Market

Tanggapi Seruan Boikot Pajak Eks Ketum PBNU, Bos Pajak Santai

Menanggapi ancaman boikot pajak yang dikumandangkan eks Ketum PBNU KH Said Aqil Siradj, pasca terkuaknya aset gendut pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo, bos Direktorat Jenderal Pajak (DJP) santai-santai saja.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Suryo Utomo, mengatakan, kasus yang mendera Rafael dan kewajiban pajak dari warga negara Indonesia, merupakan dua hal yang berbeda. Kewajiban pajak tetaplah kewajiban.

“Terkait seruan atau bahasa tidak membayar pajak, kita harus pisahkan antara kasus (Rafael) dan kewajiban. Kejadian ini adalah kasus,” kata Suryo saat konferensi pers di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Pusat, Rabu (1/3/2024).

Suryo menjelaskan, sistem pembayaran pajak adalah ke negara, tidak lewat petugas ataupun pejabat. Kalau ada yang bayar ke petugas, berarti ada kesalahan. Sistem pembayaran pajak, saat ini, sudah diatur dalam undang-undang.

Kata Suryo, DJP hanya menjalankan tugas untuk memungut pajak dan menggunakannya demi kemaslahatan masyarakat, sesuai undang-undang. “Jadi saya ingin mengimbau untuk membayar pajak suatu keniscayaan dari sistem yang dibangun suatu negara, khususnya Indonesia,” imbuhnya.

Sebelumnya, Said Aqil menyatakan siap menyerukan aksi boikot bayar pajak jika Rafael terbukti menyelewengkan duit pajak. Said Aqil mengatakan, seruan ini, bukanlah barang baru. Sempat dijadikan fatwa ketika heboh kasus penilepan duit pajak yang menyeret eks pegawai pajak Gayus Tambunan pada 2010. Dua tahun kemudian, Said Aqil mengatakan, wacana boikot pajak sempat menjadi salah satu kesepakatan dalam Munas NU.

“Pada 2012 bulan September, Munas ulama di pesantren Cirebon, waktu itu baru ada kejadian Gayus Tambunan, keputusan para kyai bahwa kalau uang pajak selalu diselewengkan NU akan mengambil sikap tegas warga NU tidak usah bayar pajak,” kata Said Aqil.

Said Aqil menerangkan, rekomendasi boikot bayar pajak, mengacu kepada kitab kuning serta seruan para imam serta ulama. Bahwasanya, duit pajak harus dipakai untuk keperluan masyarakat umum.

Presiden SB Yudhoyono, kata dia, langsung mengirim utusan khusus untuk menemuinya. “Sampai-sampai Pak SBY kirim utusan pribadi almarhum Pak Yusuf namanya stafsusnya itu menemui saya. Saya bilang kalau memamg itu berdasarkan refrensi kitab kuning, para imam, para ulama referensi, kalau pajak masih diselewengkan, warga NU akan diajak oleh para kiyai-kiyai tidak usah bayar pajak. Tapi kalau pajak untuk rakyat, pajak untuk pembangunan, pajak untuk kebaikan, kita dukung. Warga NU taat bayar pajak,” jelas Said Aqil.

Dia pun menyentil Rafael yang dinilai tak mampu mendidik anak. Sehingga berbuntut kepada kasus penganiayaan Mario kepada David. “Saya juga heran di bumi pancasila ada perbuatan seperti itu, dan dilakukan oleh anak keluarga terdidik, elit, bukan biadab dan dari pedalaman,” tutur Said.

Selanjutnya, Said Aqil mengingatkan Rafael agar berhati-hati dalam mencari nafkah. Apalagi untuk keluarga, harus dipastikan kehalalannya, agar berkah dan barokah. “Maka sekali lagi hati-hati mencari uang yang akan dimakan oleh anak istri. Kalau uangnya haram pasti anaknya nakal,” tegasnya.

Harta Rafael yang sempat menjabat Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Kanwil Jakarta Selatan II, menjadi sorotan. Lantaran, banyak kejanggalan. Aset Rafael yang hampir setara dengan Sri Mulyani. Berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dilaporkan Rafael per 2021, total kekayaannya sekitar Rp56 miliar. Sementara Sri Mulyani yang langganan menjabat menteri keuangan itu, hartanya lebih tinggi Rp2 miliar, tepatnya Rp58 miliar.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button