Tak Ada Makanan untuk Sahur dan Berbuka, Apakah Warga Gaza Harus Puasa Ramadan?

“Tidak ada makanan di Gaza, tidak ada air, dan tidak ada yang bisa dibeli. Kami tidak punya uang, kami sudah menghabiskan tabungan kami, kami menjual harta benda kami, dan kami tidak punya apa-apa lagi.”

 

Separuh warga Gaza menderita kekurangan gizi parah, menyebabkan para profesional medis mempertanyakan apakah warga harus berpuasa selama Ramadan? Tak hanya perut kosong karena berpuasa tapi juga karena tak ada makanan yang cukup untuk sahur dan berbuka sementara kesehatan mental juga mengalami trauma.

Bahaa Talab merosot di kursinya, dia hampir tidak makan sejak Ramadan dimulai. “Kami sudah berpuasa sebelum Ramadan,” desah warga Al-Saraya itu, “Pada hari pertama, saya makan sesuap roti basi dan secangkir teh untuk Sahur. Sementara umat Islam di seluruh dunia berbuka puasa, kami menderita ketika bom berikutnya akan meledak.”

Dalam laporannya, The New Arab (TNA) mengungkapkan kekurangan pangan, malnutrisi, dan kelaparan kini menghantui masyarakat Gaza. Di utara daerah kantong yang terkepung, jalanan dipenuhi dengan suara perut lapar. Setidaknya 27 orang, sebagian besar anak-anak, menderita rasa lapar. 

Sebuah video baru-baru ini menunjukkan dua bayi di Rumah Sakit Kamal Adwan di utara Gaza diambil dari buaian hingga liang kubur – mereka hanya hidup beberapa jam. Akibat serangan gencar Israel, 70% wilayah utara Gaza mengalami ‘bencana malnutrisi’ dan kelaparan yang kini segera terjadi. 

Sementara itu, di selatan Gaza, pasar-pasar sepi – tidak ada gula, telur, atau susu. Makanan apa pun yang tersisa tidak akan dapat mengenyangkan perut dua juta orang, dan bahkan jika bisa, harganya terlalu tinggi bahkan termasuk yang tertinggi di dunia. 

Kekurangan Kalori Berarti Kematian

“Orang yang tidak makan saat sahur atau berbuka puasa sebaiknya tidak berpuasa pada Ramadan ini,” jelas Dr. Fahd al-Hadad, kepala unit gawat darurat di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa kepada TNA. 

Puasa akan membuat mereka mengalami dehidrasi dan kelelahan. Kelaparan terjadi di mana-mana di Gaza, tidak ada keluarga yang mempunyai cukup makanan. Namun, jika orang ingin berpuasa, mereka setidaknya harus memastikan bahwa mereka dapat menjaga kesehatannya selama berpuasa, kata Dr. Fahd. 

“Saya berbicara dari latar belakang medis dan bukan dari latar belakang agama, namun tampaknya sangat memberatkan bagi orang-orang di utara Gaza untuk berpuasa,” jelasnya. Dalam beberapa hari terakhir, ada beberapa kasus orang-orang yang dilanda kelaparan dibawa ke perawatan intensif. Keseluruhan Jalur Gaza dipenuhi oleh kelompok imunokompromais dan Hepatitis A. 

“Sumber utama vitamin dan protein tidak ada. Serangan Israel akan menyebabkan korban jiwa yang membutuhkan cairan untuk pulih. Tugas kita adalah menyelamatkan nyawa, tapi sayangnya, Ramadan kali ini akan menjadi saat yang suram bagi kita semua,” tambah Dr Fahd.

Bagi warga Gaza yang sedang berpuasa, Dr. Kamel Sayma, seorang dokter keluarga terkemuka di Jalur Gaza, mengingatkan pentingnya makanan seimbang saat sahur dan buka puasa. “Dalam situasi normal, puasa baik untuk tubuh. Namun karena kurangnya ketersediaan makanan, masyarakat harus mengandalkan zat dari kurma dan susu bubuk. 

“Silakan bicarakan dengan dokter untuk mendiskusikan apa yang harus dimakan untuk berbuka puasa. Mengonsumsi makanan yang tepat tetap sangat berisiko. Jadi pertama-tama kita harus memastikan bahwa kita melindungi dari penyakit terlebih dahulu,” lanjut Dr Kamel

Perut Kosong, Otak Trauma

Di Gaza, setiap orang pernah mengalami tragedi, seperti kehilangan orang yang dicintai hingga memakan biji burung untuk bertahan hidup. Kesehatan mental di Gaza berada pada titik terendah, yang berdampak pada penderitaan lebih dari 2,2 juta orang.

“Apa yang kami lihat di rumah sakit setiap hari sungguh menimbulkan trauma. Kami sebagai dokter tidak dapat menanggungnya,” kata Abdul-Qader Weshah, dokter darurat di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa kepada TNA. “Darah terus-menerus berceceran di lantai, anak-anak berwajah pucat yang selamat dari bom Israel menangis, dan para ibu mengerang kesakitan. Kami diteror,” kata dokter itu sambil tersedak. 

Sulit untuk berpuasa dalam keadaan seperti ini bagi warga Gaza. Air yang terkontaminasi, mengandung kadar garam yang tinggi, akan berdampak buruk pada ginjal dan seluruh tubuh. Begitu pula dengan makanan. Bahayanya, berpuasa dan terluka akan menambah bahan bakar ke dalam api, menyebabkan kematian seketika. Ramadan, yang biasanya merupakan waktu pelipur lara, telah berubah menjadi saat yang penuh duka di Gaza. Benar-benar memilukan.

 

Sumber: Inilah.com