Tannos Melawan, Extradisi Tunggu Putusan Sidang Pengadilan Singapura


Pemerintah Republik Indonesia (RI) masih menunggu putusan pengadilan Singapura untuk memastikan pemulangan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, yang menjadi buronan dalam kasus korupsi e-KTP..

Menteri Hukum RI, Supratman, mengatakan bahwa seluruh dokumen terkait permohonan ekstradisi Paulus Tannos telah dikirimkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) kepada otoritas Singapura pada pekan ini.

“Saat ini kita tinggal menunggu, karena sepengetahuan saya suratnya sudah diantar kepada pihak berwenang di Singapura,” kata Supratman saat dihubungi wartawan, Jumat (28/2/2025).

Ia mengatakan, proses pemulangan tidak bisa dilakukan cepat-cepat, juga disebabkan lantaran Tannos memutuskan untuk melakukan upaya hukum mengagalkan proses ekstradisi.

“.Yang pasti kan karena lagi berproses di sana sekarang dan yang bersangkutan mengajukan upaya hukum, tentu pasti akan dilakukan proses sesuai aturan hukum yang ada di Singapura,” kata dia.

Lebih lanjut, Supratman menegaskan bahwa pemerintah Indonesia siap melengkapi berkas permohonan ekstradisi jika masih dinilai kurang lengkap oleh otoritas Singapura. Namun, ia meyakini bahwa dokumen yang telah dikirimkan sudah memenuhi persyaratan.

Meski demikian, Supratman belum dapat memastikan mekanisme penjemputan Paulus Tannos apabila pengadilan Singapura menyetujui permohonan ekstradisi. Ia menjelaskan bahwa proses penjemputan akan menjadi kewenangan KPK dan Hubinter Polri.

“Silakan tanya KPK dan Hubinter Mabes Polri. Itu KPK yang punya ranah kalau soal itu (penjemputan Paulus Tannos),” jelas Supratman.

Secara terpisah, Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum, Widodo, mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu kabar dari pemerintah Singapura terkait permohonan ekstradisi Paulus Tannos.

“Sampai saat ini kami, dibantu rekan-rekan kementerian/lembaga terkait, sudah menyampaikan dokumen kelengkapan ke Singapura dan sudah diterima. Adapun perkembangannya menunggu hasil proses hukum di Singapura. Doakan semoga dimudahkan dan dilancarkan usahanya,” ujar Widodo.

Senada dengan itu, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardhika, berharap agar pengadilan Singapura menyetujui permohonan penahanan sementara (provisional arrest) terhadap Paulus Tannos, yang diajukan oleh otoritas hukum Singapura atas permintaan pemerintah Indonesia. Jika disetujui, Paulus Tannos dapat dipulangkan melalui proses ekstradisi.

“Saya pikir KPK positif bahwa proses provisional arrest yang dilakukan oleh otoritas hukum di Singapura itu akan disetujui oleh pengadilan Singapura,” ujar Tessa dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (31/1/2025).

Tessa menambahkan bahwa KPK bekerja sama dengan Kementerian Hukum, Kejaksaan Agung, Polri, dan Kementerian Luar Negeri untuk melengkapi dokumen ekstradisi Paulus Tannos.

“KPK dalam hal ini bersama-sama dengan Kementerian Hukum, Kejaksaan Agung, Polri, bahkan juga dari Kementerian Luar Negeri, sebagai unsur-unsur yang masuk di pemerintahan Indonesia, berusaha untuk melengkapi persyaratan yang dipersyaratkan pemerintahan Singapura. Bahwa ada proses di sana, kita tidak bisa ikut campur, tidak bisa mengganggu karena itu merupakan otoritas pemerintahan negara lain,” jelas Tessa.

Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) RI, Supratman Andi Agtas, menyatakan optimisme bahwa pengajuan ekstradisi Indonesia terhadap buronan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, Paulus Tannos, akan berjalan lancar meskipun Tannos memiliki paspor Republik Guinea-Bissau.

Supratman juga mengungkapkan bahwa Guinea-Bissau turut mengajukan ekstradisi terhadap Paulus Tannos. Namun, ia yakin bahwa permohonan Indonesia yang akan dikabulkan oleh pemerintah Singapura, mengingat Tannos melakukan tindak pidana di Indonesia dan masih berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI).

“Pemerintah Singapura sudah sangat kooperatif dengan permintaan yang dilakukan oleh teman-teman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI sehingga yang bersangkutan sekarang sudah ditahan,” ujar Supratman saat ditemui usai konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Terkait percepatan proses ekstradisi agar tidak didahului oleh pemerintah Guinea-Bissau, Supratman menjelaskan bahwa hal itu merupakan bagian dari langkah teknis pengajuan ekstradisi yang menjadi kewenangan Kementerian Luar Negeri RI.

Sebagai informasi, buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) di Singapura pada 17 Januari 2025. Saat ini, Paulus Tannos ditahan di Changi Prison setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara.

Penahanan tersebut merupakan bagian dari mekanisme Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura. Pihak KPK, Kementerian Hukum dan HAM, Polri, serta Kejaksaan Agung telah memulai proses pemenuhan dokumen untuk memulangkan Tannos ke Indonesia.

Pada 13 Agustus 2019, KPK menetapkan empat tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP, yaitu Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR RI periode 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.

Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Namun, Paulus Tannos sempat melarikan diri ke luar negeri dengan mengganti nama dan menggunakan paspor negara lain sebelum akhirnya ditangkap.