Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan tidak sependapat dengan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang menyebut kerugian negara akibat korupsi proyek jalur kereta Besitang-Langsa mencapai Rp1.157.087.853.322 (Rp1,1 triliun).
Ketua Majelis Hakim, Djuyamto, menetapkan kerugian negara dalam perkara ini sebesar Rp30.885.165.420 (Rp30,8 miliar).
“Menimbang bahwa dengan demikian, menurut pendapat majelis hakim, besarnya kerugian keuangan negara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp30.885.165.420 (Rp30,8 miliar),” ujar Hakim Djuyamto saat membacakan pertimbangan putusan di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (25/11/2024).
Djuyamto menjelaskan, metode total loss yang digunakan dalam audit BPKP tidak dapat diterapkan pada kasus ini. Metode tersebut menghitung seluruh dana yang dikeluarkan negara sebagai kerugian, tetapi dalam proyek ini, pekerjaan telah dilakukan dan material konstruksi sudah dibeli menggunakan anggaran negara.
Menurut majelis hakim, terdakwa tidak menikmati seluruh uang proyek senilai Rp1,1 triliun. Barang yang telah dibeli dan pekerjaan yang sudah dilakukan menjadi pertimbangan hakim dalam menetapkan kerugian negara.
“Menimbang bahwa oleh karena adanya fakta hukum yang demikian maka majelis hakim dalam perkara ini tidak sependapat dengan perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP. Majelis hakim menghitung sendiri besarnya kerugian negara yang timbul sebagaimana diatur pada angka 6 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016,” ungkap Djuyamto
Bekas Pejabat Perkeretaapian Divonis 4 Tahun Penjara
Majelis Hakim Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman empat tahun penjara kepada Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2016-2017, Nur Setiawan Sidik. Ia dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berjamaah dalam proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa yang berlangsung pada 2017-2023.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Nur Setiawan Sidik telah terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer,” kata Djuyamto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/11/2024).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nur Setiawan Sidik dengan pidana penjara selama empat tahun,” tambahnya.
Selain pidana penjara, Nur Setiawan juga dijatuhi denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. Ia diwajibkan membayar uang pengganti Rp1,5 miliar. Jika tidak membayar dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita dan dilelang. Apabila tidak mencukupi, ia akan menjalani hukuman tambahan satu tahun penjara.
Hakim juga menjatuhkan vonis kepada terdakwa lainnya dalam kasus ini. Amanna Gappa, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2017-2018, dihukum 4,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp3,28 miliar.
Freddy Gondowardojo, Beneficial Owner PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana, divonis 4,5 tahun penjara, denda Rp250 juta subsider tiga bulan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp1,53 miliar. Jika tidak membayar, ia harus menjalani hukuman tambahan 1,5 tahun penjara.
Sementara itu, Arista Gunawan, Team Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan. Hakim tidak membebankan kewajiban uang pengganti kepada Arista, karena ia dinilai tidak menikmati hasil korupsi tersebut.