Tak Masuk Prolegnas Prioritas, DPR Anggap RUU Perampasan Aset Bukan Kebutuhan Mendesak

Meski didorong banyak pihak, DPR tetap tak memasukan RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolenas) prioritas. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahhmad Doli Kurnia mengatakan, banyak unsur yang perlu diperhatikan dalam membahas RUU ini, termasuk mengenai penamaannya.

“Tapi kalau menurut saya, kita harus hati-hati juga ini bicara soal undang-undang perampasan aset. Seperti yang pernah saya jelaskan, mulai dari penamaannya saja menurut saya kan juga harus kita bahas,” kata Doli di Jakarta, dikutip Selasa (19/11/2024).

Doli menjelaskan, penggunaan istilah “perampasan” dalam RUU ini akan diartikan negatif oleh beberapa pihak. Padahal, jika mengacu pada United Nations Anti-Corruption Convention mengartikan rancangan ini sebagai perbaikan aset-aset.

“Makanya waktu itu saya bilang, kalaupun misalnya disetujui substansi undang-undang itu adalah bagian dari pemberantasan korupsi, kenapa enggak namanya kita buat pemulihan atau pengelolaan aset,” ujarnya.

Selain mengenai penamaan yang mesti dilakukan secara hati-hati, Doli turut membeberkan alasan lain mengapa RUU Perampasan Aset tak kunjung segera dituntaskan DPR RI. Jika dilihat dari sisi prioritas, ia mengungkap masih ada RUU yang dinilai jauh lebih penting untuk disegerakan.

“Pertanyaannya kalau komitmen kita itu kuat, apakah undang-undang yang sekarang ada, misalnya undang-undang tentang Tipikor, undang-undang TPPU, itu sudah cukup atau tidak? Karena kalau bicara tentang soal, katakanlah menghukum secara keras terhadap orang-orang yang melakukan tindak pidana korupsi, dengan dua undang-undang ini sebenarnya sudah luar biasa. Apalagi dengan undang-undang TPPU,” tuturnya.

Politikus Partai Golkar ini menyebut RUU Perampasan Aset memiliki banyak kendala jika ingin dikaji lebih lanjut. Karenanya, butuh banyak penyesuaian untuk menghindari pertentangan dengan hukum Indonesia.

“Nah kalau ditambah dengan perampasan aset, yang itu juga nanti kita akan kaji apakah dia kompatibel enggak dengan mashab dan sistem hukum di Indonesia. Karena ini kan soal pembuktian terbalik atau tidak. Karena kalau misalnya tidak cocok, ya nanti akan merubah sistem hukum dan segala macamnya itu,” ucapnya.

Diketahui, naskah RUU Perampasan Aset sudah disusun sejak 2008, dan baru berhasil ke dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2023. Namun demikian, sejak Presiden Joko Widodo mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke DPR pada Mei 2023, hingga kini belum juga ada sinyal pembahasan.

Setidaknya, sudah enam kali rapat paripurna digelar sejak surpres diterima DPR, tetapi nasib RUU Perampasan Aset tetap menggantung, bahkan sampai para legislator DPR periode 2019-2024 merampungkan masa tugasnya.