Terungkapnya dugaan korupsi tata kelola impor minyak mentah senilai Rp193,7 triliun yang menyeret sejumlah petinggi anak usaha PT Pertamina (Persero), menunjukkan Menteri BUMN Erick Thohir (Etho) telah gagal. Seharusnya dia mundur.
“Menurut saya, Pak Erik Thohir sudah gagal membersihkan mafia migas. Pak Erick Thohir sudah gagal menciptakan sistem anti korupsi yang kuat. Lebih parah lagi, tak ada penindakan. Sangat tidak mungkin, seorang Menteri BUMN tak tahu praktik kourpsi yang berlangsung bertahun-tahun,” papar Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyu Askar kepada Inilah.com, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Jika publik sudah memberikan stempel gagal untuk Erick Thohir sebagai Menteri BUMN, tentu saja akan merembet kepada kredibilitas pemerintahan Prabowo Subianto, jika terus dipertahankan.
“Saya kira yang paling penting, Pak Erick Thohir kalau mau bertanggung jawab harus mundur dari posisi Menteri BUMN. Kita btahu, relatif tidak ada penindakan yang signifikan (terkait korupsi Pertamina),” tandasnya.
Terungkapnya dugaan korupsi tata kelola impor minyak mentah dan kilang sebesar Rp193,7 triliun yang digarap Kejaksaan Agung (Kejagung), menyeret sejumlah petinggi PT Pertamina Patra Niaga (PPN), anak usaha PT Pertamina (Persero).
Paling tidak ada 6 petinggi anak usaha Pertamina yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni: Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PPN); Maya Kusmaya-Direktur PPN; Sani Dinar Saifuddin-Direktur PT Kilang Pertamina International (KPI); Edward Corne-VP PPN; Agus Purwono-VP KPI; dan Yoki Firnandi-Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS).
“Banyaknya pimpinan anak usaha Pertamina yang jadi tersangka, menunjukkan memang ada masalah di sistem rekrutmen. Melahirkan pemimpin BUMN yang kurang integritasnya, kuatnya benturan kepentingan, dan kompetensi juga. Ini tanggung jawab Erick Thohir,” tandasnya.