Tak Punya Rumah Dianggap Orang Miskin, Menko Airlangga Ogah Disetir Menteri Ara


Menteri Perumahan dan Keawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait mendorong perubahan indikator rakyat miskin. Yakni, orang Indonesia yang memiliki rumah pertama, dimasukkan kategori rakyat miskin.

Tegas saja, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menolak gagasan Menteri Ara. Mantan Ketum Partai Golkar itu, berpandangan, tak punya rumah belum tentu miskin.  

Airlangga lebih percaya kepada indikator statistik untuk mengukur kemiskinan seseorang. Badan Pusat Statistik (BPS) telah memiliki ukuran sendiri dalam menentukan definisi masyarakat miskin, yaitu orang yang pengeluarannya di bawah garis kemiskinan.

Di mana, garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2024, menurut BPS, ditetapkan Rp582.932 per kapita per bulan. Atau naik 5,90 persen dibandingkan garis kemiskinan yang ditetapkan BPS pada Maret 2023. “Ya kita berbasis statistik,” kata Airlangga, Jakarta, dikutip Sabtu (21/12/2024).

Sebelumnya, Menteri Ara mengatakan, penduduk yang belum punya rumah pertama layak masuk kategori miskin.

“Saya pikir sangat pantas kita masukkan juga kalau orang belum punya rumah, rumah pertama, masuk kategori miskin. Bagaimana dia dianggap tidak miskin, sementara dia tak punya rumah,” kata Menteri Ara dalam Rakornas Keuangan Daerah Kemendagri, dikutip dari akun Youtube Kemendagri, Kamis (19/12/2024).

Seharusnya, kata kader PDIP yang lompat ke Gerindra ini, masyarakat miskin bisa digolongkan dari batas kalori harian tertentu. Indikator penduduk miskin ini menjadi acuan Bank Dunia (World Bank). Sebagai informasi, menurut standar global, ambang batas kemiskinan pangan adalah 2.11 kkal per orang dewasa per hari.

“Saya baru ketemu beberapa hari lalu dengan World Bank. Kalau World Bank itu ya, sekian ribu kalori saja, orang sudah tidak miskin lagi,” imbuh dia.

Dia pun mengajak Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mendata masyarakat yang butuh rumah serta menentukan kriteria masyarakat yang layak mendapat bantuan rumah dari pemerintah.

Selain itu, dia mendorong terwujudnya data tunggal (single data) perumahan, kolaborasi ini juga diharapkan dapat memperluas kesempatan masyarakat untuk memiliki hunian pribadi.

“Saya dua bulan jadi menteri, Pak. Kita belum punya sistem data yang cukup. Kalau ada yang tanya sama saya hari ini, apakah dari Pak Bappenas (Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy),” kata Menteri Ara.

Entah dapat bisikan dari mana, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait menyampaikan usulan nyeleneh. Setiap warga negara Indonesia yang tak punya rumah pertama layak masuk kategori orang miskin.

Bisa dibayangkan, jika usulan Menteri Ara, sapaan akrab Maruarar Sirait dijadikan rujukan pemerintah. Angka kemiskinan bakal melonjak tajam.

Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Rumah dan Perumahan Rakyat (PUPR), sebelum dibelah menjadi Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), serta Kementerian Pekerjaan umum (PU), menyebut jumlah penduduk Indonesia yang belum memiliki rumah sebanyak 12,7 juta jiwa.

Terbagi 10 juta jiwa di perkotaan dan 2,3 juta jiwa di pedesaan. Penghitungan ini mengacu kepada angka backlog pada tahun 2023. Sementara data BPS, jumlah orang miskin per Maret 2024 mencapai 9,03 persen yang setara lebih dari 25 juta jiwa.  

Ada perbedaan angka yang cukup mencolok yakni sebesar 12,3 juta jiwa. Cukup besar. Ini membuat masalah bagi sejumlah kementerian. Khususnya dalam menyusun anggaran bansos, BLT, subsidi energi dan berbagai program yang bersentuhan dengan rakyat miskin. Sehingga, peluang rakyat miskin tak kebagian jatah bantuan dari pemerintah, membesar jika gagasan Menteri Ara dijalankan. 

Selain itu, jika usulan Menteri Ara dikabulkan, bisa menjadi preseden di masa depan. Ketika pemerintahan berganti, indikator rakyat miskin bukan lagi urusan akademik. Tapi dilihat dari wajahnya. Ini lebih kacau lagi.