News

Tahun Politik, ASN dan Kepala Desa Rentan Dimobilisasi

Aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa rentan dimobilisasi pada tahun politik. Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng menilai, mobilisasi terbuka terjadi apabila kepala daerah petahana ikut berkontestasi.

Menurut Endi Jaweng, ASN selalu berada dalam posisi terjepit setiap tahun politik. Apalagi jika kepala daerah petahana turut menjabat sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang bisa mengenakan sanksi kepada bawahan.

Mungkin anda suka

“Modal kepala daerah kalau menang (pemilu) itu menggunakan dua jalur, mobilisasi ASN dan perangkat kepala desa,” kata Endi Jaweng, dalam diskusi bertajuk “Sinergi Pengawasan Netralitas ASN pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024”, di Kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (31/5/2022).

Endi meyebutkan, dalam tahun politik politisasi terhadap birokrasi selalu terjadi. Intervensi dimaksudkan untuk mengarahkan dukungan politik ASN kepada kandidat tertentu.

“Ada yang dinamakan politisasi birokrasi. Jadi ada partai politik, pejabat dan tokoh politik yang akan melakukan intervensi ke birokrasi, apalagi pejabat petahana akan mencoba intervensi birokrasi untuk memberikan dukungan kepada dia,” ujarnya.

Dia menilai pengawasan terhadap ASN pada tahun politik perlu ditingkatkan. Sebab, politisasi ASN bisa berdampak pada masyarakat yakni, tidak primanya pelayanan publik dan potensi terjadinya maladministrasi.

“Biasanya sebelum pilkada, ASN membantu kepala daerah, bahkan jajaran strategis ASN pun adalah orang yang dekat dengan kepala daerah. Ini pintu masuk yang terkadang mengubah peta permainan politik dan harus diawasi. Kita harus mengawasi ASN dan kepala desa dalam melihat potensi adanya maladministrasi dalam pelayanan publik,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, anggota Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) Arie Budhiman mengatakan, pengawasan KASN selama 2020-2021, terdapat lima kategori pelanggaran netralitas ASN. Tertinggi yakin berkaitan dengan pemilu sebesar 30,4%, kampanye atau sosialisasi di media sosial untuk mengarahkan kemenangan calon (22.4%), foto bersama bakal calon (12,6%), menghadiri deklarasi pasangan bakal calon (10,9%) dan mendekati parpol terkait pencalonan (5,6%).

“Pengawasan netralitas ASN dalam pemilu makin kompleks karena munculnya praktik birokrasi berpolitik,” kata Arie. [WIN]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button