Kediaman Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Jalan Sultan Syahrir nomor 12 A, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat nampak sepi usai ditetapkan sebagai tersangka kasus Harun Masiku oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pantauan Inilah.com di lokasi pukul 17.00 WIB, rumah gerbang putih yang menghadap ke kali kecil itu tak diawasi oleh patroli pengawalan.
Tak ada satu pun mobil atau motor patroli pengawasan yang terparkir di sekitar jalan tersebut. Situasi rumah pun nampak sunyi meski pintu rumah di dalam nampak terbuka.
“Iya betul (rumah pak Hasto), nggak ada ya (pak Hasto ke sini),” kata satpam yang enggan menyebut namanya, saat ditanya Inilah.com di lokasi, Selasa (24/12/2024).
Satpam itu mengaku sejak pagi hingga sore ini Hasto tidak ada di rumah tersebut. Dia pun tidak tahu kemana Hasto pergi. Ketika ditanya soal kapan terakhir Hasto mengunjungi rumahnya, ia buru-buru beranjak dengan wajah sedikit panik.
Hingga berita ini diterbitka, Hasto tak nampak terlihat. Yang ada hanya dua kurir yang mengantarkan sebuah paket.
Suasana berbeda di kediaman Hasto di Bekasi yang dijaga ketat oleh Satgas Cakra Buana PDIP, usai dirinya dikabarkan menjadi tersangka kasus suap Harun Masiku oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Situasi rumah Hasto yang berada di Jalan Graha Asri IV, Vila Taman Kartini, Margahayu, Bekasi Timur itu diunggah oleh akun media sosial @bekasi24jamcom, Selasa (24/12/2024).
Terlihat rumah Hasto sepi dan tidak ada aktivitas apapun. Hanya terdapat satu buah mobil hitam yang terparkir dan dua orang satgas berseragam berjaga di depan gerbang. Di halaman rumah Hasto, terdapat enam orang satgas yang berjaga di sekeliling rumah. Penjagaan ketat itu menyusul ditetapkannya Hasto sebagai tersangka dalam perkara suap eks caleg PDIP sekaligus buronan KPK, Harun Masiku.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus eks Caleg PDIP Harun Masiku. Tangan kanan Ketum Megawati Soekarnoputri itu dijerat dua pasal tindak pidana korupsi (Tipikor), yakni dugaan pemberian suap dan perintangan penyidikan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, Hasto turut mendanai pemberian suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagaimana dakwaan sebelumnya SGD 57.350 (sekitar Rp 600 juta). Uang ini agar Harun Masiku lolos proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
“Saudara HK bekerja sama dengn saudara Harun Masiku dan Saeful Bahri dan saudara DTI melakukan upaya penyuapan kepada Wahyu Setiawan dan Agustinus Tio,” kata Setyo ketika jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).
Kemudian, Hasto juga diduga merintangi penyidikan ketika tim penyelidik berusaha menangkap Harun Masiku ketika Operasi Tangkap Tangan (OTT) Januari 2020 lalu. “Saudara HK memerintahkan Harun Masiku untuk merendam HP-nya ke air agar tidak terdeteksi dari kejaran KPK,” ucap Setyo.
Penetapan ini awalnya diketahui bocornya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Ada dua surat perintah penyidikan atau sprindik terhadap Hasto. Pertama, Hasto dijerat sebagai tersangka kasus suap berdasarkan Sprindik nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
Kedua, Hasto dijerat sebagai tersangka merintangi penyidikan berdasarkan Sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024. Penetapan Hasto sebagai tersangka dilakukan setelah ekspose perkara. Ekspos itu dilakukan pada 20 Desember 2024 atau setelah pimpinan baru KPK mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden Prabowo Subianto.
Kasus ini bermula saat Nazarudin Kiemas, caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan I, meninggal dunia. KPU mengalihkan suara Nazarudin kepada caleg PDIP lainnya, Riezky Aprilia. Namun, pleno PDIP menginginkan Harun Masiku menggantikan Nazarudin. PDIP bahkan mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) dan menyurati KPU, meskipun KPU tetap melantik Riezky.
Uang suap diduga diberikan kepada Wahyu Setiawan untuk mengubah keputusan KPU tersebut. KPK kemudian melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020, menangkap delapan orang, termasuk Harun Masiku dan Wahyu Setiawan. Wahyu didakwa menerima suap sebesar SGD 57.350 (sekitar Rp 600 juta) dari Harun melalui kader PDIP, Saeful Bahri.