Market

Tahun Depan Resesi, Bos SKK Migas Pusing Hitung Harga Minyak Dunia

Perkiraan bahwa resesi ekonomi berjamaah bakal terjadi di tahun depan, berdampak kepada turunnya permintaan minyak dan gas bumi (migas) dunia. Prediksi harga minyak dan gas semakin sulit.

Atas potensi ini, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Dwi Soetjipto tengah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi. Inflasi tinggi secara global, memicu krisis ekonomi yang berdampak kepada turunnya permintaan migas. Serta memengaruhi harga minyak secara global. .

“Krisis ekonomi dampaknya kepada industri migas adalah turunnya permintaan sangat drastis dan di sana juga akan berdampak lebih, baik demand, produksi, dan kemudian tentu harga. Oleh karena ini kita masih sangat hati-hati bicara menganalisa harga ke depan,” kata Dwi, Jakarta, Senin (17/10/2022).

Selain itu, lanjutnya, isu transisi energi dari berbasis fosil menjadi energi baru terbarukan juga akan mengurangi permintaan migas dan berdampak pada rendahnya minat investasi di sektor tersebut.

“Bahkan keseriusan untuk investasi dan energi baru terbarukan menjadi sangat masif. Buat industri migas tentu saja tidak gampang lagi mencari pendanaan, mencari orang yang bersedia untuk investasi di dunia industri migas,” katanya.

Dwi menjabarkan lima isu pada 2023 yang memengaruhi kondisi minyak dunia. Antara lain, keputusan OPEC + yang memangkas produksi minyak yang memantik kenaikan harga setelah sempat turun, karena tingginya inflasi, produksi migas AS. Serta kebutuhan konsumsi migas China yang meningkatkan permintaan, ketidakpastian dari kebijakan yang akan diambil Rusia terkait konflik dengan Ukraina, serta ancaman perang nuklir.

Kendati demikian SKK Migas memprediksi harga minyak dunia berada di angka 90 dollar AS pada 2023. “Akan tetapi, angka tersebut bisa saja turun lagi, jika terjadi pelemahan ekonomi dunia yang signifikan,” pungkas mantan Dirut Pertamina itu.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button