang kedu banyak negara masih melarang ekspor maka kita akan diuntungkan dengan minyak kelapa sawit dan batu bara ini masih akan terjadi di tahun depan,” tandas Aviliani.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button